Dengan menutup mulutnya menggunakan masker, Yurnita (38), warga Kelurahan Sinapa Piliang, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok tidak mempedulikan teriknya panas mentari yang menyerang Kota Solok.
Disaat keringat terus bercucuran di tubuhnya, selangkah demi selangkah, janda paruh baya yang akrab dipanggil Ita ini terus menyusuri kawasan jalan raya di depan Balaikota Solok, sambil mengayunkan sapunya, membersihkan dan mengumpulkan berbagai sampah dan kertas yang berserakan di sepanjang badan jalan.
Saat sampah telah terkumpul dalam jumlah banyak, Ita menggunakan tangannya mengambil sampah tersebut untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam gerobak sampah yang dibawa teman sekerjanya.
Begitulah rutinitas Yurnita dalam kesehariannya. Petugas Tenaga Harian Lepas (THL) pada Kantor Kebersihan dan Lingkungan Hidup (KLH) Kota Solok ini setiap hari bangun lebih awal. Memulai aktifitasnya dengan mandi di pagi hari serta melaksanakan shalat subuh dan mempersiapkan perbekalan tiga orang anaknya.
Setelah semua tugas ibu rumah tangga ini selesai dilaksanakan, Yurnita kemudian melangkah keluar rumah melaksanakan tugas rutinnya. Disaat semua orang masih betah berlama-lama di rumah masing-masing menikmati sarapan pagi, Yurnita telah mulai menyapu berbagai sudut jalan di Kota Solok. Setiap hari dia melaksanakan tugas ini sejak pukul 06.00 WIB pagi hingga pukul 12.00 WIB siang.
Pekerjaan ini mesti dilakoni Yurnita selama lima tahun belakangan untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan tiga orang anaknya. Selama lima tahun ini dia bertindak sebagai “single parent” dalam keluarganya, setelah lima tahun lalu, suaminya Ruslan meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas
Dalam menjalankan tugas, Yurnita tidak mempedulikan cuaca yang melanda Kota Solok. Apakah itu dibawah siraman hujan deras maupun teriknya panas matahari, Yurnita tetap mengayunkan sapunya membersihkan jalan-jalan kota yang menjadi beban tugasnya.
Seperti siang itu, Jum’at (23/4), Kota Solok diserang cuaca panas. Teriknya mentari menyerang seluruh sudut Kota Solok. Akibat cuaca terlalu panas, sebagian warga justru enggan keluar rumah. Bahkan ada diantara mereka yang menumpang berteduh di kedai-kedai dan toko terdekat.
Namun bagi Yurnita, teriknya mentari bukan sebuah alasan untuk menghentikan kerja dan tanggung jawabnya. Meski harus bercucuran keringat dia tetap menyapu di sepanjang jalan.
“Saya mesti menghidupi keluarga seorang diri setelah suami saya, Ruslan meninggal dunia lima tahun lalu akibat kecelakaan lalu lintas”, kata Yurnita kepada antara-sumbar.com singkat sambil meneruskan pekerjaannya.
Yunita mengakui dari pekerjaan ini dia mendapatkan gaji sebesar Rp720 ribu per bulan, dengan rincian gaji bulanan sebesar Rp 420.000 ditambah tunjangan daerah sebesar Rp300 ribu.
Meski tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Yurnita tetap bertahan dengan pekerjaannya. Sebab dia berpikiran saat ini sangat susah untuk mendapatkan pekerjaan.
“Saya terus berharap Pemko Solok menaikkan gaji kami, karena memang gaji sebesar itu tidak mencukupi untuk kebutuhan keluarga. Buktinya anak pertama saya, Reno (14) mesti berhenti sekolah di kelas 6 SD akibat ketiadaan biaya,” tegasnya.
Selain Reno, Ita juga memiliki dua orang anak perempuan masing-masing Intan Permata sari, siswi kelas 4 SD dan Remilia (6).
Dengan perjuangan kerasnya ini, sepatutnya Yurnita disejajarkan kiprahnya dengan Kartini masa lalu. Sebab, Yurnita bersama Kartini-Kartini lainnya masa kini, tetap berjuang untuk membebaskan dirinya dan keluarganya dari belenggu kemiskinan dan kebodohan. (***)
Seorang Diri Berjuang Menghidupi Keluarga
Yurnita bekerja membersihkan jalan untuk menghidupi keluarga.