Padang (ANTARA) -  Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak perlu menunggu proses praperadilan untuk menangkap tersangka kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan, Selatan (Kalsel)  Mardani H. Maming. 

Boyamin melalui siaran pers yang diterima di Padang menyampaikan KPK bisa menangkap atau menahan siapa pun yang telah ditetapkan menjadi tersangka termasuk dalam hal ini Mardani  yang menjabat sebagai Bendahara Umum (Bendum) PBNU. 

"KPK bisa menangkap atau menahan siapa pun yang telah jadi tersangka dan tidak terhalang oleh proses praperadilan," kata dia 

Boyamin menegaskan jika  KPK juga sudah pernah melakukan hal serupa pada kasus mega korupsi KTP elektronik yang melibatkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.

"Sebagai contoh KPK tetap menangkap dan menahan Setya Novanto kasus e KTP meski pun Setya Novanto melakukan upaya praperadilan tahun 2015," kata dia.

Sebelumnya, KPK tidak hanya menjerat Bendum PBNU Mardani H Maming dengan kasus suap. KPK pimpinan Firli Bahuri juga menaikan penyidikan terkait gratifikasi yang diterima Mardani  pada perkara IUP di Kabupaten Tanah Bumbu saat menjabat sebagai Bupati. 

"KPK telah menaikan ke tahap penyidikan terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan penerimaan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri


Ali kembali menegaskan, dugaan gratifikasi Mardani Maming diduga dilakukan saat dirinya menjabat Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Bahkan, Ali menekankan, KPK juga sudah mengantongi sejumlah bukti perbuatan pidana Mardani Maming ini.

"Setelah KPK meminta bahan keterangan kepada sejumlah pihak dan kemudian  ditemukan bukti permulaan yang cukup,"  kata  Ali.

Sebelumnya Kuasa hukum mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming, Bambang Widjojanto, mengklaim perkara yang menjerat kliennya merupakan perkara bisnis.

"Ini isunya sebenarnya transaksi bisnis. Transaksi bisnis, under line-nya (garis bawahnya) itu bisnis," kata Bambang usai menghadiri sidang perdana praperadilan yang diajukan oleh Mardani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, sebagaimana dikutip dalam keterangan tertulis.

Namun, lanjut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru menduga Mardani melakukan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi.

"Akan tetapi, kemudian ada tuduhan dengan korupsi kalau yang dipakai Pasal 12A, 12B, dan Pasal 11 (Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi). Lah, itu isunya artinya gratifikasi. Itu terjadi lebih dari 10 tahun yang lalu. Ini ngomong gratifikasi 10 tahun yang lalu," kata Bambang.

Dengan demikian, dia menilai perkara ini menjadi menarik lantaran dugaan korupsi yang disematkan oleh KPK pada Mardani adalah persoalan transaksi bisnis.

"Nah, kalau under line-nya adalah transaksi bisnis yang jelas akadnya, terus ada tudingan seperti ini, ini 'kan jadi menarik. Kasus ini jadi menarik karena itu," kata Bambang.

Mantan pimpinan KPK ini juga menanggapi perihal anggapan bahwa perkara korupsi yang menjerat Mardani terjadi saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.

Bambang mengatakan bahwa dugaan awal tentang tindak pidana korupsi oleh kliennya tersebut adalah mengenai pemberian izin usaha pertambangan (IUP).

"Karena yang menjadi dasar itu, under line-nya itu soal IUP, izin usaha pertambangan. Saya punya deretan argumen di situ, cuma saya tidak mau mengadili KPK di ruang media seperti ini. Kami bertarung gagasannya itu di ruang pengadilan. Pada saatnya nanti, akan kami kemukakan," ujar Bambang yang mengaku ditunjuk oleh PBNU sebagai kuasa hukum bagi Mardani.


 

Pewarta : Relis
Editor : Ikhwan Wahyudi
Copyright © ANTARA 2024