Kini pada kota-kota yang akses internetnya lancar, dinas pendidikan menerapkan sistem Penerimaan Siswa Baru (PSB) online. Di Padang, Sumatera Barat, penerapan PSB online, sudah berlangsung dua tahun terakhir.
Salah satu tujuan PSB online adalah untuk mengurangi perilaku nepotis, seperti "koncoisme", "kampungisme", "pejabatisme" atau "atasanisme".
Di satu sisi sistem PSB online cukup efektif mengurangi perilaku nepotisme, bahkan ada anak pejabat kepala daerah bisa tidak masuk sekolah favorit yang diinginkan, karena sistem ini.
Namun, sistem online belum mampu menghambat perilaku buruk yang terjadi dalam PSB. Salah satunya membeaskan PSB dari pungungutan biaya masuk yang terlampau tinggi oleh sekolah. Inilah yang masih menjadi keluhan para orang tua siswa baru.
Seorang walimurid warga Tabing Padang, Resti menuturkan, adiknya lulus pada salah satu sekolah favorit di Kota Padang, tetapi biaya yang harus dikeluarkan sangat memberatkan. Uang adminsitrasi disekolah favorit itu mencapai Rp1,8 juta.
Risti terpaksa berutang dulu, karena dana yang dipersiapkan tidak mencukupi.
"Awak (saya) tidak mengada-ada, memang fakta yang demikian," tutur perempuan berkerudung itu.
Dana itu, sesuai penjelasan pihak sekolah, sebanyak Rp1 juta uang sukarela dan Rp450 ribu seragam sekolah dan sisanya biaya atribut lainnya. Sekolah mengharuskan seragam harus dibeli di sekolah, tidak dibenarkan siswa membeli di luar.
Belum lagi, tutur dia, biaya untuk membeli buku dan sepatu dan perlengkapan sekolah lainnya.
Ny. Mimi, warga Lubuk Lintah Padang, menuturkan, nilai anaknya memenuhi standar penerimaan pada SMA 10 --satu sekolah favorit-- di Kota Padang.
Kendati, saat membayar uang pendaftaran sebesar Rp2,2 juta terasa amat berat, ia tetap bersyukur.
Menurut Mimi, uang seniali itu sudah termasuk untuk empat stel seragam sekolah dan kelengkapan lainnya.
Sebenarnya Pemko Padang melalui Diknas tidak membenarkan pungutan biaya masuk terlalu tinggi oleh sekolah. Siswa juga tak harus membeli pakaian seragam di sekolah. (***)