Gadis bernama Qurrata Ayuna berusia (17) salah satu siswa SMU 10 Padang, Sumatera Barat menderita cacat akibat gempa 30 September 2009 masih memiliki semangat untuk terus sekolah hingga melanjutkan jenjang perguruan tinggi.

     Siswa SMA 10 Padang, mengalami patah kaki akibat gempa yang terjadi pada 30 September 2009 yang meluluhlantakan 12 Kota/Kabupaten di Sumbar, dimana menelan 1.195 korban jiwa, 619 luka berat dan 1.179 lainnya luka ringan.

     Qurrata Ayuna tidak akan pernah melupakan kejadian yang nyaris merenggut nyawanya ketika terjadi gempa 30 September 2009, kekuatan 7,9 Skala Richter (SR) saat itu sedang mengikuti bimbingan di GAMMA.

     Saat peristiwa dua tahun yang lalu, ia masih merasakan sakit diseluruh anggota tubuh. Reruntuhan gedung GAMMA menimpa dirinya hingga kedua kaki mengalami cacat seumur hidup.

     Gempa 30 September 2009 yang melanda Kota Padang, Qurrata Ayuna masih duduk dibangku kelas III  SMP 8 Padang. Berangkat dari rumah siang hari untuk pergi bimbingan di GAMMA. "Sedang bimbingan di lantai II gedung GAMMA merasakan getaran gempa begitu besar,"katanya.

    Ada beberapa lokal pada lantai II gedung GAMMA tersebut. "Teman satu lokal saat terjadi gempa 30 September 2009 diperkirakan sekitar 15 orang,"katanya.

    Dalam keadaan panik serta ketakutan, teman satu lokal di lantai II tersebut berusaha untuk menyelamatkan diri, menuju lantai dasar gedung GAMMA. Guncangan gempa terus terasa kuat, dinding bangunan mulai berjatuhan.

     Hanya hitung detik, gedung GAMMA luluh lantak akibat guncangan gempa kekuatannya 7,9 SR. Teman-teman les di GAMMA terlihat terhimpit dinding, ada juga terjepit tangga saat menyelamatkan diri.

     "Saat reruntuhan gedung GAMMA menimpa kedua kaki selalu berdoa agar ada pertolongan datang," kata Qurrata Ayuna.

      Rasa syukur yang mendalam, Allah masih menyelamatkan nyawanya dimana tertimpa reruntuhan bangunan GAMMA. "Tidak tahu siapa yang telah menyelamatkan nyawa padahal bangunan gedung GAMMA sudah hancur akibat gempa,"katanya.

     Kedua orang tuanya sangat mencemaskan ketika itu, lanjutnya, bagaimana tidak bangunan gedung GAMMA telah roboh akibat gempa kekuatanya 7,9 SR.

     "Hampir setiap korban gempa di seluruh rumah sakit dilihat kedua orang tua untuk mencari tahu apakah masih selamat atau tidak,"kata Qurrata Ayuna.

     Bisa bertemu kembali dengan kedua orang tua saat berada di rumah sakit, dimana kondisi kedua kaki mengalami patah tulang telah berlumuran darah.

     "Isak tangis dan derai air mata dapat bertemu kedua orang tua serta paman bernama Fitra Moeledi bertugas di lingkungan Pemerintah Kota Padang saat berada di rumah sakit,"katanya.

     Ketegaran dan semangat untuk melangkah lebih jauh tampak terlihat diraut wajah Qurrata Ayuna walaupun memakai kursi roda dalam menuntut ilmu.

   Qurrata Ayuna sekarang ini sekolah di SMU 10 Padang, masih memiliki cita menjadi seorang dokter kelak dapat membantu orang susah seperti yang dialaminya.

     Untuk pergi dan pulang sekolah maupun mengikuti pelajaran tambahan di tempat bimbangan, tambahnya selalu diantar oleh ayahnya. "Sang ayah tetap setia  mengatarkan pergi serta menjemput,"katanya.

     Ia mengaku paling menyukai pelajaran Matematika serta Bahasa Inggris. Ini dibuktikan dia selalu mendapat nilai bagus untuk pelajaran tersebut. Tak hanya dua mata pelajaran, nilai Qurrata Ayuna juga menonjol di bidang studi lain, meski tidak sebaik dua mata pelajaran tersebut.

     Rasa trauma masih dirasakannya, namun perlahan-lahan trauma tersebut dapat hilang. Pendidikan baginya merupakan nomor satu harus menamatkan pendidikan hingga perguruan tinggi.

     "Harus bangkit untuk meraih cita-cita tidak mau menyerah dengan nasib yang dialami,"katanya.

     Awalnya orang tua Qurrata Ayuna berpikir masa depan anaknya sudah hancur, namun berkat adanya dorongan dari guru serta teman sekolah waktu di SMP 8 Padang terus memberikan semangat untuk melanjutkan pendidikan.

    Ketika masih duduk dibangku kelas VII di SMP 8 Padang, ia masih menunjukkan prestasi yang gemilang, mendapat lima besar di sekolah.

    "Kedua orang tuanya bangga melihat semangat yang dimiliki oleh Qurrata Ayuna meski cacat yang dialami,"kata Fitra Moeledi paman Qurrata Ayuna.

    Setiap hari Qurrata Ayuna selalu mengulang semua mata pelajaran di rumah untuk meraih apa-apa yang dicita-citakanya. "Teman-temannya sering belajar kelompok di rumah untuk menyelesaikan tugas sekolah,"kata Fitra Moeledi.


Jamin Pendidikan


     Pemerintah Kota (Pemkot) Padang akan memberikan jaminan pendidikan dan pekerjaan bagi korban gempa 30 September 2009 yang masih hidup terutama bagi anak-anak yang masih berstatus pelajar.

     "Pendidikan sangat penting, untuk itu pemerintah menjamin pendidikan dan pekerjaan bagi pelajar menjadi korban gempa,"kata Wali Kota Padang Fauzi Bahar.

      Pemerintah tambah Fuazi Bahar berusaha untuk mencarikan dana bagi pelajar korban gempa yang mengalami cacat sehingga bisa melanjutkan ke perguruan tinggi.

     Anak-anak sekolah korban gempa mengalami cacat, prestasinya sangat bagus di sekolah mampu bersaing dengan anak normal.

     "Jangan sampai anak cacat korban gempa putus asa tidak bisa lagi meneruskan pendidikan hingga perguruang tinggi, mereka merupakan impian bagi kedua orang tua," katanya.

     Derita yang dialami para pelajar hingga menderita cacat merupakan musibah tidak bisa kita hindarkan lagi. Musibah tersebut dapat merenungkan diri betapa besarnya kekutan Allah untuk menguji kekuatan iman.

     "Berikan semangat pada pelajar tersebut sehingga bisa bangkit dari rasa trauma untuk meneruskan pendidikan," kata Fauzi Bahar.

     Pada penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang mendatang, tambah Fauzi Bahar, pemerintah juga berencana untuk menerima para penyandang cacat.

     Fisiknya yang mengalami cacat, tapi memiliki ilmu yang lebih bagus. Salah contohnya yakni salah seorang honorer di Pemkot Padang menderita cacat bisa menyelesaikan kuliah Program Magister (S2).  

     "Prestasi luar bisa yang diraih, ini membuktikan orang cacat bisa bersaing dengan orang normal ,"katanya. (*)


Pewarta : Derizon Yazid
Editor :
Copyright © ANTARA 2024