Padang (ANTARA) - Musik tradisi katumbak yang berkembang di Pariaman dan sekitarnya ditampilkan pada Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) 2024 di Taman Budaya Sumatera Barat di Padang.
"Kami menampilkan dua kelompok musik yang memainkan katumbak, yakni dari sanggar seni Cemara Padang Pariaman dan katumbak Anak Abak dari kota Pariaman," kata Kasi Produksi dan Kreasi Seni Budaya UPTD Taman Budaya Sumatera Barat Ade Efdira di Padang, Minggu.
Menurutnya, penampilan dua kelompok musik Katumbak ini menjadi salah satu daya tarik bagi penonton karena jarang ditampilkan terutama di Padang.
Pada karya sanggar seni Cemara, pemusik Eri Susanti mencoba mengkolaborasikan musik katumbak yang terdiri dari lagu-lagu dangdut dengan Tari Piring Bagigik, di mana salah satu penari menari dengan dua piring di tangan, empat sampai delapanpiring digigit dan disusun bertingkat tergantung kemampuan penari.
Katumbak adalah suatu ansambel yang hidup dan berkembang di Pariaman dan Padang Pariaman yang awalnya digunakan untuk mengiringi rombongan pengantin pria pergi ke rumah pengantin wanita.
Seni musik Katumbak merupakan perpaduan budaya Minang, Melayu, dan India, dengan ciri khas penggunaan harmonium dan gendang.
Sebutan katumbak sendiri berawal dari peniruan bunyi yang dihasilkan dari suara gendang, yang berbunyi "tum bak, tum bak", sehingga masyarakat menyebut kesenian ini dengan nama Katumbak atau Bakatumbak.
Tahun ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia melalui Dirjen Kebudayaan juga resmi menetapkan Katumbak sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Padang Pariaman
Kini musik Katumbak berkembang menjadi sebuah seni musik pertunjukan dan sering ditampilkan pada acara-acara resmi dan acara- acara pesta yang diselenggarakan oleh masyarakat. (*)
"Kami menampilkan dua kelompok musik yang memainkan katumbak, yakni dari sanggar seni Cemara Padang Pariaman dan katumbak Anak Abak dari kota Pariaman," kata Kasi Produksi dan Kreasi Seni Budaya UPTD Taman Budaya Sumatera Barat Ade Efdira di Padang, Minggu.
Menurutnya, penampilan dua kelompok musik Katumbak ini menjadi salah satu daya tarik bagi penonton karena jarang ditampilkan terutama di Padang.
Pada karya sanggar seni Cemara, pemusik Eri Susanti mencoba mengkolaborasikan musik katumbak yang terdiri dari lagu-lagu dangdut dengan Tari Piring Bagigik, di mana salah satu penari menari dengan dua piring di tangan, empat sampai delapanpiring digigit dan disusun bertingkat tergantung kemampuan penari.
Katumbak adalah suatu ansambel yang hidup dan berkembang di Pariaman dan Padang Pariaman yang awalnya digunakan untuk mengiringi rombongan pengantin pria pergi ke rumah pengantin wanita.
Seni musik Katumbak merupakan perpaduan budaya Minang, Melayu, dan India, dengan ciri khas penggunaan harmonium dan gendang.
Sebutan katumbak sendiri berawal dari peniruan bunyi yang dihasilkan dari suara gendang, yang berbunyi "tum bak, tum bak", sehingga masyarakat menyebut kesenian ini dengan nama Katumbak atau Bakatumbak.
Tahun ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia melalui Dirjen Kebudayaan juga resmi menetapkan Katumbak sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Padang Pariaman
Kini musik Katumbak berkembang menjadi sebuah seni musik pertunjukan dan sering ditampilkan pada acara-acara resmi dan acara- acara pesta yang diselenggarakan oleh masyarakat. (*)