Padang (ANTARA) -
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong dilakukannya reformasi keuangan partai politik khususnya pengaturan dana kampanye agar lebih transparan dan akuntabel.
"Selama ini soal dana kampanye memang sudah diatur dalam undang-undang berupa pembatasan sumbangan perorangan maupun badan usaha, akan tetapi pembatasan tersebut cenderung tidak membatasi," kata Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini di Padang, Jumat.
Ia menyampaikan hal itu pada Seminar bertajuk Reformasi Keuangan Partai Politik Menuju Pemilu 2024 digelar oleh Pusat Studi Konstitusi bekerja sama dengan Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Menurut dia selama ini dalam UU pemilu pendanaan kampanye diatur melalui tiga pihak yaitu kandidat, sumbangan perseorangan dan sumbangan badan usaha nonpemerintah.
Namun yang dibatasi hanya dua yaitu sumbangan perseorangan dan badan usaha nonpemerintah atau pihak ketiga tidak mengikat.
"Tapi dana kampanye yang berasal dari pengurus atau kandidat di partai politik tidak ada pembatasan," ujarnya.
Oleh sebab itu jika ada kandidat yang punya uang Rp10 triliun mau dihabiskan untuk kampanye pemilu dan pilpres tidak ada persoalan.
"Padahal pembatasan dana kampanye perlu dilakukan agar terselenggara kompetisi yang adil dan setara serta memungkinkan adanya koreksi bagi calon petahana," kata dia.
Perludem menemukan dari pelaksanaan pemilu sejak 2014 uang menjadi sesuatu yang amat mempengaruhi.
"Uang penting tapi bukan segalanya, tapi kalau melihat perkembangan pemilu kita kayaknya uang menjadi segalanya," kata dia.
Ia merinci pada pemilu 2004 batasan sumbangan perorangan Rp100 juta, badan hukum nonpemerintah Rp750 juta. Kemudian pada pemilu 2009 perorangan naik menjadi Rp1 miliar dan badan hukum menjadi Rp5 miliar.
Selanjutnya pada pemilu 2014 batasan sumbangan perorangan menjadi Rp1 miliar dan badan hukum non pemerintah Rp7,5 miliar.
Puncaknya pada pemilu 2019 batasan sumbangan perorangan Rp2,5 miliar dan badan hukum Rp25 miliar.
"Namun faktanya tidak pernah ada badan hukum yang menyumbang sampai Rp25 miliar sehingga pembatasan dana sumbangan kampanye di Indonesia pada dasarnya cenderung tidak membatasi karena angkanya terlalu besar," kata dia.
Selain itu jika melihat laporan dana kampanye juga tidak pernah ada individu yang menyumbang sampai Rp2,5 miliar kecuali pengurus partai.
" Selama ini laporan yang diberikan merupakan laporan partai politik tapi uang yang ada di lapangan merupakan uang kandidat atau caleg," katanya lagi.
Oleh sebab itu ia menilai perlu dilakukan reformasi keuangan partai politik karena pelaporan dana kampanye dinilai tidak efektif karena tidak menggambar yang sesungguhnya.
Sejalan dengan itu Direktur Eksekutif Perludem Khoirunisa Nur Agustyati menyampaikan selama ini dana kampanye lebih banyak berasal dari sumbangan kandidat.
"Namun kandidat tidak melaporkan dan hanya partai yang melaporkan sehingga publik tidak pernah tahu berapa sebenarnya kandidat keluar uang," kata dia
Pihaknya juga menemukan ternyata kandidat yang paling banyak banyak keluar adalah kandidat dengan nomor urut kecil dan setelah pemilu mayoritas yang menang adalah mereka yang juga memiliki nomor urut kecil.