Padang (ANTARA) -
Tawuran di Kota Padang, Sumatera Barat menjadi semakin meresahkan, bahkan cenderung brutal. Anak-anak belasan tahun yang sepatutnya menjadi harapan masa depan bangsa, kini dengan bangga menenteng celurit, golok dan samurai di jalan-jalan kota.
 
Mereka membentuk gerombolan, dengan sepeda motor menyisir jalanan mencari lawan. Biasanya, lewat tengah malam. Menjelang subuh. Saat tawuran pecah, senjata tajam itu mendesing-desing tanpa belas kasihan.
 
Entah apa yang ada dalam benak anak-anak belasan tahun itu ketika celurit mereka menghujam ke tubuh lawan yang juga baru berusia belasan tahun. Tidakkah ada rasa iba saat senjata mereka membuat orang cacat seumur hidup, atau malah tewas?
 
Kebengisan gerombolan tawuran itu bukan sekadar isapan jempol. Akun-akun media sosial yang menunjukkan betapa brutalnya aksi tawuran itu dengan mudah bisa dicari dan diakses melalui gawai. Begitu terang-terangan.
 
Pemerintah daerah dan pihak kepolisian sudah berupaya mencari cara untuk meredam aksi tawuran itu. Penjabat Wali Kota Padang Andree Algamar mengeluarkan Surat Edaran Nomor 100.3.4.3/63-43/BU-PDG/2024 untuk mencegah tawuran mulai dari sekolah.
 
Sanksi terhadap siswa yang melakukan pelanggaran membawa senjata tajam, melakukan tindakan asusila, melakukan perkelahian, pemerasan, perundungan, dan tawuran di dalam dan luar lingkungan sekolah sangat tegas. Dimulai dengan sanksi teguran, sanksi hukum sesuai UU hingga dikembalikan kepada orang tua atau dikeluarkan dari sekolah.
 
Pihak kepolisian juga rutin melakukan patroli untuk mencegah tawuran. Beberapa gerombolan yang kepergok tim, diamankan dan diberikan pembinaan. Namun ternyata tidak juga membuat jera. Aksi tawuran masih terus merajalela merusak ketentraman daerah yang berfalsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (Adat bersendi agama, agama bersendi Alquran) ini.
 
Bahkan, perilaku tawuran itu terindikasi mulai merembet ke daerah lain di luar Kota Padang. Salah satunya di Bukittinggi. Beruntung, Tim SK4 Satpol PP Kota Bukittinggi berhasil mencegah rencana sekelompok pemuda yang akan tawuran di Jl By Pass Bukittinggi itu.
 
Sosiolog Universitas Negeri Padang (UNP), Erianjoni menilai aksi tawuran yang telah menjadi sangat brutal tersebut harus segera dikendalikan. Jika tidak, aksi itu bisa meningkat pada perilaku menyimpang seperti aksi begal, memalak, bahkan merampok pada objek atau sasaran tertentu seperti minimarket, kafe, dan unit usaha lainnya yang buka 24 jam.
 
Tidak itu saja. Ketua DPD Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Sumatra Barat, Fajar Rusvan menilai anak-anak yang menjadi pelaku tawuran juga sangat rentan terhadap penyalahgunaan narkoba.
 
Salah satu efek dari narkoba adalah overconfidence. Itu yang banyak terlihat dari para pelaku tawuran pada banyak potongan video yang beredar di media sosial.
 
DPD Granat Sumbar mensinyalir pelaku tawuran yang umumnya remaja di Sumbar, terutama Kota Padang telah menjadi salah satu target peredaran narkoba.
 
Menggagas jaringan informasi masyarakat
 
Sekretaris Satpol PP Provinsi Sumatera Barat, Jamalus menilai, jaringan informasi masyarakat yang terstruktur dan memiliki standar operasional (SOP) yang jelas, bisa menjadi salah satu solusi untuk mencegah aksi tawuran di Sumatera Barat, terutama Kota Padang.
 
Dengan jaringan informasi itu, masyarakat yang ditunjuk bisa segera melaporkan jika ada indikasi akan terjadi tawuran pada satu daerah. Berdasarkan laporan itu, pemerintah daerah (Satpol PP) bersama pihak kepolisian bisa segera menindaklanjuti dan mencegah sebelum tawuran terjadi.
 
Jaringan informasi itu akan mempersempit gerak gerombolan tawuran sehingga tidak memiliki tempat untuk melakukannya. Jika disandingkan dengan penegakan hukum yang keras, diyakini perilaku tawuran di Sumbar bisa diatasi.
 
Jamalus menyebut upaya membangun jaringan informasi masyarakat itu telah mulai dilakukan. Tahap awal, jaringan itu dibangun di tingkat SMA/SMK di Sumbar dinamai duta ketenteraman dan ketertiban umum (Trantibum).
 
Satpol PP bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Sumbar untuk membentuk duta trantibum pada semua SMA/SMK di Sumbar, dimulai dari Kota Padang. Sekolah dipilih menjadi langkah awal karena pelaku tawuran sebagian besar adalah anak-anak usia sekolah.
 
Duta trantibum itu sudah dikukuhkan bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-96 di Padang. Mereka dibekali dengan pengetahuan tentang aturan di antaranya Peraturan Daerah Provinsi Sumbar No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat.
 
Mereka juga diberikan kepercayaan untuk membantu meminimalisasi gangguan ketentraman dan ketertiban di sekolah ataupun di luar sekolah.
 
Langkah pertama itu membawa banyak harapan untuk masa depan Sumbar yang lebih baik. Untuk masa depan generasi muda agar tidak terjerumus pada perilaku menyimpang.
 
Ke depan, Satpol PP Sumbar akan berkoordinasi dengan Satpol PP kabupaten dan kota guna membentuk duta trantibum di tingkat SMP sederajat.
 
Duta trantibum tingkat SMP juga dinilai sangat penting, karena pelaku tawuran tidak lagi hanya siswa SMA/SMK tetapi telah merembet ke tingkat SMP. Jamalus menyebut berdasarkan hasil koordinasi dengan Satpol PP Kota Padang, keterlibatan pelajar SMP dalam tawuran karena "dimentori" oleh senior-seniornya di SMA/SMK.
 
Jaringan informasi itu juga akan terus diperluas. Masyarakat di tingkat kelurahan pada akhirnya juga akan dilibatkan menjadi duta trantibum. Mereka akan jadi mata dan telinga pemerintah. Dengan demikian, seluruh kelurahan akan terpantau. Jika ada indikasi akan terjadi tawuran, laporan langsung masuk dan ditanggapi secepatnya.
 
Setiap duta trantibum diberikan akses pada aplikasi "Lapor Pak". Aplikasi yang disiapkan sebagai media untuk melaporkan informasi sekaligus menyaring informasi hoaks yang masuk sehingga Satpol PP dan kepolisian tidak menghabiskan energi menindaklanjuti laporan yang ternyata bohong.
 
Peran orang tua sangat penting
 
Selain upaya dari pemerintah, orang tua juga harus bisa menjadi benteng agar anak-anaknya tidak jatuh pada perilaku kekerasan dengan memantau siapa teman anak mereka dan aktifitas apa saja yang dilakukan sepulang dari sekolah.

Orang tua juga harus berfikir ulang untuk memberikan izin anak-anaknya keluar lewat tengah malam, apalagi menggunakan sepeda motor.
 
Dari hampir semua video terkait tawuran di Kota Padang, selalu melibatkan sepeda motor sebagai alat transportasi. Gerombolan tersebut berbonceng dua atau tiga tanpa menggunakan helm. Orang paling belakang seringkali memegang senjata tajam.
 
Jika orang tua mewajibkan anaknya yang menggunakan sepeda motor harus sudah sampai di rumah sebelum tengah malam, maka secara otomatis, prilaku tawuran akan berkurang.
 
Demikian juga peran masyarakat melalui Siskamling di tingkat RT dan RW perlu digerakkan untuk mendeteksi dini keberadaan kelompok remaja yang sering melakukan tawuran.

Pemerintah Desa dan Kelurahan bisa memotivasi RT dan RW untuk meningkatkan Patroli Siskamling yang tidak hanya memantau potensi kenakalan remaja tetapi juga secara umum bisa mencegah munculnya geng kriminal dari kalangan remaja.

Deteksi dini tidak hanya tugas dari Pemerintah dan Kepolisian tetapi semua elemen masyarakat harus bergerak untuk mencegah munculnya kelompok remaja yang semua hanya teman kongkow menjadi kelompok kriminal yang meresahkan.
 


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menggagas jaringan informasi sipil di Sumbar untuk cegah tawuran

Pewarta : Miko Elfisha
Editor : Siri Antoni
Copyright © ANTARA 2024