Setiap pergantian tahun, baik tahun Hijriyah maupun tahun Masehi selalu dianjurkan untuk introspeksi diri. Materi introspeksi sering disajikan ketika pergantian tahun, disampaikan para muballigh melalui ceramahnya maupun melalui opini di media masa. Hal ini bertujuan agar kita tidak terlena dengan perputaran waktu yang begitu cepat. Tanpa disadari umur sudah semakin tua, badan semakin lemah dan dosa semakin banyak. Sementara, bekal kebaikan rasanya belum cukup untuk dibawa menghadap Ilahi. Tentu sudah saatnya untuk melakukan introspeksi diri. Introspeksi berarti mengkaji ulang keburukan dan kebaikan yang telah dilakukan selama ini. Lembaran keburukan ditutup rapat dan tidak ada niat atau rencana untuk membukanya kembali. Kemudian membuka lembaran kebaikan dengan lebar, agar diisi dengan berbagai macam amal saleh. Jika hal ini yang dilakukan, maka akan mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan hidup bahkan akan tergolong manusia yang sangat beruntung. Imam al-Ghazali pernah bertanya kepada murid-muridnya. Ada enam pertanyaan yang beliau ajukan. Menurut hemat penulis, pertanyaan-pertanyaan Imam al-Ghazali ini, layak dijadikan sebagai bahan introspeksi diri sepanjang hayat. Pertama, Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?. Muridnya menjawab: “Orang tua, teman dan kerabat”. Imam al-Ghazali membenarkan jawaban ini. Namun, kata Imam al-Ghazali yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini adalah kematian. Semakin lama kita hidup, semakin dekat kita dengan pintu kubur (kematian). Jumlah umur kita bertambah, tapi jatah umur kita semakin berkurang. Kematian adalah hal yang misterius, karena tidak seorang manusia pun mengetahui kapan dan dimana ia akan mati. Yang bisa dipastikan hanya setiap manusia akan merasakan mati. Hal ini dijelaskan Allah dalam al-Qur’an, “Setiap manusia punya batas umur, maka apabila datang ajalnya tidak bisa diundur dan dimajukan sedetik pun” (lihat QS. Al-A’raf: 34). Jelaslah, tidak ada dispensasi dalam hal kematian. Kemudian, kematian tidak memandang muda atau tua, kaya atau miskin, pejabat atau rakyat jelata. Ini adalah rahasia Ilahi, agar kita selalu mempersiapkan dan merencanakan kematian kita. Merencanakan kematian dalam keadaan husnul khatimah atau su’ul khatimah. Kedua, Apakah yang paling jauh dari kita di dunia ini?. Muridnya menjawab; “Negeri Cina, bulan dan matahari”. Imam al-Ghazali pun menjelaskan bahwa yang paling jauh dengan diri kita adalah masa lalu. Sedetik pun tidak bisa diundur, roda masa lalu tidak bisa diputar ulang. Saat inilah yang paling berharga bagi kita. Kemarin adalah masa lalu yang tidak perlu diungkit, besok adalah masa yang tidak jelas – tidak ada jaminan kita hidup besok. Untuk itu, marilah mengisi waktu detik demi detik dengan kebaikan. Kemudian meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan menabur kebaikan antarsesama manusia. Karena siapa yang rajin menabur kebaikan, ia akan menuai kasih sayang dan rahmat dari Allah SWT. Masa lalu hanya sebagai bahan introspeksi diri saja, bukan untuk diungkit dan diratapi. Karena orang yang mengungkit masa lalu menurut ‘Aid al-Qarni bagaikan menggergaji serbuk kayu atau mengeluarkan mayat dari kuburnya. Hal ini menunjukkan bahwa mengungkit masa lalu adalah pekerjaan sia-sia atau tidak bermanfaat. Ketiga, Apakah yang paling besar di dunia ini?. Muridnya menjawab; “Bumi, gunung dan matahari. Imam al-Ghazali menjelaskan jawaban yang sebenarnya, yang paling besar di dunia ini adalah nafsu. Dengan memperturutkan nafsu, akan terjadi pencampuradukan yang hak dengan yang bathil, yang halal dengan yang haram. Nafsu sulit untuk merasa puas, semakin diperturutkan semakin haus. Maka tindakan yang tepat dilakukan adalah melakukan kontrol terhadap nafsu agar tidak terjadi penyimpangan. Sepulang dari perang Badar, Rasulullah SAW bersabda, “ Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad yang besar”. Sahabat bertanya; “Apakah masih ada perang yang lebih besar ya Rasulullah?”. Rasul pun menjawab; “Masih, memerangi hawa nafsu”. Jelaslah, memerangi hawa nafsu yang dibimbing oleh setan lebih berat daripada perang fisik melawan penjajah. Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda; “Perangilah nafsumu dengan lapar dan haus, karena pahala dalam hal itu seperti pahala orang yang berjihad di jalan Allah, dan tiada amal yang lebih disukai Allah SWT. daripada lapar dan haus”. Ini salah satu perisai yang ditawarkan oleh Rasulullah dalam memerangi nafsu. Memerangi maksudnya di sini adalah mengawasi dan mengontrol nafsu agar tidak lari dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Keempat, Apakah yang paling berat di dunia ini?. Muridnya pun menjawab; “Baja, besi dan gajah”. Jawaban ini diluruskan Imam al-Ghazali, yang paling berat di dunia ini adalah memegang amanah. Umar bin Abdul Aziz ketika diberi amanah sebagai khalifah, agenda utama yang ia lakukan adalah memperbaiki diri sendiri, keluarga dan shahabatnya. Meskipun anak dan isterinya protes terhadap tindakan yang ia lakukan. Umar tidak merayakan pesta kemenangan, karena ia menganggap jabatan sebagai khalifah adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan baik di dunia mapun di akhirat kelak. Kelima, Apakah yang paling ringan di dunia ini?. Muridnya menjawab; “kapas, angin, debu dan daun-daun”. Kemudian Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa yang paling ringan itu adalah meninggalkan salat. Disadari atau tidak, dengan alasan karena kesibukan, salat sering terlalaikan bahkan ditinggalkan. Hasan Basri dalam Tanbihul Ghafilin menuliskan hadis tentang bahaya meninggalkan salat. Ada 14 bahaya meninggalkan salat, 3 ketika hidup di dunia, 3 ketika sakratul maut, 3 dalam kubur dan 3 lagi di akhirat. Diantara bahaya-bahaya tersebut adalah ditolak semua amalannya, mati dalam keadasan sangat haus, gelapnya kuburan dan sangat marah Tuhan kepadanya. Bahaya yang disebutkan di atas bukan untuk menakut-nakuti. Ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah salat bagi umat Islam. Masuk agama Islam ibarat memasuki sebuah rumah, orang Islam yang tidak salat ibarat rumah yang tidak punya tiang. Rumah tanpa tiang tidak ada gunanya, artinya orang Islam yang tidak mendidrikan salat, sia-sia keislamannya dan akan rentan diserang virus kemaksiatan dan kemunkaran. Padahal, Salat merupakan salah satu senjata untuk mencegah dari virus kemaksiatan dan kemunkaran (lihat QS. Al-Ankabut: 45). Keenam, Apakah yang paling tajam di dunia ini?. Para muridnya menjawab dengan serentak; “pedang”. Jawaban yang sebenarnya adalah lidah (lisan) manusia, kata Imam al-Ghazali. Lidah adalah salah satu bagian dari tubuh manusia yang tidak bertulang. Meskipun tidak bertulang, lidah sangat berbahaya jika tidak waspada dalam penggunaannya. Umar bin Khattab mengganjal lidahnya dengan batu, karena ia takut lidahnya menjerumuskan dalam berbagai macam kesalahan. Banyak bahaya yang ditimbulkan lidah, diantaranya ialah ghibah, dusta, sumpah, namimah dan lain sebagainya. Justru itu, berhati-hatilah dalam memanfaatkan lidah, karena lidah dapat menyakiti hati orang lain yang menyebabkan permusuhan dan peperangan. Begitu juga sebaliknya, lidah juga dapat menyenangkan dan menggembirakan hati orang lain. Ibarat kata pujangga, “Bahagiakanlah orang lain, setidaknya jangan menyakiti hatinya”. Maka pelihara aktifitas lidah, jangan sempat hati orang lain terluka karena lidah yang kita miliki. Wallahu a’lam. (*)
Introspeksi Diri Sepanjang Hayat
*Penulis adalah Alumni Fak. Dakwah
IAIN Imam Bonjol Padang