Gema takbir mengumandang bersahut-sahutan, menyambut sinar temaram cahaya bulan di sepanjang pantai pantai Ulakan Tapakis di Kabupaten Padangpariaman, Sumbar itu. Nyanyian asma Allah itu semakin keras berkumandang ketika sedikit demi sedikit mega mulai menyibak dan memperlihatkan sosok bulan sabit yang bersinar malu-malu di ketinggian. Tidak ketinggalan suara sorak gembira bocah-bocah kecil yang berlarian di sepanjang pantai Sumbar itu, menyambut kehadiran bulan sabit. Semua wajah terlihat gembira dan ada senyum yang mengembang menyambut gembira datangnya bulan suci Ramadan yang ditunggu-tunggu setahun lamanya. Seakan tidak peduli dingin malam yang makin menusuk kulit, ratusan bocah itu tetap asyik mandi-mandi atau istilahnya balimau, karena besoknya Rabu (3/9) akan menunaikan puasa. Sementara itu, kalangan orangtua dan pemuka agama terlihat khusuk terus berzikir dalam jejeran shaf menyambut datangnya bulan Ramadan itu. Semua isyarat alam yang selalu ditunggu kalangan jemaah tarekat Syattariah yang berpusat di Tapakis Ulakan Kabupaten Padangpariaman, Sumbar guna menandakan dimulainya pelaksanaan ibadah puasa. Ritual melihat bulan itu tiap tahun selalu dilakukan jemaah tarekat Syattariah guna menentukan awal dan akhir Ramadan. Tiap tahun ratusan ribu warga itu selalu melihat bulan dengan mata telanjang, baru menyakini dimulainya ibadah puasa. Meski pemerintah pusat telah menetapkan satu Ramadan pada 1 September 2008, tidak demikian halnya dengan jemaah tarekat Syattariah berpusat di Ulakan Tapakis Kabupaten Padangpariman, Sumbar. Bermula dari Makam Ritual melihat bulan tersebut diawali Selasa (2/9) pukul 17.00 WIB. Kalangan ulama, tuanku dan ninik mamak dan sesepuh adat lainnya berkumpul di surau mushola ukuran kecil berdiri tepat di sebelah makam Syekh Burhanuddin Kecamatan Ulakan Tapakis. Para pemuka agam itu, berkumpul guna melakukan upacara ritual dalam menentukan saat melihat bulan. Di rumah ibadah itu, kalangan pemuka agama dan masyarakat itu membaca ayat Al- Quran, tahlilan, wirid. Semua kegiatan keagamaan itu dipimpin Ali Imran Tuanku Muda, seorang Kadi Ulakan Tapakis. Gelar kadi pada ajaran tarikat Sattariyah adalah imam dalam pelaksanaan upacara ritual dan amalan-amalan ibadah aliran itu. Usai menggelar sejumlah zikir di Surau Syekh Burhanuddin, selanjutnya rombongan keluar menuju tepi pantai Ulakan Tapakis, yang tujuannya melihat bulan sebagai pedoman untuk menetukan kapan aliran tarikat Sattariyah berpuasa. Rombongan tersebut berbaur dengan masyarakat setempat menuju tepi pantai berjarak sekitar 300 meter. Iringan rombongan jemaah tarekat Syattariah itu sempat membuat macet jalanan, namun hal tersebut justru jadi tontonan menarik bagi warga sekitar. Setiba ditepi pantai, rombongan dengan teratur membentuk shaf guna melaksanakan shalat magrib berjamaah. Sementara itu, rombongan lain terdiri dari anak-anak mandi-mandi di tepi laut. Mereka mengistilahkan balimau. Kadi tarekat Sattariyah, Ali Imran diwawancarai ANTARA, mengatakan, untuk menentukan dimulainya ibadah bulan puasa Ramadan memakai hitungan bilangan takwim qamsyiah, yakni hitungan berdasarkan tahunan bukan bulanan. "Jika terlihat bulan, maka besoknya seluruh penganut aliran tarikat Sattariyah mulai berpuasa, namun jika malam Rabu (3/9) bulan juga tidak nampak, maka hitungan tersebut digenapkan 30 hari, yaitu puasa jatuh hari Kamis," katanya. Dia mengatakan, jemaah Sattariyah di Sumbar, melihat bulan tersebut pada tiga titik, yaitu Koto Tuo (Padangpanjang), Agam, Pesisir Selatan dan Sijungjung. Jika bulan tidak terlihat di pantai Ulakan Tapakis, maka dilakukan koordinasi terhadap para kadi yang diberbagai titik tempat melihat bulan lainnya. "Kalau bulan tidak tampak disini Ulakan Tapakis-red), kita akan lakukan kontak koordinasi kepada kadi di daerah lainnya, jika bulan dapat dilihat pda satu titik tempat, maka akan dilakukan sidang di mesjid Syekh Burhanuddin," katanya. Selain itu, guna akurasi orang yang melihat bulan tersebut akan di sumpah sebelum memberikan kesaksian atas yang dilihatnya. Kesaksian tersebut sejauh mana dia melihat kejelasan bulan, ketinggiannya dari permukaan laut serta berapa derajat terlihatnya bulan," jelasnya. Usai dilakukan sidang dan sumpah, maka bedug pun diikuti oleh seluruh mesjid dan musholla bagi aliran tarikat Sattariyah. Suara bedug itu terus di sambung mulai dari Ulakan Tapakis, sampai ke Lubukbasung, Koto Tuo, Bukittinggi sebagai syarat informasi puasa segera dilaksanakan. Syekh Burhanuddin Daerah Ulakan, satu pusat menimba ilmu tarikat Sattariyah yang dibawa Syekh Burhanuddin dalam menyebarkan ajaran Islam di Minangkabau. Nama Syekh Burhanuddin tidak hanya dikenal di Ulakan, namun dunia Islam Internasional juga mempelajari aliran pemikiran yang diajarkan Syekh Burhanuddin. Syekh Burhanuddin adalah seorang penganut Islam, bermazhab Syafei dan tarekat Syattariah. Syekh Burhanuddin bernama asli Pono. Ia belajar agama kepada gurunya yang bernama Syekh Abdul Alif. Syekh Abdul Alif memberikan pendidikan agama Isalm kepada Pono, sampai sang guru mendekati uzur. Ketika telah uzur, sang guru menganjurkan agar Pono melanjutkan pendidikan ilmu agamanya ke Aceh. Di Aceh, Pono belajar agama dengan guru barunya, Syekh Abdul Ra’uf. Setelah mendapat ilmu agama yang cukup banyak, ia lalu kembali ke daerah asalnya (Ulakan) untuk menyebarkan agama kepada masyarakat setempat. Ulakan-lah yang menjadi tempat pertama ia menyebarkan agama Islam di Minangkabau, dengan mendirikan sebuah surau di sana sebagai surau pertama. Memasuki daerah Ulakan, kondisi dan kehidupan masyarakatnya terlihat biasa-biasa saja tanpa memperlihatkan nilai-nilai relegius seperti di Tanah Jawa. Jika melihat makam (kuburan) Sunan Gunung Djati, Kalijaga, dan walisongo lainnya, suasana di daerah sekitar sudah tercium bau nilai-nilai relegius dari corak kehidupan masyarakatnya. Namun berbeda di Ulakan, kawasan pintu gerbang utama makam Syekh Burhanuddin dijadikan pusat ekonomi (perdagangan) bagi masyarakat setempat. Alasannya, setiap hari makam syekh Burhanuddin selalu ramai didatangi tamu dari berbagai daerah bahwa manca negara. Di antara pengunjung yang datang, sebagiannya ada yang berziarah kubur dan berdoa, mencari obat, bahkan para penulis sejarawan dan jurnalis untuk kembali menuliskan riwayat hidup syekh Burhanuddin secara lengkap. Selain itu, juga ada yang datang menimba ilmu agama (tarikat) untuk mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Pencipta Alam. Sebab, ilmu tarikat pada dasarnya ajaran ilmu penyucian jiwa dan pemahaman agama yang lebih mendalam.Makam Syekh Burhanuddin terlihat biasa saja, seperti makam umumnya disampingnya juga ada puluhan makam lainnya. "Kuburan yang banyak dan mengelilingi ini murid Syekh Burhanuddin yang disayangi dan para penerus ilmunya," tutur Ong, salah seorang petugas keamanan sambil menunjuk sekeliling makam murid Syekh Burhanuddin. 10 orang pengemis duduk berjejeran di depan pintu masuk sampai di depan kuburan Syekh Burhanuddin untuk mendapatkan lemparan uang dari setiap pengunjung. Pada sekeliling makam Syekh Burhanuddin terlihat selalu ramai dikunjungi terutama menjelang puasa dan lebaran, di antara pengunjung ada yang berzikir sambil menangis, sholat dan mengaji. Setelah berziarah dan berdoa di makam Syekh Burhanuddin, pengunjung pun keluar sambil membagi-bagikan uang bernilai ribuan rupiah kepada para pengemis yang datang berjejeran mengulurkan tangan. Sampai di pintu keluar makam, para pengunjung berhenti di depan pintu, sebab ada seorang laki-laki yang duduk menjual air. Konon, air tersebut diyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit, sebagian pengunjung ada yang membeli pakai botol dan kadang sekedar cuci muka dengan membaca berbagai doa. Jadi selain beribadah, makam ini juga satu objek wisata budaya yang menarik untuk dikunjungi, sambil menikmati ritual melihat bulan jemaah tarikat Sattariyah. Ingin menikmati semua itu, silahkan datang sehari atau dua hari umat muslim lainnya berpuasa, karena seperti biasa, jemaah aliran ini selalu terlambat menunaikan puasa, satu sampai dua hari, seperti Ramadan tahun 2008 ini.(***)

Pewarta : Iswanto
Editor :
Copyright © ANTARA 2024