Jakarta, (ANTARA) - Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF-CJI) menyayangkan kebijakan energi mix 85 persen yang ditetapkan pemerintah karena justru menyumbang emisi karbon.
Koordinator Nasional Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF-CJI) Mida Saragih di Jakarta, Rabu, mengatakan kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tetap mengandalkan 85 persen kebutuhan energi nasional dari bahan bakar fosil yakni batubara, minyak, dan gas bumi hingga dekade mendatang adalah kebijakan yang sangat keliru.
Karena menurut dia, eksploitasi energi fosil tersebut dapat meningkatkan emisi dari sektor energi, berkontribusi dalam kenaikan suhu global dan kebijakan tersebut praktis bertubrukan dengan komitmen politik Presiden SBY dalam implementasi penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Nasional.
Pemerintah, menurut dia, justru mencatat bahwa eksploitasi dan penggunaan bahan bakar fosil bakal meningkatkan pelepasan Gas Rumah Kaca (di antaranya carbon dioxide (CO2), methane (CH4), dan nitrous oxide (N2O). Berdasarkan data resmi Kementerian Lingkungan Hidup (2010), sumbangan emisi Gas Rumah Kaca dari eksploitasi dan pemanfaatan energi adalah 22 persen dari emisi total nasional.
Bahkan Bappenas pada 2011, lanjutnya, telah merilis data energi mix dapat meningkatkan kosentrasi CO2 lebih dari 1.150 Mt CO2 pada tahun 2025. Meski demikian, bukannya menjalankan kebijakan yang lebih arif, produksi energi primer di Indonesia telah berkembang pesat dalam lima tahun terakhir, utamanya batubara dan gas alam.
Produksi nasional batubara 2007 mencapai 203 juta ton sedangkan ekspor mencapai 170 juta ton. Produksi batubara 2012 mencapai 386 juta ton sedangkan ekspor mencapai 304 juta ton.
Produksi nasional minyak bumi 2007 mencapai 348,35 juta barrel sedangkan ekspor 2007 mencapai 135,28 juta barrel. Produksi minyak bumi 2012 mencapai 314,67 juta barrel sedangkan ekspor mencapai 110,15 juta barrel.
Sementara itu produksi nasional gas alam di 2007 mencapai 2.805.540 Milion Standard Cubic Feet (MSCF) sedangkan ekspor mencapai 1.398.965 MSCF. Untuk produksi gas alam 2012 mencapai 3.174.639 MSCF sedangkan ekspor mencapai 1.377.894 MSCF.
Sebelumnya Utusan Khusus Presiden Indonesia untuk Perubahan Iklim dan Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim Rachmat Witoelar mengatakan pemerintah kurang bereaksi cepat soal masalah bahan bakar.
Terkait konversi minyak tanah ke gas tahun 2008, menurut dia, terlambat, padahal sudah dianjurkan jauh sebelum konversi LPG tersebut berlangsung.
"Mengapa potensi ramah lingkungan belum juga rajin dikejar? Seperti panas bumi yang emisi yang dikeluarkan bukan CO2 tapi H2O saja," ujar dia.
Menurut dia, arah kebijakan ramah lingkungan pemerintah sudah tepat. Tetapi ia menyayangkan pengerjaannya yang tidak cepat.
"Energi air dan angin bisa dikejar secepatnya, itu kan ramah lingkungan. Fosil fuel akan otomatis hilang dengan sendirinya jika itu dikerjakan, lagi pula akan habis dalam waktu dekat," lanjutnya.(*/sun)