Agar Hidup Jadi Bermakna Oleh: Abdul Rojak Lubis Ada dua tahun baru yang sudah dilewati; tahun baru Islam (Hijriyah) dan tahun baru Masehi. Ini menunjukkan hitungan tahun dan hitungan umur manusia sudah bertambah. Namun, jatah hidup manusia semakin berkurang, artinya sudah semakin dekat dengan kematian. Perlu untuk direnungkan dan dipertanyakan kepada diri sendiri, sudah siapkah diri ini untuk menghadapi kematian?. Mungkin, sebagian besar akan menjawab; belum siap, karena bekal yang dipersiapkan belum cukup untuk dibawa mati. Justru itu, selagi masih diberi kesempatan hidup oleh Allah Swt., maka kesempatan itu harus dipergunakan sebaik-baiknya. Sebagian orang salah dalam menerjemahkan tahun baru, mereka merayakannya dengan begadang semalam suntuk, berhura-hura, berbuat mesum, mabuk-mabukan dan perbuatan maksiat lainnya. Perbuatan ini hanya menyiksa diri, merusak kesehatan, merusak hubungan sosial kemasyarakatan (hablum minannas) dan merusak hubungan dengan Allah Swt (hablum minallah). Untuk menghindari hal ini, ada metode yang ditawarkan oleh Dr. Musthafa as-Siba’i agar terhindar dari kemaksiatan, yaitu; jika jiwamu ingin mengajak kepada kemaksiatan, ingatkanlah ia kepada Allah. Jika ia belum mau kembali juga, ingatkanlah ia pada budi pekerti orang ternama. Kemudian, jika belum kembali juga, ingatkanlah ia pada aib yang akan menimpanya bila diketahui oleh orang lain. Dan jika belum kembali juga, maka ketahuilah bahwa pada saat itu engkau telah menjadi seekor binatang. Jika direnungkan dan dihayati, malu rasanya melakukan kemaksiatan dan kemunkaran. Sebab, orang yang gemar melakukan maksiat diibaratkan seekor binatang. Padahal, manusia itu merupakan ciptaan Allah yang paling sempurna, yang diberi akal fikiran untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Akhlak yang buruklah yang menjatuhkan martabat manusia serendah mungkin (sejajar dengan binatang), bahkan lebih rendah dan lebih hina daripada binatang. Orang yang gemar melakukan maksiat, hubungannya dengan Allah Swt akan semakin jauh. Dan untuk mendekatkan diri kembali (taqarrub ilallah) dan mempererat hubungan dengan Allah, maka yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan (revolusi diri) ke arah yang lebih baik. Dan perubahan tidak akan pernah terjadi pada diri seseorang, selama dirinya tidak mau berubah. Hal ini disinyalir Allah dalam al-Qur’an, “…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (lihat QS. ar-Ra’du: 11). Berdasarkan ayat di atas, ada dua macam potensi yang bisa melakukan perubahan terhadap diri manusia. Pertama, potensi dari diri manusia itu sendiri, yaitu jika seseorang ingin mengubah nasib atau mengubah perilaku buruk menjadi baik, maka manusia punya potensi untuk melakukannya. Kedua, potensi dari Allah Swt, yaitu ketetapan mutlak dari Allah yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun, potensi ini dinamakan dengan ketetapan (qada) dari Allah Swt. Dalam melakukan perubahan hendaklah tidak menunda waktu. Sebab, tidak seorang manusia pun yang tahu kapan ia akan dijemput kematian. Justru itu, sebelum dijemput ajal (kematian), hendaklah mempersiapkan diri agar mati husnul khatimah. Inilah yang selalu didambakan setiap orang yang beriman. Meskipun demikian, pada prinsipnya setiap manusia pasti menginginkan hidupnya diakhiri dengan mati husnul khatimah, walaupun dirinya bukanlah orang yang beriman. Namun, tidak sedikit manusia yang bernasib malang, hidupnya diakhiri dengan mati su’ul khatimah. Realitasnya memang demikian, tapi nasib malang yang dialaminya karena dirinya sendiri, tidak mau melakukan perubahan. Barangkali, kesempatan hidup ini sudah selayaknya untuk disyukuri, dengan cara meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kepada Allah Swt. Beruntunglah bagi orang yang menyadari bahwa dunia ini hanya sekadar ladang amal (darul amal), yaitu dengan cara melakukan peningkatan amal ibadah kepada-Nya. Jadi, hakekat tahun baru itu adalah hijrah (pindah) dari tradisi lama yang penuh dengan kebiadaban dan dosa menuju rida Ilahi. Kemudian menghapus dosa lama (taubat nashuhah) serta membuat daftar kebaikan baru agar hidup ini jadi bermakna. Wallahu a’lam Penulis adalah Pengurus FKRM&M KPIK Kec. Koto Tangah Kota Padang

Pewarta : Abdul Rojak Lubis
Editor :
Copyright © ANTARA 2024