Jakarta, (Antara) - Kunjungan selama tiga hari ke Korea Selatan, memberikan kesan mendalam bagi Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) karena di negara itu ternyata masih memiliki pedagang kaki lima (PKL).
"Paling menarik di Korea selain pembukaan Asian Games, PKL-nya boleh jualan di trotoar dan taman. Bedanya, di sana jumlahnya ditentukan, satu jalan hanya lima saja. Jakarta kan konyol, dibatasi lima jadinya sepuluh," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Senin, menguraikan pengalaman berkesan selama mengunjungi Korea Selatan, 19-21 September 2014.
Ia menerangkan, pemerintah provinsi dapat menerapkan hal serupa seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Gangnam tersebut asalkan warga berkomitmen menaati aturan mengenai pembatasan jumlah PKL.
"Sebenarnya, DKI bisa saja memperbolehkan mobil berjualan di pinggir jalan asalkan jalannya masih lebar. Ini kan beda, nanti semua orang jualan dan jalan jadi macet," ujar mantan Bupati Belitung Timur ini.
Ia pun tidak menutup kemungkinan untuk mengizinkan usaha restoran di area pemukiman warga asalkan ada penataan yang baik sehingga tidak memberikan kesan kumuh. Demikian pula dengan berjualan di trotoar asalkan tidak menggangu para pelalu-lalang.
"Praktiknya di Jakarta ini beda, nanti semua rumah begitu dan tidak ada bayar pajak dan pejalan kaki kesulitan jalan di trotoar. Tapi, jika warga bisa diatur, mengapa tidak mungkin seperti di Korea," ujar dia.
Menurutnya, model penataan PKL di Korea yang kini mampu menyejajarkan diri dengan negara-negara Eropa itu dapat diadopsi DKI Jakarta asalkan bersikap tegas dengan aturan.
"Jika mau dimulai harus ada pendaftaran melalui Bank DKI supaya tidak ada preman yang jual lapak. Sebenarnya, inilah substansi penanganan PKL di Jakarta," katanya. (*/jno)