Pada setiap kesempatan pertemuan dengan pemerintah daerah dan masyarakat, hampir semua anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menyampaikan pentingnya melibatkan DPD RI dalam membangun daerah.
Hal tersebut memungkinkan karena DPD RI merupakan wakil daerah yang dipilih oleh rakyat dan memiliki tugas serta wewenang yang mampu menjembati kepentingan daerah dan pusat. Tidak salah kiranya pemerintah daerah memanfaatkan kehadiran DPD RI secara maksimal untuk menyelesaikan kendala-kendala daerah dan melancarkan urusan pemerintah daerah dipusat.
Selama ini peran serta daerah memanfaatkan DPD RI terasa belum maksimal. Hal tersebut terungkap dalam rapat-rapat Komite di DPD RI pasca kunjungan kerja dan reses akhir tahun2009 lalu. Pemerintah daerah lebih senang menggunakan jalan by pass untuk melancarkan urusan ke pemerintah pusat.
Padahal, jika pemerintah daerah melibatkan DPD RI, tentu DPD RI akan maksimal juga memperjuangkan kepentingan daerah. Sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, DPD RI bisa menghadirkan pemerintah melalui Kementrian terkait untuk membantu menyelesaikan persoalan daerah.
Kemudian DPD RI memiliki berbagai hak yang bisa memanggil pemerintah dan professional dalam mendalami pemecahan persoalan daerah.
Bila merujuk kepada Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009, DPD RI memiliki potensi besar yang bisa dimanfaatkan oleh daerah.
Sebagai wakil daerah provinsi yang berkedudukan sebagai lembaga negara yang dipilih melalui pemilihan umum, DPD RI memiliki fungsi pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
Melihat fungsi yang dimiliki oleh DPD RI, hampir seluruh bidang yang menjadi pekerjaan daerah menjadi pembahasan DPD RI. Setiap bidang di bahas dalam beberapa alat kelengkapan DPD RI yang tertuang dalam tata tertib DPD RI.
Alat kelengkapan tersebut terdiri atas; Pimpinan, Panitia Musyawarah, Komite, Panitia Perancang Undang-Undang, Panitia Urusan Rumah Tangga, Badan Kehormatan, Panitia Khusus, Panitia Akuntabilitas Publik dan Hubungan Antar Lembaga dan Kelompok DPD di MPR RI. Pembahasan spesifik oleh anggota DPD RI lebih banyak dibahas ditingkat komite.
Tidak itu saja, salah satu poin tugas dan wewenang anggota DPD RI adalah memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada masyarakat di daerah yang diwakilinya. Konsekuensi dari itu anggota DPD RI melakukan reses didaerah pemilihannya dengan berbagai kegiatan sebanyak empat kali dalam setahun.
Tujuannya adalah untuk menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat di daerah pemilihannya serta memperkuat hubungan kemitraan DPD RI dengan Pemerintah Daerah dan DPRD baik secara kelembagaan maupun individu.
DPD RI dan Otonomi Daerah
Secara faktual, DPD RI lahir pada tanggal 01 Oktober 2004 yang ditandai dengan pelantikan dan pengambilan sumpah/janji para anggota DPD RI. Kehadiran DPD RI ini tidak dapat dipisahkan dari hubungan pusat dan daerah yang selalu mengalami ketegangan sejak kemerdekaan Indonesia. Daerah terasa terpinggirkan akibat pembangunan orde baru yang cenderung terpusat.
Akibat menguatnya tuntutan kesetaraan dari daerah itu terjadi perubahan yang signifikan ditandai dengan amandemen empat kali UUD 1945. Salah satu perubahan penting dalam amandemen Undang-Undang Dasar itu adalah pembentukan lembaga Negara baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah, yaitu perlu adanya lembaga Negara yang dapat menjembatani kepentingan pusat dan daerah, serta memperjuangkan kepentingan aspirasi masyarakat dan daerah dalam kebijakan nasional.
Dengan demikian yang menjadi gagasan dasar pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik, terutama berkaitan dengan daerah.
Lahirnya undang-undang No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah semakin menguatkan ruang gerak daerah mengurus dirinya. Hal itu dipicu oleh adanya tuntutan akan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sesuai dengan karakteristik daerah, dan tidak bertentangan penyelenggaraan pemerintahan pada tingkat yang lebih tinggi.
Selama pemerintahan Orde Baru, pada prinsipnya penyelenggaraan pemerintahan di daerah belum menemukan bentuknya yang ideal sesuai dengan harapan masyarakat di daerah.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang selama ini dilaksanakan di Indonesia, pola-pola lama yang bersifat sentralistik harus diubah kearah yang lebih demokratis yang melibatkan partisipasi masyarakat dan bersifat desentralistik.
Dalam melaksanakan pembangunan sekarang ini masyarakat seharusnya ditempatkan sebagai mitra pemerintah yang diiberi peran lebih besar, sedangkan posisi pemerintah lebih ditekankan sebagai regulator dan fasilitator untuk menciptakan iklim kondusif dalam mewadahi proses interaksi kehidupan masyarakat agar berjalan dengan tertib, terkendali dan lebih demokratis.
Lahirnya Undang-undang No.32 tahun 2004, mensyaratkan pelaksanaan pemerintahan daerah yang lebih otonom dan bersifat desentralistik dengan titik berat pada pemerintahan kabupaten dan kota. Menurut UU No. 32 tahun 2004 tersebut Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Disamping itu penyelenggaraan pemerintahan di daerah melalui kebijakan otonomi daerah tertuang dalam suatu ketetapan MPR yaitu TAP MPR RI Nomor. IV/MPR/2000, diarahkan kepada pencapaian sasaran sebagai berikut ;Pertama, Peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas masyarakat serta aparatur pemerintah di daerah.
Kedua, Kesetaraan hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dan antar pemerintah daerah dalam kewenangan dan keuangan. Ketiga, Untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Keempat, Menciptakan ruang yang lebih luas bagi kemandirian daerah.
Berkantor di Daerah
Menjawab kebutuhan masyarakat dan daerah, DPD RI terus melakukan pembenahan dalam menghimpun aspirasi masyarakat. Untuk menunjang penguatan DPD RI itu sudah direncakan pembangunan kantor disetiap provinsi.
Tahun 2011 direncanakan kantor baru itu akan mulai difungsikan. Sampai saat ini DPD RI sedang melakukan persiapan pembuatan kantor tersebut. Hal itu sudah diatur dalam UU No. 27 tahun 2009 yang mengamanahkan pembangunan kantor DPD RI selesai dua tahun setelah dilantik.
Dukungan penuh atas pendirian kantor DPD RI tersebut sudah disampaikan oleh Mendagri, Gamawan Fauzi, ketika mengadakan rapat dengan pendapat dengan DPD RI belum lama ini. Pada prinsipinya Mendagri akan membantu proses percepatan pengadaan kantor itu.
Kemudian juga dibeberapa daerah yang sudah menghibahkan tanah untuk pembangunan kantor DPD RI. Diharapkan setiap provinsi dapat melakukan kerjasama dengan DPD RI untuk melancarkan proses pembangunan kantor tersebut.
Akhirnya kita berharap dengan berkantornya DPD RI diibukota daerah pemilihan masing-masing akan memudahkan masyarakat dan daerah menyampaikan aspirasinya. Sehingga peran DPD RI sebagai wakil daerah terlihat bisa bermanfaat dan dimanfaatkan masyarakat. ***
*Penulis Staf Ahli Anggota DPD RI/B-12