​​​​​​​Bukittinggi (ANTARA) -
Jaksa Agung RI melalui Kejaksaan Negeri (Kejari) Bukittinggi, Sumatera Barat menerapkan langkah Restorative Justice (RJ) terhadap dua perkara pidana penyalahgunaan narkotika dengan jumlah pelaku dua orang.
 
 
"Pendekatan keadilan atau RJ diterapkan pada perkara narkotika berjumlah dua orang pelaku dengan inisial BP (17) alamat Bukittinggi dan JCA ( 21) Kabupaten Agam, telah dihentikan penuntutannya," kata Kasi Intel Kejari Bukittinggi, Wiwin Iskandar Islamy, Sabtu.
 
 
Ia menegaskan penghentian penuntutan ini sudah dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Jaksa Agung R.I nomor 18 tahun 2021 dan sudah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum).
 
 
Kedua Tersangka sebelumnya telah melanggar pasal 112 ayat 1 atau pasal 127 ayat 1 huruf a uu no 35 tahun 2019 tentang narkotika.
 
 
"Alasan penghentian Penuntutan terhadap kedua Tersangka dilakukan diantaranya, barang bukti yang tidak melebihi dengan jumlah pemakaian satu hari, berdasarkan penyidikan, asesmen terpadu dan profiling yang dilakukan jaksa fasilitator, tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika," kata Wiwin.
 
 
Ia mengungkap dalam penyidikan kedua pelaku diketahui juga bukan target operasi, dan merupakan pengguna terakhir (end user).
 
 
"Tersangka juga belum pernah menjalani rehabilitasi, alasan berikutnya ada surat jaminan tersangka untuk menjalani rehabilitasi melalui proses hukum dari keluarganya dan surat pernyataan bahwa tersangka bersedia untuk menjalani rehab," kata dia.
 
 
Menurutnya tindakan RJ diperkuat dengan adanya respon positif dari masyarakat bagi kedua pelaku.
 
 
Wiwin Iskandar menjelaskan RJ merupakan program dari Jaksa Agung untuk penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dilakukan dengan mengedepankan keadilan dan kemanfaatan serta mempertimbangkan asas peradilan cepat.
 
 
Restorative Justice adalah salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara pidana dan dapat dijadikan instrumen pemulihan dan sudah dilaksanakan oleh Kepolisian dan Kejaksaan dan Mahkamah Agung (MA) dalam bentuk pemberlakuan kebijakan.
 
 
Sementara itu Jaksa Penuntut Umum (JPU), Yuana Prastha menambahkan bahwa Pelaksanaan RJ dilakukan setelah sebelumnya dilakukan kualifikasi.
 
 
"Kami kualifikasi ini masuknya ke mana apakah ini pengedar atau jaringan, target atau memang pengguna terakhir, dan juga ada pemeriksaan laboratorium forensik, dan ini butuh proses sebelum pembebasan tuntutan ini dilakukan serta melalui proses yang panjang, semuanya di tanggung negara," kata dia.
 
 
"Diharapkan dengan dihentikannya perkara pidana melalui RJ terhadap BP dan JCA, tersangka dapat bertobat dan dapat menjalani kehidupan bermasyarakat tanpa adanya label atau stigmatisasi sebagai ”terpidana”," pungkasnya.
 

Pewarta : Alfatah
Editor : Siri Antoni
Copyright © ANTARA 2024