Simpang Empat (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pasaman Barat, Sumatera Barat memutuskan agar PT Bakrie Pasaman Plantation (PT BPP) Unit I Sungai Aur menyerahkan kebun plasma seluas 300 hektare kepada Kelompok Tani Bukit Intan Sikabau.
"Putusan sudah ada pada 25 Januari 2023 lalu. Gugatan klien kami, Zulhiddin, sebagian dikabulkan Majelis Hakim,” kata Kuasa Hukum Penggugat Abdul Hamid Nasution di Simpang Empat, Senin.
Zulhiddin dan kawan-kawan adalah pengurus dari Keltan Bukit Intan Sikabau. Gugatannya dikabulkan atas kepemilikan Kebun Plasma seluas 300 hektare yang selama ini dikuasai oleh PT Bakrie Pasaman Plantation (PT BPP) Unit I Sungai Aur, Pasaman Barat.
Ia menjelaskan gugatan dilakukan terhadap tergugat (PT BPP) karena belum memenuhi kewajibannya kepada Keltan Bukit Intan Sikabau atas kekurangan lahan seluas 300 hektare.
Menurutnya kesepakatan dahulunya PT PBB berkewajiban membangunkan kebun seluas 800 hektare. Namun faktanya hanya seluas 500 hektare yang diserahkan pada 1 Agustus 2000.
Artinya sudah 23 tahun PT BPP belum menyerahkan sisa lahan yang telah disepakati. Tuntutan atas kekurangan lahan itu, juga tidak lepas dari SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Pasaman pada tanggal 26 Januari 1998.
Kemudian, kesepakatan membangunkan kebun seluas 800 hektare juga telah dikuatkan dalam Surat Kantor Pertanahan Kabupaten Pasaman.
Surat itu perihal rekomendasi Keltan Gunung Intan Sikabau yang ditujukan kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Pasaman pada 16 Desember 1994.
"Tentu dengan berlarut-larutnya proses pembangunan kekurangan lahan plasma ini telah menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat khususnya penggugat," jelasnya.
Adapun putusan majelis hakim diketuai oleh Imam Kharisma dan dua orang hakim anggota Hilman Maulana Yusuf dan Arny Dewi Purnamasari. Majelis memutuskan tergugat untuk mematuhi isi putusan.
Sementara itu salah seorang warga yang tergabung dalam Keltan Bukit Intan Sikabau, Muslim Hasugian menerangkan dirinya telah mengikuti semua rangkaian proses permasalahan dengan PT BPP hingga sampai putusan sidang.
Ia juga sebelumnya telah mengikuti penentuan titik koordinat lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT BPP dengan pihak BPN Sumbar, Rabu (30/3/2022) lalu.
"Masyarakat Sikabau yang tergabung dalam Kelompok Tani (Keltan) Plasma Bukit Intan Sikabau telah menderita lebih dari 23 tahun akibat perlakuan PT BPP ini,” katanya.
Ia menjelaskan ninik mamak (pemangku adat) Datuak Pancang Sikabau selaku pemilik tanah ulayat telah menyerahkan tanah ulayat pada tahun 1990 kepada negara dengan kesepakatan antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat Sikabau.
Tanah ulayat itu diserahkan dengan luas sekitar 1.600 hektare untuk membangun kebun kelapa sawit Plasma Bukit Intan Sikabau. Namun nyatanya pada tahun 2000 keluar surat keputusan bupati seluas 800 hektare.
Artinya kata dia, kesepakatan awal kebun plasma yang diperuntukan kepada masyarakat berbeda.
Lahan seluas 800 hektare berdasarkan surat keputusan bupati dibangun dalam dua tahap.
Di tahap pertama perusahaan telah menyerahkan kebun sawit yang telah dibangun seluas 500 hektare ke Keltan Plasma Bukit Intan Sikabau. Sedangkan sisanya seluas 300 hektare dibangun di tahap kedua.
Akan tetapi lahan 300 hektare ditahap kedua itu hingga kini masih dikuasai oleh pihak PT BPP dengan masa tanam pada tahun 1994. Artinya perusahaan telah mengambil hasil kebun tersebut lebih dari 21 tahun yang seharusnya menjadi hak masyarakat Sikabau.
"Dengan putusan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada PN Pasaman Barat khususnya kepada majelis hakim yang telah memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya," sebutnya.
Sementara itu Humas Pengadilan Negeri Pasaman Barat Warman Priyatno membenarkan Majelis Hakim mengabulkan tuntutan masyatakat terhadap PT BPP.
"Benar, tuntutan itu dikabulkan," katanya.
"Putusan sudah ada pada 25 Januari 2023 lalu. Gugatan klien kami, Zulhiddin, sebagian dikabulkan Majelis Hakim,” kata Kuasa Hukum Penggugat Abdul Hamid Nasution di Simpang Empat, Senin.
Zulhiddin dan kawan-kawan adalah pengurus dari Keltan Bukit Intan Sikabau. Gugatannya dikabulkan atas kepemilikan Kebun Plasma seluas 300 hektare yang selama ini dikuasai oleh PT Bakrie Pasaman Plantation (PT BPP) Unit I Sungai Aur, Pasaman Barat.
Ia menjelaskan gugatan dilakukan terhadap tergugat (PT BPP) karena belum memenuhi kewajibannya kepada Keltan Bukit Intan Sikabau atas kekurangan lahan seluas 300 hektare.
Menurutnya kesepakatan dahulunya PT PBB berkewajiban membangunkan kebun seluas 800 hektare. Namun faktanya hanya seluas 500 hektare yang diserahkan pada 1 Agustus 2000.
Artinya sudah 23 tahun PT BPP belum menyerahkan sisa lahan yang telah disepakati. Tuntutan atas kekurangan lahan itu, juga tidak lepas dari SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Pasaman pada tanggal 26 Januari 1998.
Kemudian, kesepakatan membangunkan kebun seluas 800 hektare juga telah dikuatkan dalam Surat Kantor Pertanahan Kabupaten Pasaman.
Surat itu perihal rekomendasi Keltan Gunung Intan Sikabau yang ditujukan kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Pasaman pada 16 Desember 1994.
"Tentu dengan berlarut-larutnya proses pembangunan kekurangan lahan plasma ini telah menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat khususnya penggugat," jelasnya.
Adapun putusan majelis hakim diketuai oleh Imam Kharisma dan dua orang hakim anggota Hilman Maulana Yusuf dan Arny Dewi Purnamasari. Majelis memutuskan tergugat untuk mematuhi isi putusan.
Sementara itu salah seorang warga yang tergabung dalam Keltan Bukit Intan Sikabau, Muslim Hasugian menerangkan dirinya telah mengikuti semua rangkaian proses permasalahan dengan PT BPP hingga sampai putusan sidang.
Ia juga sebelumnya telah mengikuti penentuan titik koordinat lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT BPP dengan pihak BPN Sumbar, Rabu (30/3/2022) lalu.
"Masyarakat Sikabau yang tergabung dalam Kelompok Tani (Keltan) Plasma Bukit Intan Sikabau telah menderita lebih dari 23 tahun akibat perlakuan PT BPP ini,” katanya.
Ia menjelaskan ninik mamak (pemangku adat) Datuak Pancang Sikabau selaku pemilik tanah ulayat telah menyerahkan tanah ulayat pada tahun 1990 kepada negara dengan kesepakatan antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat Sikabau.
Tanah ulayat itu diserahkan dengan luas sekitar 1.600 hektare untuk membangun kebun kelapa sawit Plasma Bukit Intan Sikabau. Namun nyatanya pada tahun 2000 keluar surat keputusan bupati seluas 800 hektare.
Artinya kata dia, kesepakatan awal kebun plasma yang diperuntukan kepada masyarakat berbeda.
Lahan seluas 800 hektare berdasarkan surat keputusan bupati dibangun dalam dua tahap.
Di tahap pertama perusahaan telah menyerahkan kebun sawit yang telah dibangun seluas 500 hektare ke Keltan Plasma Bukit Intan Sikabau. Sedangkan sisanya seluas 300 hektare dibangun di tahap kedua.
Akan tetapi lahan 300 hektare ditahap kedua itu hingga kini masih dikuasai oleh pihak PT BPP dengan masa tanam pada tahun 1994. Artinya perusahaan telah mengambil hasil kebun tersebut lebih dari 21 tahun yang seharusnya menjadi hak masyarakat Sikabau.
"Dengan putusan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada PN Pasaman Barat khususnya kepada majelis hakim yang telah memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya," sebutnya.
Sementara itu Humas Pengadilan Negeri Pasaman Barat Warman Priyatno membenarkan Majelis Hakim mengabulkan tuntutan masyatakat terhadap PT BPP.
"Benar, tuntutan itu dikabulkan," katanya.