Ketika rasa lapar datang serta haus mulai menyerang kerongkongan, apapun akan dilakukan demi bertahan hidup. Hal itulah yang selalu dipegang teguh oleh bapak lima orang anak bernama Ahmad (50) yang tinggal di sekitar Bukik Kelok Kaco (Bukit Belokan Kaca-red) Jorong Perhimpunan Nagari Talu Kecamatan Talamau Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar).
Pemecah batu. Ya, itulah pekerjaan bapak paro baya ini untuk mampu bertahan hidup dan menafkahi istri dan lima orang anaknya. Pekerjaan ini telah dilakoni Pak Ahmad sejak delapan tahun silam dengan penghasilan rata-rata Rp15.000 setiap harinya yang digunakan untuk membeli setengah sukat beras untuk makan keluarganya.
Kamis (22/4), antara-sumbar.com mencoba menyambangi Pak Ahmad ke tempat dia bekerja sehari-hari. Berangkat dari Simpangempat (ibukota Pasbar-red) sekitar pukul 14.30 WIB menggunakan sepeda motor, memakan waktu sekitar 30 menit menuju Bukik Kelok Kaco Jorong Perhimpunan Nagari Talu Kecamatan Talamau Pasbar.
Bukik Kelok Kaco dinamakan masyarakat, karena bukit tersebut merupakan bukit bebatuan yang cadas dan sangat mudah untuk dipecahkan.
Sesampai di sana, antara-sumbar melihat Pak Ahmad sedang memecah batu menggunakan linggis di sekitar pinggang Bukik Kaco yang tingginya mencapai 20 meter tanpa alat pengaman dengan tidak menghiraukan keselamatannya sendiri.
Sambil memandang tinggi ke atas, antara-sumbar.com membayangkan jika pekerja terjatuh, minimal pasti ada salah satu anggota tubuh yang patah-patah karena bukit tersebut penuh dengan bebatuan yang cadas .
Saat antara-sumbar.com datang menghampiri Pak Ahmad, dengan ramahnya dia mempersilahkan duduk di pecahan batu yang sudah diruntuhkan oleh Pak Ahmad dari bukit itu. Wajah kelelahan masih tersirat dari raut wajah bapak paruh baya ini.
“Beginilah nak, pekerjaan saya sehari-hari memanjat bukit sambil menjatuhkan batu untuk mencari sesuap nasi,” katanya ramah memulai pembicaran dengan antara-sumbar.com.
Mulai bekerja sejak delapan tahun silam, banyak suka duka hal yang sudah dialami Pak Ahmad dan tidak jarang jiwa Pak Ahmad terancam akibat longsor yang terjadi di bukit tersebut.
Sembari menghisab dalam rokok class mild yang ada di tangannya, Pak Ahmad mulai menceritakan pekerjaannya yang menantang maut tersebut.
Bekerja setiap hari sejak pukul 06.00 WIB pagi hingga pukul 18.00 WIB sore, Pak Ahmad hanya memperoleh penghasilan rata-rata Rp15.000 dan hanya bisa untuk membeli beras.
“Rata-rata jika permintaan rendah maka saya hanya bisa membawa pulang Rp15.000 setiap harinya namun jika permintaan tinggi atau musim proyek maka setiap harinya bisa Rp30.000,” katanya.
Dalam melakukan pekerjaannya, tidak jarang jiwanya terancam akibat reruntuhan tebing batu yang dikeruk setiap harinya. Pernah suatu hari, katanya, dirinya hampir tertimbun reruntuhan batu akibat runtuhnya penahan tebing yang tepat berada di atas kepalanya.
Namun, ketika suara reruntuhan mulai terdengar dirinya secara spontan langsung pergi menyelamatkan diri ke arah bebatuan yan agak besar dan keras.
“Alhamdulilah saya akhirnya selamat dan bisa terus bekerja untuk memberi makan kelauarga,” ujarnya bersyukur.
Ketika sedang asyik-asyiknya mendengarkan kisah Pak Ahmad, tiba-tiba hujan datang dan kami pun berlarian menuju warung yang ada di sekitar bukit tersebut. Tak terasa sudah setengan jam berbincang dengan Pak Ahmad dan jarum jam sudah menunjukkan pukul 15.30 WIB.
Sesampai di warung berukuran 6x10 meter yang berlantai tanah dan berdinding papan tersebut, Pak Ahmad kembali melanjutkan kisahnya.
“Beginilah nak, hanya hujan yang bisa menghentikan pekerjaan bapak setiap harinya. Karena jika hujan turun maka saya khawatir tebing Bukik Kaco tersebut runtuh,” pungkas Pak Ahmad.
Pekerjaan sebagai pemecah batu itu, tetap dilakoni Pak Ahmad setiap harinya meskipun hasilnya kecil dengan resiko yang tinggi sesuai dengan permintaan masyarakat.
Dirinya terpaksa melakukan pekerjaan sebagai pemecah batu karena tuntutan hidup yang semakin berat. Jika mencari pekerjaan lain membutuhkan modal yang banyak sedangkan bagi dirinya makan saja sudah bisa alangkah bersyukurnya.
Kadangkala untuk menambah penghasilannya, Pak Ahmad rela bekerja memecah batu sendiri dan berhasil mengumpulkan satu kubik batu yang harganya Rp30.000 per kubik. Namun, itupun tergantung dari permintaan. Jika tidak ada yang meminta batuu cadas untuk timbunan jalan tersebut maka tak jarang Pak Ahmad harus berhutang ke warung yang ada disekitarnya dan baru melunasinya ketika ada yang membeli batu cadasnya.
Kecintaan Pak Ahmad pada pekerjaannya membuat dia tidak merasakan terik matahari yang menyengat setiap harinya jika dia mulai bekerja memecah batu dari bukik kaco. Bahkan, dirinya, mampu menyekolahkan kelima anak-anaknya meskipun yang paling tinggi hanya tingkat SMP. Dalam hatinya ingin melihat kelima anak nya dapat melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi namun apa daya mampu sekolah hingga SMP sudah dianggap bersyukur.
“Siapa orang tua yang tidak menginginkan anaknya sekolah tinggi-tinggi, namun apa daya untuk makan saja susah. Dan kadangkala berharap bantuan beras miskin dari pemerintah,” katanya.
Pekerjaan pemecah batu di Bukik Kaco tidak saja dilakoni Pak Ahmad seorang, tetapi ada sekitar 150 orang yang secara bersama-sama bekerja demi memperoleh sesuap nasi. Satu hal yang membuat Pak Ahmad betah bekerja di Bukik Kaco tersebut adalah tingginya rasa sosial antara sesama pekerja.
“Jika ada salah seorang sakit dan mengalami kecelakaan saat bekerja maka semua pekerja menyisihkan sedikit uang untuk melihat dan membantu pekerja yang sakit. Meskipun, uang yang dihasilkan sedikit yang terpenting kawan-kawan senasib sepenenggunagan dapat terbantu,” ujar Pak Ahmad.
Para pekerja yang menganggantungkan hidup di Bukik Kaco mencapai 150 orang yang berasal dari tiga jorong yakni Jorong Perhimpunan, Jorong Pertemuan, Jorong Merdeka dan Jorong Tabek Sirah.
Memiliki jumlah penduduk mencapai 546 orang mata pencarian warga Jorong Perhimpunan selain sebagai pemecah batu juga berladang. Jorong Perhimpunan berada sekitar 30 kilometrer dari Simpangempat dan sekitar enam kilometer menjelang Talu Ibu Kota Kecamatan Talamau. (***)
Bertahan Hidup Demi Rp15.000 Per Hari
Pak Ahmad (50), mampu bertahan delapan tahun bekerja sebagai pemecah batu di Bukik Kelok Kaco (Bukit Belokan Kaca-red) Jorong Perhimpunan Nagari Talu Kecamatan Talamau Kabupaten Pasaman Barat.