Padang Aro, (ANTARA) - Direktur Panas Bumi Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Harris Yahya, mengatakan pemanfaatan sorgum untuk bioethanol bisa menjadi alternatif saat ketersediaan bahan bakar minyak dari fosil mulai berkurang.
"Indonesia telah sukses menggunakan biodesel yang menggunakan minyak sawit untuk campuran solar. Kita bisa menjadi contoh ini untuk BBM jenis premium, perlite atau pertamax dengan menggunakan etanol dari sorgum ini," katanya di Padang Aro, Solok Selatan, Sumatera Barat, Rabu.
Hal itu ia sampaikan saat menghadiri Pencanangan Program Solok Selatan Menuju Sentra Sorgum Nasional - Integrasi Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Ketahanan Pangan, Ketahanan Pakan, dan Ketahanan Energi di Padang Aro, Rabu.
Indonesia, katanya telah sukses sebagai negara yang menggunakan biodiesel terbanyak di dunia. Komposisi pemanfaatan minyak sawit untuk campuran solar di Indonesia saat ini sudah mencapai 30 persen dan menuju 40 persen.
Saat ini, katanya pemerintah tengah menggalakan penanaman sorgum sebagai alternatif pangan. Selain sebagai bahan pangan, katanya sorgum juga bisa dimanfaatkan untuk pembuatan etanol sebagai campuran bahan bakar minyak.
Ia menceritakan bahwa dalam perjalanannya menuju lokasi Pencanangan Program Solok Selatan Menuju Sentra Sorgum Nasional - Integrasi Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Ketahanan Pangan, Ketahanan Pakan, dan Ketahanan Energi terlihat panjangnya antrean kendaraan yang mengisi BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
"Ini menandakan adanya permasalahan dalam kecukupan ketersediaan BBM, suplai BBM. Ini merupakan potret kecil bahwa utama bisa terjadi kapan saja jika hanya tergantung pada satu produk," ujarnya.
Untuk itu, katanya perlu adanya BBM alternatif sehingga adanya jaminan ketersediaan BBM sehingga tidak ada lagi antrean kendaraan yang mengisi bahan bakar di SPBU.
"Seperti kata pak Wamentan tadi, kita harus memperkaya alternatif sehingga tidak tergantung pada satu jenis produk. Jika tidak dibuat alternatif yang lainnya, semisal bioetanol kita akan dihadapkan pada hal-hal seperti itu saja," katanya.
Penggunaan bioethanol, katanya juga akan mengurangi emisi gas rumah kaca. "Karena etanol itu mengurangi emisi," ujarnya. (*)
"Indonesia telah sukses menggunakan biodesel yang menggunakan minyak sawit untuk campuran solar. Kita bisa menjadi contoh ini untuk BBM jenis premium, perlite atau pertamax dengan menggunakan etanol dari sorgum ini," katanya di Padang Aro, Solok Selatan, Sumatera Barat, Rabu.
Hal itu ia sampaikan saat menghadiri Pencanangan Program Solok Selatan Menuju Sentra Sorgum Nasional - Integrasi Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Ketahanan Pangan, Ketahanan Pakan, dan Ketahanan Energi di Padang Aro, Rabu.
Indonesia, katanya telah sukses sebagai negara yang menggunakan biodiesel terbanyak di dunia. Komposisi pemanfaatan minyak sawit untuk campuran solar di Indonesia saat ini sudah mencapai 30 persen dan menuju 40 persen.
Saat ini, katanya pemerintah tengah menggalakan penanaman sorgum sebagai alternatif pangan. Selain sebagai bahan pangan, katanya sorgum juga bisa dimanfaatkan untuk pembuatan etanol sebagai campuran bahan bakar minyak.
Ia menceritakan bahwa dalam perjalanannya menuju lokasi Pencanangan Program Solok Selatan Menuju Sentra Sorgum Nasional - Integrasi Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Ketahanan Pangan, Ketahanan Pakan, dan Ketahanan Energi terlihat panjangnya antrean kendaraan yang mengisi BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
"Ini menandakan adanya permasalahan dalam kecukupan ketersediaan BBM, suplai BBM. Ini merupakan potret kecil bahwa utama bisa terjadi kapan saja jika hanya tergantung pada satu produk," ujarnya.
Untuk itu, katanya perlu adanya BBM alternatif sehingga adanya jaminan ketersediaan BBM sehingga tidak ada lagi antrean kendaraan yang mengisi bahan bakar di SPBU.
"Seperti kata pak Wamentan tadi, kita harus memperkaya alternatif sehingga tidak tergantung pada satu jenis produk. Jika tidak dibuat alternatif yang lainnya, semisal bioetanol kita akan dihadapkan pada hal-hal seperti itu saja," katanya.
Penggunaan bioethanol, katanya juga akan mengurangi emisi gas rumah kaca. "Karena etanol itu mengurangi emisi," ujarnya. (*)