Padang, (ANTARA) - Kebahagiaan yang dirasakan pasangan suami istri asal Dusun Ateh Koto Kecamatan Suliki Kabupaten 50 Kota, Zul Efendi (37) dan Masnar (30), saat menyambut kelahiran anak kedua mereka, terpaksa harus ditangguhkan. Meski terlahir normal melalui bidan setempat pada 18 November 2011, bayi laki-laki dengan berat 3,1 kg yang diberi nama Melvin itu, didiagnosa menderita usus dempet.
"Pada awal kelahirannya telah menampakkan keganjilan. Tidak seperti bayi lainnya, anak kami tidak mengeluarkan suara sedikit pun, bahkan kami semakin dicemaskan dengan kondisi badannya yang tampak membiru," ujar Zul mengenang kejadian 29 hari lalu, kepada Dompet Dhuafa Singgalang saat mengunjunginya di lantai dua ICU, RSUP M. Djamil, Sabtu (17/12).
Dilanjutkan Zul, atas saran bidan saat itu, dia membawa segera buah hatinya merujuk ke RSUD Suliki meski dengan perasaan berkecamuk.
Sesampai di rumah sakit, seakan mendapatkan keajaiban, tiba-tiba saja dari mulut mungil itu terdengar suara tangis dan keharuan pun seketika menyelimuti perasaan Zul. Rasa syukur pun membuncah di tengah kebahagian.
Namun, kondisi itu tidak bertahan lama. Setelah tiga hari menemani sang buah hati menjalani perawatan di rumah sakit, Zul bersama istri melihat kejanggalan yang lain pula, perut anak mereka tampak membengkak.
Melihat kondisi itu, akhirnya menyadarkan mereka pada satu hal, bahwa sejak awal kelahirannya sang anak belum pernah buang air besar.
"Padahal ASI tetap diberikan, namun tak ada juga tanda-tanda akan buang air besar. Hingga akhirnya diagnosa dokter menyatakan anak kami memiliki kelainan usus dempet dan harus berpuasa," ungkap sang ibu, Masnar.
<b>Dipindahkan ke RSUP M. Djamil</b>
Semenjak diagnosa disampaikan, Melvin harus menjalani penyedotan kotoran melalui dubur, hingga akhirnya pihak rumah sakit menyarankan untuk rujuk lanjutan ke RSUP M. Djamil.
"Selama di RSUD Suliki tidak banyak perubahan, sehingga anak kami dipindahkan ke RSUP M. Djamil dan langsung menempati ruang ICU lantai dua pada Rabu (23/11) yang lalu," imbuh Masnar.
Berharap kondisi sang anak bisa lebih baik, berbagai pemeriksaan pun dilakukan. Mulai dari pemeriksaan harian hingga pemeriksaan Ultra Sonografi (USG) yang setiap kali penggunaannya menghabiskan dana Rp500 ribu.
"Berat bagi kami untuk menyiapkan dana USG sebesar itu, apalagi telah berjalan tiga kali. Untuk kebutuhan obat-obatan, walaupun mendapat jaminan kesehatan bagi warga tak mampu, tetap saja terasa berat karena hanya dibatasi hingga Rp42 ribu saja. Lebih dari itu kami tanggung sendiri," terang Zul yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani penggarap sawah, dengan penghasilan Rp40 ribu sehari.
<b>Tak Ada Biaya Lagi, Akhirnya Memutuskan Pulang</b>
Hingga Jumat (16/12), perawatan terus berlanjut, obat-obatan yang setiap hari menghabiskan dana ratusan ribu rupiah pun tetap dikeluarkan. Sedangkan, kondisi Melvin tetap saja belum ada perkembangan yang signifikan.
Badannya tampak semakin menciut dengan perut menggembung. Urat-urat pada batok kepalanya tampak begitu jelas, hanya kulit pembalut tulang.
"Sudah hampir Rp5 juta uang yang habis digunakan. Saya harus pinjam kesana-kemari untuk pengadaannya. Sedangkan penghasilan, tentu untuk sementara terhenti sejak kami ke Padang. Kami tak ada uang lagi untuk melanjutkan perawatan ini, kami akan pulang Sabtu ini," kata Zul.
Sementara itu, menurut Kepala Humas RSUP M. Djamil Gustafianof, bahwa Melvin belum layak untuk dipulangkan saat ini, karena kondisinya masih sangat labil dan harus menunggu hasil analisa tim dokter selanjutnya.
"Kita sudah terangkan kepada pihak keluarga untuk tetap menjalani perawatan bagi Melvin. Beberapa beban biaya telah diberikan banyak keringanan, cukup hanya membayar biaya obat saja dan itu pun sebagian karena sudah dapat surat jaminan. Sedangkan penginapan selama ini tidak perlu membayarnya," terang Gustianof.
Namun, ternyata pihak keluarga telah memiliki tekad yang kuat untuk melanjutkan perawatan di kampung saja.
Menurut Zul, selama Melvin menjalani perawatannya di RSUP M. Djamil tentu perlu ada yang menemaninya dan pilihannya hanya dia dan istrinya saja. Kepada keluarga di kampung tentu tak mungkin bisa berharap banyak, karena juga memiliki tanggungan keluarga.
"Kami berharap melalui Dompet Dhuafa Singgalang akan ada bantuan, kami tetap berharap Melvin bisa menjalani pengobatan yang layak. Saya tidak bisa apa-apa lagi jika harus bertahan di Padang dan tentunya harus melanjutkan pekerjaan di kampung untuk tetap melanjutkan hidup. Apalagi si sulung Kartika yang kini berusia hampir enam tahun akan masuk TK tahun ini," ujar Zul dengan mata sayu penuh harap.
Kepada para donatur yang berniat membantu biaya kelanjutan pengobatan Melvin dapat mengantarkannya langsung ke Graha Kemandirian Dompet Dhuafa Singgalang Jalan Juanda No. 31 C Pasar Pagi Padang, telepon 0751-40098, atau melalui Rekening BNI Syariah a/n Dompet Dhuafa Singgalang 018.377936.9. (*)