Peringatan Hari Penyandang Disabilitas Internasional (HPDI) diperingati setiap tanggal 3 Desember. Sejak 1992, peringatan khusus kaum disabilitas ini sudah disponsori oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dan menjadi hari besar bagi seluruh masyarakat yang menjadi penyandang disabilitas diseluruh dunia.
Berdasarkan data yang diperoleh PBB, jumlah penyandang disabilitas di seluruh dunia mencapai sekitar 600 juta jiwa. Di Indonesia sendiri diasumsikan WHO sekitar 7%-10% jumlah penduduk yang ada. Namun, asumsi WHO yang terakhir untuk tahun 2011 mencapai 15%.
Disabilitas sendiri bisa diartikan sebagai kondisi di mana adanya keterbatasan pada seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya karena kondisi tubuh maupun intelektualnya yang berbeda atau secara umum dikatakan tidak berfungsi secara wajar (cacat), serta lingkungan kehidupannya tidak menunjang kesetaraan dalam mengakses kebutuhan.
Momentum peringatan HPDI (Hari Penyandang Disabilitas Internasional) yang diadakan setiap tahun dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa ada yang dilahirkan atau hidup dalam keadaan kurang sempurna karena berbagai alasan, tetapi mereka tetap mempunyai harkat dan martabat sama sebagai warga negara terhormat.
Namun, kenyataan yang mereka hadapi berbeda. Kepedulian terhadap mereka yang memiliki keterbatasan dalam hal ini jasmani dan intelektual mereka, terasa masih terabaikan dalam hal kesetaraan, sebagaimana selayaknya seorang warga negara. Selain fasilitas yang belum memadai bagi mereka, sesungguhnya penyandang disabilitas perlu diberi kesempatan untuk memberikan kebanggaan bagi keluarga maupun bangsa ini.
Semangat kepedulian dalam mengangkat harkat dan martabat kaum disabilitas, sebenarnya tidak hanya digerakkan melalui kampanye-kampanye kepedulian saja, namun ada hasil kongkrit untuk memberdayakan mereka. Agar tercipta kaum disabilitas yang mampu mandiri, berdikari, bahkan dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi negara ini.
Seperti kisah salah satu penerima manfaat pada program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa. Paini (41), perempuan paruh baya yang membuka usaha warung nasi pecel, yang pendanaan modalnya dibantu oleh program Dompet Dhuafa, mampu melangsungkan hidupnya secara mandiri tanpa menyusahkan orang lain.
Meski memiliki keterbatasan fisik, di tangan dan kakinya, ia tak hanya memikirkan kesejahteraan bagi keberlangsungan hidupnya saja. Namun, dari lubuk hati nurani yang mendalam, perempuan kelahiran Wonogiri, 8 Juni 1971 ini, terketuk untuk memberdayakan rekan-rekannya yang juga merupakan penyandang disabilitas.
Dalam semangat kepedulian menjadikan penyandang disabilitas, untuk tetap berkarya dan mandiri, Paini membentuk Kelompok Usaha Bersama Penyandang Cacat (KUBEPENCA). Sekitar 20 orang penyandang disabilitas telah diberdayakan.
Melihat semangat kepedulian untuk penyandang disabiltas yang digerakkan oleh salah satu penerima manfaat program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa ini, seharusnya menjadikan cambuk bagi negeri ini terutama pemerintah dalam mewujudkan mimpi-mimpi mereka layaknya seorang warga negara terhormat. Semoga saja, peringatan Hari Penyandang Disabilitas Internasional tidak hanya sekedar momentum yang hanya dirayakan, tapi juga diwujudkan dalam mimpi nyata, agar penyandang disabilitas mampu berdaya. (uyang)