Padang (ANTARA) - Pengamat ekonomi sumber daya manusia dari Universitas Andalas (Unand), Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Delfia Tanjung Sari menjelaskan penyebab tingginya lulusan strata 1 (sarjana) yang berkontribusi cukup signifikan terhadap angka pengangguran di tanah air.
"Setelah tamat biasanya mereka langsung menginginkan pekerjaan tertentu, dan cenderung milih-milih," kata Delfia Tanjung Sari, di Padang, Kamis.
Selain sangat selektif dan mempunyai ekspektasi yang tinggi, katanya lagi, para pencari kerja pemula tersebut merasa belum mempunyai beban layaknya pencari kerja yang sudah menikah.
"Mereka ini merasa belum punya tanggung jawab karena masih single. Jadi, kalau pun belum mendapatkan pekerjaan yang diinginkan mereka tidak terlalu memikirkannya," kata dia pula.
Secara spesifik dosen pada Fakultas Ekonomi Bisnis Unand itu melihat karakteristik pencari kerja usia muda masih didominasi laki-laki. Sementara, perempuan lebih cenderung menangkap peluang yang ada sebelum mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
"Jadi, kelompok pencari kerja usia muda ini lebih ke ego pribadi. Mereka merasa sarjana layak mendapatkan pekerjaan yang lebih," ujarnya.
Wakil Rektor I Unand Prof Syukri Arief merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) lulusan strata satu berkontribusi cukup signifikan terhadap angka pengangguran di tanah air.
"Ini menjadi tantangan kampus bagaimana melahirkan lulusan yang siap kerja dan memiliki jiwa entrepreneur," kata dia.
Merujuk data BPS Pusat, tingkat pengangguran terbuka di tanah air pada Februari 2024 mencapai 4,82 persen. Angka itu terus menunjukkan tren penurunan sejak 2021.
Pada Februari 2021, BPS RI mencatat tingkat pengangguran terbuka sebesar 6,26 persen, setahun kemudian angka pengangguran terbuka turun menjadi 5,83 persen. Selanjutnya pada Februari 2023 tingkat pengangguran terbuka kembali turun menjadi 5,45 persen.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat menjelaskan penyebab tingginya sarjana jadi pengangguran
"Setelah tamat biasanya mereka langsung menginginkan pekerjaan tertentu, dan cenderung milih-milih," kata Delfia Tanjung Sari, di Padang, Kamis.
Selain sangat selektif dan mempunyai ekspektasi yang tinggi, katanya lagi, para pencari kerja pemula tersebut merasa belum mempunyai beban layaknya pencari kerja yang sudah menikah.
"Mereka ini merasa belum punya tanggung jawab karena masih single. Jadi, kalau pun belum mendapatkan pekerjaan yang diinginkan mereka tidak terlalu memikirkannya," kata dia pula.
Secara spesifik dosen pada Fakultas Ekonomi Bisnis Unand itu melihat karakteristik pencari kerja usia muda masih didominasi laki-laki. Sementara, perempuan lebih cenderung menangkap peluang yang ada sebelum mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
"Jadi, kelompok pencari kerja usia muda ini lebih ke ego pribadi. Mereka merasa sarjana layak mendapatkan pekerjaan yang lebih," ujarnya.
Wakil Rektor I Unand Prof Syukri Arief merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) lulusan strata satu berkontribusi cukup signifikan terhadap angka pengangguran di tanah air.
"Ini menjadi tantangan kampus bagaimana melahirkan lulusan yang siap kerja dan memiliki jiwa entrepreneur," kata dia.
Merujuk data BPS Pusat, tingkat pengangguran terbuka di tanah air pada Februari 2024 mencapai 4,82 persen. Angka itu terus menunjukkan tren penurunan sejak 2021.
Pada Februari 2021, BPS RI mencatat tingkat pengangguran terbuka sebesar 6,26 persen, setahun kemudian angka pengangguran terbuka turun menjadi 5,83 persen. Selanjutnya pada Februari 2023 tingkat pengangguran terbuka kembali turun menjadi 5,45 persen.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat menjelaskan penyebab tingginya sarjana jadi pengangguran