Painan, (ANTARA) - Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat masuk empat besar dari 32 daerah di tiga provinsi yang lolos verifikasi penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) tagging atau penggunaan yang diatur. 

Kepala Badan Pendapatan Keuangan dan Pengelolaan Aset Daerah (BPKPAD) Kabupaten Pesisir Selatan Hellen Hamneista di Painan, Kamis mengatakan masuknya daerah ini merupakan buah dari konsistensi pemerintah kabupaten dalam beranggaran yang sesuai PMK nomor 212/PMK.07/2022.

"Ya, Alhamdulillah. Lebih kurang Rp62 miliar. Permintaan yang kita ajukan tanpa proses verifikasi, sejalan dengan kepatuhan dalam menyusun anggaran," kata dia.

Pemerintah pusat membagi pencairan DAU sebanyak empat tahap sampai akhir tahun anggaran. Pencairan tahap pertama paling cepat Februari dan paling lambat pada 30 Juni tahun berjalan. 

Berdasarkan data BPKPAD total DAU yang diterima Pesisir Selatan tahun ini tercatat Rp836 miliar. Dari jumlah itu sekitar Rp514 miliar merupakan alokasi yang bebas digunakan. 

Sedangkan sisanya sekitar Rp302 miliar diatur penggunaannya, sesuai amanah pasal 2 PMK 212, yakni untuk pendidikan, pekerjaan umum, kesehatan, PPP3 dan dana kelurahan. 

Hellen melanjutkan penyusunan APBD 2023 berbeda dengan tahun sebelumnya, seiring terbitnya UU nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. 

Kemudian dipertegas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 212 tentang Indikator Tingkat Kinerja Daerah dan Ketentuan Umum Bagian Dana Alokasi Umum (DAU) yang Ditentukan Penggunaannya. 

Awalnya pemerintah kabupaten dalam menyusun anggaran telah mengakomodir PMK 212. Kemudian terbit surat S-173//PK/2022 tentang Penyampaian Rincian Alokasi Transfer ke Daerah.

Surat tersebut menegaskan fokus kegiatan hanya di tiga bidang, yakni pendidikan, kesehatan dan PU, sehingga memicu polemik antara Banggar DPRD dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

Pemerintah berharap penegasan itu dapat mencapai pemenuhan standar pelayanan dasar masyarakat sesuai target RPJMN 2019-2024 yang sekaligus merupakan urusan wajib pemerintah. 

"Artinya, konsistensi dalam beranggaran itu merupakan bukti nyata komitmen Pemkab mewujudkan tersedianya pelayanan dasar masyarakat yang memadai," terang Hellen.

Menurutnya pemerintah kabupaten bukan tidak mau memberi anggaran lebih selain tiga bidang sesuai PMK 212 namun akibat keterbatasan DAU bebas yang membuat tidak bisa direalisasikan. 

Pemerintah daerah tidak lagi bisa sesuka hati menyusun maupun mengalokasikan anggaran, karena berisiko tidak cairnya DAU tagging. Jika belum, kepala daerah wajib menyediakan di APBD perubahan.
 
Pusat menilai besarnya transfer ke daerah selama Ini ternyata tidak berbanding lurus dengan target capaian RPJMN 2021-2024, sehingga pemerintah pusat melakukan pengetatan anggaran. 

Kebijakan itu tidak hanya dirasakan Pesisir Selatan semata, tapi juga dirasakan daerah lain dan sebagian program pembangunan yang telah direncanakan terpaksa ditunda sementara waktu. 

Dirinya meyakini secara hirarki pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kita pasti menerima kebijakan penyusunan anggaran yang telah ditetapkan pemerintah pusat. 

Bahkan Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan menyampaikan permohonan ke pemerintah pusat untuk penysuaian anggaran, namun hingga belum ada jawaban. 

Namun jika pemerintah pusat mengabulkan permohonan pemerintah kabupaten, semua pihak yang selama ini merasa dirugikan bisa menikmati kelebihannya pada perubahan anggaran. 

"Jika salah hitung tentu APBD tidak lolos verifikasi, tapi kita justru empat daerah pertama yang dicairkan DAU tagging. Semoga standar layanan dasar masyarakat menjadi lebih baik," ujarnya. (*)

Pewarta : Teddy Setiawan
Editor : Mukhlisun
Copyright © ANTARA 2024