Jakarta (ANTARA) - Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani meminta pembangunan smelter, termasuk milik PT Freeport Indonesia agar dipercepat hingga akhir 2023.
Hal tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 yang mengatur penetapan tarif bea keluar (BK) atas ekspor produk tembaga didasarkan pada kemajuan fisik pembangunan.
“Jadi pemerintah tentunya mengharapkan penyelesaian smelter yang tertunda dari yang seharusnya bulan Juni, Juli ini kita selesaikan, mengupayakan kalau bisa diselesaikan di akhir 2023,” kata Askolani dalam konferensi pers APBN KiTa yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan, meskipun Freeport telah mengusulkan adanya perpanjangan waktu ekspor konsentrat tembaga hingga Mei 2024, namun ia mengingatkan adanya risiko peningkatan lapisan tarif BK jika pembangunan smelter semakin berlarut.
”Tentunya perbedaan daripada lapisan BK ini diharapkan pemerintah, penyelesaian smelter ini bisa dipercepat, kalau bisa 2023, itu yang diupayakan tetapi kalau kemudian tertunda 2024, bulan April maka BK akan dikenakan dengan tarif yang lebih tinggi dibandingkan 2023,” ujarnya.
Adapun Berdasarkan PMK Nomor 71 Tahun 2023, tahapan kemajuan fisik pembangunan fasilitas smelter terdiri dari tiga tahap, yakni sebagai berikut:
a. Tahap I dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari atau sama dengan 50% sampai kurang dari 70% dari total pembangunan.
b. Tahap II dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari atau sama dengan 70% sampai kurang dari 90% dari total pembangunan.
c. Tahap III dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari atau sama dengan 90% sampai dengan 100% dari total pembangunannya.
Perbedaan dengan aturan yang lama yakni adanya pembebasan tarif BK jika pembangunan smelter lebih dari 50 persen. Besaran tarif tersebut ditetapkan pemerintah berdasarkan konsentrat dari hasil tambang dengan besaran tarif BK yang naik secara bertahap.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenkeu minta pembangunan smelter dipercepat hingga akhir 2023
Hal tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 yang mengatur penetapan tarif bea keluar (BK) atas ekspor produk tembaga didasarkan pada kemajuan fisik pembangunan.
“Jadi pemerintah tentunya mengharapkan penyelesaian smelter yang tertunda dari yang seharusnya bulan Juni, Juli ini kita selesaikan, mengupayakan kalau bisa diselesaikan di akhir 2023,” kata Askolani dalam konferensi pers APBN KiTa yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan, meskipun Freeport telah mengusulkan adanya perpanjangan waktu ekspor konsentrat tembaga hingga Mei 2024, namun ia mengingatkan adanya risiko peningkatan lapisan tarif BK jika pembangunan smelter semakin berlarut.
”Tentunya perbedaan daripada lapisan BK ini diharapkan pemerintah, penyelesaian smelter ini bisa dipercepat, kalau bisa 2023, itu yang diupayakan tetapi kalau kemudian tertunda 2024, bulan April maka BK akan dikenakan dengan tarif yang lebih tinggi dibandingkan 2023,” ujarnya.
Adapun Berdasarkan PMK Nomor 71 Tahun 2023, tahapan kemajuan fisik pembangunan fasilitas smelter terdiri dari tiga tahap, yakni sebagai berikut:
a. Tahap I dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari atau sama dengan 50% sampai kurang dari 70% dari total pembangunan.
b. Tahap II dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari atau sama dengan 70% sampai kurang dari 90% dari total pembangunan.
c. Tahap III dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari atau sama dengan 90% sampai dengan 100% dari total pembangunannya.
Perbedaan dengan aturan yang lama yakni adanya pembebasan tarif BK jika pembangunan smelter lebih dari 50 persen. Besaran tarif tersebut ditetapkan pemerintah berdasarkan konsentrat dari hasil tambang dengan besaran tarif BK yang naik secara bertahap.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenkeu minta pembangunan smelter dipercepat hingga akhir 2023