Padang (ANTARA) - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Mahfud Md menyebut berdasarkan pengalamannya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang biasanya melakukan kecurangan ialah antar-peserta atau kontestan.
"Berdasarkan pengalaman saya sebagai hakim MK, yang curang itu biasanya antar-kontestan," kata Menko Polhukam RI Mahfud Md di Padang, Sumbar, Kamis.
Lebih jauh, antar-kontestan yang dimaksud, misalnya, partai politik A mencurangi partai B dengan cara membayar atau menyuap Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Itu betul. Sudah banyak yang dipenjara, sudah banyak yang dijatuhi sanksi. Baik itu dari kalangan kontestan maupun penyelenggaranya," kata Prof. Mahfud.
Teranyar, lanjut dia, salah seorang oknum anggota Bawaslu di Pulau Sumatera yang terkena operasi tangkap tangan (OTT). Oknum tersebut diketahui melakukan tawar menawar untuk menguntungkan pihak tertentu.
Mahfud tidak menampik penyelenggaraan pemilu memang kerap diwarnai kecurangan. Sehingga, hasil pesta demokrasi tersebut ternoda. Bahkan, tak jarang pula masyarakat menuding kecurangan itu dilakukan oleh aparat atau pemerintah.
Ia mengatakan pelanggaran pesta demokrasi tidak hanya terjadi pada peserta pemilu atau penyelenggara saja. Namun, institusi kepolisian dan TNI serta aparatur sipil negara juga bisa terjerat.
Oleh karena itu, ia mengingatkan pesan Presiden agar Pemilu 2024 dilaksanakan dengan jujur, adil, demokratis, tenang dan damai. Tidak hanya itu, merujuk kepada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan setiap aparat pemerintah harus netral.
Menurutnya, siapa pun anak bangsa yang terpilih pada Pemilu 2024 maka harus didukung, serta diberikan kesempatan untuk memimpin Indonesia dan berbakti kepada bangsa dan negara.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menko Polhukam sebut yang biasanya curang adalah antarkontestan
"Berdasarkan pengalaman saya sebagai hakim MK, yang curang itu biasanya antar-kontestan," kata Menko Polhukam RI Mahfud Md di Padang, Sumbar, Kamis.
Lebih jauh, antar-kontestan yang dimaksud, misalnya, partai politik A mencurangi partai B dengan cara membayar atau menyuap Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Itu betul. Sudah banyak yang dipenjara, sudah banyak yang dijatuhi sanksi. Baik itu dari kalangan kontestan maupun penyelenggaranya," kata Prof. Mahfud.
Teranyar, lanjut dia, salah seorang oknum anggota Bawaslu di Pulau Sumatera yang terkena operasi tangkap tangan (OTT). Oknum tersebut diketahui melakukan tawar menawar untuk menguntungkan pihak tertentu.
Mahfud tidak menampik penyelenggaraan pemilu memang kerap diwarnai kecurangan. Sehingga, hasil pesta demokrasi tersebut ternoda. Bahkan, tak jarang pula masyarakat menuding kecurangan itu dilakukan oleh aparat atau pemerintah.
Ia mengatakan pelanggaran pesta demokrasi tidak hanya terjadi pada peserta pemilu atau penyelenggara saja. Namun, institusi kepolisian dan TNI serta aparatur sipil negara juga bisa terjerat.
Oleh karena itu, ia mengingatkan pesan Presiden agar Pemilu 2024 dilaksanakan dengan jujur, adil, demokratis, tenang dan damai. Tidak hanya itu, merujuk kepada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan setiap aparat pemerintah harus netral.
Menurutnya, siapa pun anak bangsa yang terpilih pada Pemilu 2024 maka harus didukung, serta diberikan kesempatan untuk memimpin Indonesia dan berbakti kepada bangsa dan negara.
Tambahan informasi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Ketiganya yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Penetapan tersebut dilakukan setelah KPU melakukan verifikasi dokumen dan melihat hasil tes kesehatan kedua pasangan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menko Polhukam sebut yang biasanya curang adalah antarkontestan