Mengemis itu, mudah dan menghasilkan. Cukup dengan hanya mengulurkan tangan di lampu merah, di pasar, pokoknya di tempat-tempat ramai. Uang yang didapatkan bisa cukup banyak mengalahkan gaji pegawai malah, melewati batas Upah Minimum Regional kalau dihitung. Kalimat tadi bukan isapan jempol belaka, Dompet Dhuafa Singgalang pernah mewawancarai calon penerima beasiswa yang pekerjaan orang tuanya mengemis. Malah sampai ke luar kota. Penghasilan perharinya lebih kurang Rp200 ribu. Masyarakat pada umumnya memandang bahwa pengemis itu identik dengan orang yang berpenampilan tidak rapi, rambutnya tidak terawat, wajahnya kusam, pakaiannya serba kumal atau robek-robek, yang dengannya dapat dijadikan sarana untuk mengungkapkan kemelaratannya, serta dapat menarik rasa belas kasihan masyarakat kepada dirinya. Ada pula di antaranya yang memiliki kecacatan fisik. Namun, dalma bahasa Arab mengemis atau meminta-minta disebut dengan “tasawwul”. Sebagian ulama mendefinisikan tasawwul (mengemis) dengan upaya meminta harta orang lain bukan untuk kemaslahatan agama melainkan untuk kepentingan pribadi. Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Perkataan Al-Bukhari (Bab Menjaga Diri dari Meminta-minta) maksudnya adalah meminta-minta sesuatu selain untuk kemaslahatan agama.” Jadi, berdasarkan definisi di atas kita bisa mengambil pelajaran bahwa batasan tasawwul atau “mengemis” adalah meminta untuk kepentingan diri sendiri bukan untuk kemaslahatan agama atau kepentingan kaum muslimin. Setelah kita mengetahui hakikat mengemis dan meminta-minta sumbangan dengan berbagai macam cara dan modusnya, maka bagaimanakah hukum Islam berkenaan dengan hal tersebut? HUKUM MENGEMIS DAN MEMINTA SUMBANGAN DALAM PANDANGAN ISLAM Meminta-minta sumbangan atau mengemis pada dasarnya tidak disyari’atkan dalam agama Islam. Bahkan jika melakukannya dengan cara menipu atau berdusta kepada orang atau lembaga tertentu yang dimintai sumbangan dengan menampakkan dirinya seakan-akan dia adalah orang yang sedang kesulitan ekonomi, atau sangat membutuhkan biaya pendidikan anak sekolah, atau perawatan dan pengobatan keluarganya yang sakit, atau untuk membiayai kegiatan tertentu, maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Di antara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah sebagimana berikut: Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.” Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah sedang meminta bara api. Maka hendaknya dia mempersedikit ataukah memperbanyak.” Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api.” Demikianlah beberapa dalil dari hadits-hadits Nabi yang mengharamkan mengemis atau meminta-minta sumbangan untuk kepentinagn pribadi atau keluarga. KAPANKAH DIBOLEHKAN MEMINTA-MINTA SUMBANGAN DAN MENGEMIS? Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa di sana terdapat beberapa keadaan yang membolehkan seseorang untuk mengemis atau meminta-minta sumbangan. Di antara keadaan-keadaan tersebut ialah sebagaimana berikut: (1) Ketika seseorang menanggung beban diyat (denda) atau pelunasan hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti. (2) Ketika seseorang ditimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup. (3) Ketika seseorang tertimpa kefakiran yang sangat sehingga disaksikan oleh 3 orang berakal cerdas dari kaumnya bahwa dia tertimpa kefakiran, maka halal baginya meminta-minta sampai dia mendapatkan penegak bagi kehidupannya. Dalam tiga keadaan ini seseorang diperbolehkan untuk meminta-minta sumbangan atau mengemis. Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Sahabat Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: Seseorang yang menanggung beban (hutang orang lain, diyat/denda), ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti. Dan seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup. Dan seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”. Komite Tetap untuk Urusan Fatwa dan Riset Ilmiyyah Saudi Arabia pernah ditanya: Tanya : “Bolehkah meminta bantuan dari seorang muslim untuk membangun masjid atau madrasah, apa dalilnya?” Jawab : “ Perkara tersebut diperbolehkan, karena termasuk dalam tolong -menolong di atas kebaikan dan taqwa. Allah Subhaanahu wa ta’ala berfirman:“ Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran ” (QS. Al-Maidah: 2) BEKERJA KERAS ADALAH SOLUSI DARI MENGEMIS ATAU MEMINTA-MINTA Islam menganjurkan kita semua agar berusaha mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarga kita. Di dalam Al-Quran Al-Karim Allah berfirman: “Apabila telah sholat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah”. (QS. al-Jum’ah: 10). Bekerja mencari nafkah bukan hanya pekerjaan masyarakat awam, akan tetapi para Nabi juga bekerja. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan dia menggembala kambing”, lalu ada sahabat bertanya, “Apakah engkau juga ?”, beliau menjawab, “Iya, saya menggembala kambing dengan mendapatkan upah beberapa qiroth milik ahli Makkah”. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: Nabi Zakariya adalah tukang kayu.” Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda: “Nabi Dawud tidak makan melainkan dari hasil kerjanya sendiri.” Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda: “Sungguh salah seorang di antara kamu mencari kayu bakar diikat, lalu diangkat di atas punggungnya lalu dijual, itu lebih baik daripada orang yang meminta-minta kepada orang lain, diberi atau ditolak”. Orang yang mau bekerja, berarti dia menghormati dirinya dan agamanya dengan tidak menafikan potensi yang diberikan Allah kepadanya atau dapat dikatakan tidak kufur atas nikmat yang Allah berikan. Jika mendapatkan rezeki melebihi kebutuhannya, maka dia mampu mengeluarkan zakat, menunaikan haji dan membantu orang lain. BAGAIMANA SIKAP KITA TERHADAP PENGEMIS? Meskipun hukum mengemis pada dasarnya dilarang dalam Islam, akan tetapi kita juga tidak boleh menyamaratakan semua pengemis atau peminta-minta. Kita tidak boleh menuduh mereka macam-macam, karena hal itu termasuk buruk sangka tanpa alasan. Seharusnya kita bersyukur kepada Allah yang telah menjaga kita dari meminta-minta. Allah berfirman: “Artinya: Dan terhadap orang yang meminta-minta makan janganlah kamu menghardiknya”. (QS.Ad-Dhuha: 10). Ayat ini umum bagi semua peminta-minta (pengemis dan yang semisal), kecuali jika kita mengetahui bahwa dia adalah orang jahat. Adapun tentang hadits yang Artinya: Setiap peminta-minta punya hak ( untuk diberi ) walaupun ia datang dengan mengendarai kuda,” adalah hadits dhaif (lemah) sebagaimana dinyatakan Syaikh Al-Albani. Saya percaya bahwa kita semua tidak memiliki cukup kesabaran untuk menunggu pemerintah memperbaiki semua keadaan ini. Perlu ada langkah kongkret dari kita, mahasiswa, selaku agen perubahan indonesia ke arah yang lebih beradab. bagaimana caranya? sungguh mudah. Mari kita camkan dalam hati, kita buang rasa egoisme kita dan meniatkan semua yang kita lakukan adalah demi perbaikan bangsa ini puluhan tahun yang akan datang. Yaitu, JANGAN PERNAH MEMBERI UANG PENGEMIS, KAPANPUN,DIMANAPUN. Ini langkah kongkret kita demi menghentikan kegiatan para pengemis tersebut. Dengan menghentikan/mengurangi supply pemberian kepada mereka, secara otomatis demand dari pemberian tersebut akan berkurang. Kita bisa membuat image bahwa profesi pengemis tidak lagi menjanjikan, tidak lagi lebih menguntungkan daripada bekerja di ladang ataupun di depan mesin tik kantoran. JANGAN PERNAH BERI MEREKA UANG LAGI. JANGAN BERI MEREKA ALASAN UNTUK MENGEMIS LAGI. Hal ini berbenturan dengan doktrin dari agama kita untuk bersedekah, juga adat istiadat orang timur yang memiliki dorongan charity cukup besar. Apakah sedekah itu salah? Jelas tidak, bahkan agama pun mewajibkan kita menyisihkan sebagian uang kita untuk mereka yang membutuhkan. Tapi, memberi uang pada pengemis adalah cara yang salah. Justru dengan memberinya kita akan menciptakan kemiskinan jangka panjang secara luas dan mengakar. Diibaratkan seseorang mencuri harta para bangsawan untuk fakir miskin, seperti mencuci baju dengan air seni. Niat mencuci bajunya baik, namun hasil dari cucian tersebut tidak akan wangi seperti apapun jika memakai air seni. Begitu pula dengan sedekah. Jika caranya salah, yakinlah bahwa hasilnya tidak akan pernah menjadi baik. Coba bayangkan juga nasib para pedagang asongan, para guru kita, para kenek angkot, para pegawai kantoran yang gajinya dilangkahi oleh pengemis-pengemis itu. Tegakah kita pada mereka yang telah bekerja keras, namun tidak mendapat apresisasi materialis seperti yang didapatkan oleh pengemis jalanan? Tegakah kita membiarkan mereka beralih profesi karena sekedar keuntungan belaka? Demikian pembahasan tentang hukum mengemis dan meminta sumbangan dalam pandangan Islam yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Kita memohon kepada Allah Ta’ala agar menjadikan kita semua sebagai hamba-Nya yang bersyukur dan qana’ah atas segala nikmatnya, merasa cukup dengan apa yang ada, serta menahan diri dari minta-minta. Sesungguhnya Allah Maha Dermawan lagi Maha Mulia.

Pewarta : 127
Editor :
Copyright © ANTARA 2024