Simpang Empat (ANTARA) - Ratusan warga Sikabau Kecamatan Parit Koto Balingka, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat meminta perusahaan kelapa sawit PT Bakrie Pasaman Plantation (BPP) menyerahkan 300 hektare lahan plasma sesuai kesepakatan awal.
"Kami sudah menderita selama 20 tahun lebih karena hak kami tidak diberikan dan diambil pihak perusahaan PT BPP unit II Air Balam," kata juru bicara masyarakat Sikabau Muslim Hasugian di Simpang Empat, Kamis.
Menurutnya sesuai laporan mereka ke Polda Sumbar, maka pada Rabu (30/3) Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumbar didampingi jajaran Polda Sumbar dan Polres Pasaman Barat datang menentukan koordinat lahan yang mereka pertahankan.
Ia berharap dengan adanya penentuan titik koordinat ini maka akan jelas apakah lahan 300 hektare ini masuk kedalam Hak Guna Usaha PT BPP atau memang hak masyarakat pada Kelompok Tani Bukit Intan Sikabau.
"Sesuai bukti dan dokumen yang kami punya jelas lahan 300 hektare ini tidak masuk pada HGU perusahaan 5.350 hektare karena batas lahan itu jelas kanal atau parit," tegasnya.
Baca juga: DPRD Sumbar terima aspirasi masyarakat Solok Selatan terkait sengketa lahan
Sementara itu perusahaan selama 20 tahun telah memanen tanpa bisa dinikmati masyarakat. Ditaksir kerugian masyarakat hingga saat ini mencapai Rp150 miliar.
Ia menjelaskan pada 1990 ninik mamak Sikabau memberikan tanah ulayat kepada negara dengan kesepakatan semua pihak mulai masyarakat, perusahaan, ninik mamak, tokoh agama dan tokoh adat untuk plasma Kelompok Tani Bukit Intan Sikabau seluas 1.600 hektare.
Pada tahun 2.000 keluarlah Surat Keputusan Bupati Pasaman sekitar 800 hektare peruntukan plasma bagi Kelompok Bukit Intan Silabau.
Tahap pertama seluas 500 hektare telah dibangun dan 300 hektare pada tahap kedua oleh perusahaan. Tetapi dari 800 hektare yang disepakati itu, 300 hektare yang ditanam pada 1994 masih perusahaan yang memanen hingga saat ini.
"Seharusnya yang menikmati masyarakat yang tergabung pada Kelompok Tani Bukit Intan Sikabau. Ternyata hingga saat ini tidak sama sekali," ujarnya.
Bahkan perusahaan membangun hutan konservasi di tengah-tengah kebun yang membuat masyarakat tidak bisa menjalankan program pemerintah persertifikatan tidak bisa lagi.
"Kami akan mempertahankan hak kami sampai kapanpun. Berbagai upaya telah dilakukan mulai ke Pemkab, DPRD, Komnas HAM dan Ombudsmen namun hasilnya tidak ada. Yang jelas kami akan pertahankan hak kami," tegasnya.
Baca juga: 5.000 warga Tiku Lima Jorong bakal duduki perusahaan PT AMP Plantation
Dengan kedatangan BPN maka pihaknya berharap hasilnya dapat diketahui sehingga tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Kepada penegak hukum mereka mengharapkan bisa menegakkan keadilan yang sebenarnya.
Manager PT BPP Pasaman Barat, Bobby saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya akan patuh dan taat pada hukum yang berlaku.
"Saat ini sedang ditangani oleh pihak penegak hukum. Kita akan ikuti dan patuh," katanya.
Menurutnya jika memang nanti lahan itu milik masyarakat maka akan diserahkan ke masyarakat. Namun jika lahan itu masuk HGU perusahaan diharapkan masyarakat dapat menerimanya.
Saat proses penentuan koordinat lahan 300 hektare itu, ratusan masyarakat ikut mendampingi pihak BPN dengan pengawalan polisi dari Polda Sumbar dan Polres Pasaman Barat serta TNI Saat itu hampir terjadi kericuhan karena pihak PT BPP tidak bisa memperlihatkan dokumen HGU mereka.
Namun dengan pengawalan aparat penegak hukum akhirnya tidak terjadi kericuhan. Pihak BPN Provinsi Sumbar saat dimintai keterangan juga tidak bersedia dan menghindar dari konfirmasi sejumlah media.
"Bukan wewenang kami memberikan keterangan. Silahkan kepimpinan," kata petugas ukur BPN yang enggan menyebutkan namanya.
"Kami sudah menderita selama 20 tahun lebih karena hak kami tidak diberikan dan diambil pihak perusahaan PT BPP unit II Air Balam," kata juru bicara masyarakat Sikabau Muslim Hasugian di Simpang Empat, Kamis.
Menurutnya sesuai laporan mereka ke Polda Sumbar, maka pada Rabu (30/3) Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumbar didampingi jajaran Polda Sumbar dan Polres Pasaman Barat datang menentukan koordinat lahan yang mereka pertahankan.
Ia berharap dengan adanya penentuan titik koordinat ini maka akan jelas apakah lahan 300 hektare ini masuk kedalam Hak Guna Usaha PT BPP atau memang hak masyarakat pada Kelompok Tani Bukit Intan Sikabau.
"Sesuai bukti dan dokumen yang kami punya jelas lahan 300 hektare ini tidak masuk pada HGU perusahaan 5.350 hektare karena batas lahan itu jelas kanal atau parit," tegasnya.
Baca juga: DPRD Sumbar terima aspirasi masyarakat Solok Selatan terkait sengketa lahan
Sementara itu perusahaan selama 20 tahun telah memanen tanpa bisa dinikmati masyarakat. Ditaksir kerugian masyarakat hingga saat ini mencapai Rp150 miliar.
Ia menjelaskan pada 1990 ninik mamak Sikabau memberikan tanah ulayat kepada negara dengan kesepakatan semua pihak mulai masyarakat, perusahaan, ninik mamak, tokoh agama dan tokoh adat untuk plasma Kelompok Tani Bukit Intan Sikabau seluas 1.600 hektare.
Pada tahun 2.000 keluarlah Surat Keputusan Bupati Pasaman sekitar 800 hektare peruntukan plasma bagi Kelompok Bukit Intan Silabau.
Tahap pertama seluas 500 hektare telah dibangun dan 300 hektare pada tahap kedua oleh perusahaan. Tetapi dari 800 hektare yang disepakati itu, 300 hektare yang ditanam pada 1994 masih perusahaan yang memanen hingga saat ini.
"Seharusnya yang menikmati masyarakat yang tergabung pada Kelompok Tani Bukit Intan Sikabau. Ternyata hingga saat ini tidak sama sekali," ujarnya.
Bahkan perusahaan membangun hutan konservasi di tengah-tengah kebun yang membuat masyarakat tidak bisa menjalankan program pemerintah persertifikatan tidak bisa lagi.
"Kami akan mempertahankan hak kami sampai kapanpun. Berbagai upaya telah dilakukan mulai ke Pemkab, DPRD, Komnas HAM dan Ombudsmen namun hasilnya tidak ada. Yang jelas kami akan pertahankan hak kami," tegasnya.
Baca juga: 5.000 warga Tiku Lima Jorong bakal duduki perusahaan PT AMP Plantation
Dengan kedatangan BPN maka pihaknya berharap hasilnya dapat diketahui sehingga tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Kepada penegak hukum mereka mengharapkan bisa menegakkan keadilan yang sebenarnya.
Manager PT BPP Pasaman Barat, Bobby saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya akan patuh dan taat pada hukum yang berlaku.
"Saat ini sedang ditangani oleh pihak penegak hukum. Kita akan ikuti dan patuh," katanya.
Menurutnya jika memang nanti lahan itu milik masyarakat maka akan diserahkan ke masyarakat. Namun jika lahan itu masuk HGU perusahaan diharapkan masyarakat dapat menerimanya.
Saat proses penentuan koordinat lahan 300 hektare itu, ratusan masyarakat ikut mendampingi pihak BPN dengan pengawalan polisi dari Polda Sumbar dan Polres Pasaman Barat serta TNI Saat itu hampir terjadi kericuhan karena pihak PT BPP tidak bisa memperlihatkan dokumen HGU mereka.
Namun dengan pengawalan aparat penegak hukum akhirnya tidak terjadi kericuhan. Pihak BPN Provinsi Sumbar saat dimintai keterangan juga tidak bersedia dan menghindar dari konfirmasi sejumlah media.
"Bukan wewenang kami memberikan keterangan. Silahkan kepimpinan," kata petugas ukur BPN yang enggan menyebutkan namanya.