Painan (ANTARA) - Seorang anggota Komisi III DPR-RI Arteria Dahlan menegaskan penegakkan hukum tidak boleh mengangkangi nilai-nilai demokrasi di Indonesia dan sebagai pengawal jalannya demokrasi, hukum harus menciptakan ketertiban.
"Fungsi hukum musti sejalan dengan tujuan penyelenggaraan negara dan tujuan negara itu sendiri, yakni mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial dan pelaksanannya jangan sampai membuat gaduh di tengah masyarakat," ujar Arteria ketika ditanya persoalan Bupati Pesisir Selatan Sumbar Rusma Yul Anwar di Painan, Jumat.
Seperti diketahui, Bupati Pesisir Selatan, Rusma Yul Anwar divonis 1 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider 3 bulan. Majelis hakim menilai Rusma bersalah melanggar pasal 109 UU nomor 32 tentang Lingkungan Hidup.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Padang memutusnya bersaIah membangun tanpa izin lingkungan.
"Penegak hukum dan penegakkan hukum harus orientasinya ke sana," ujar anggota DPR-RI dari dapil Jatim VI itu.
Persoalan hukum tersebut bermula dari laporan bupati petahana ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kejaksaan Agung pada 2018. Saat itu, Rusma wakil bupati.
Dalam laporannya, ada empat nama sebagai terlapor, tapi hanya Rusma yang sampai ke proses peradilan. Sedangkan tiga nama lainnya tidak.
Rusma dan tiga terlapor lainnya diduga telah melakukan perusakan mangrove di Mandeh Kecamatan Koto XI Tarusan. Namun, dalam persidangan tidak terbukti. Majelis hakim membebaskannya dari dakwaan perusakan lingkungan.
Arteria menegaskan, persoalan itu hanya sebatas administrasi. Kasus tersebut, menurutnya terlalu dipaksakan. Sanksi pidana dalam UU Lingkungan adalah jalan terakhir, apabila proses mediasi atau sanksi administrasi tidak terpenuhi.
"Nah, apalagi Pak Rusma ini sekarang beliau adalah mandataris rakyat. Dia adalah Bupati yang sah secara UU," tegas politisi PDIP itu.
Ia menjelaskan, di Pilkada 2020, Rusma menang telak dengan 128 ribu lebih suara atau 58 persen dari total suara sah.
Rusma unggul dari tiga kompetitor lainnya, termasuk petahana. Bahkan, menang di 14 kecamatan, dari 15 kecamatan di Pesisir Selatan.
Dari perolehan itu, ia tidak hanya sekedar pemenang Pilkada, akan tetapi, lebih pada pemegang kedaulatan rakyat.
Menurut alumni Fakultas Hukum UI itu dalam tatanan negara demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat. Keputusan politik rakyat adalah mutlak, sedangkan kehadiran hukum merupakan penjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat, bukan justeru membunuhnya.
Arteria yang juga berprofesi sebagai pengacara itu menegaskan di negara demokrasi, apabila sebuah pemerintahan telah mendapatkan mandat dari rakyat, maka pemerintahan itu sah.
"Suara rakyat suara Tuhan dan penghormatan pada hak azasi manusia adalah substansi serta esensi demokrasi. Konstitusi negara mengakomodirnya dan salah satu bentuknya hak suara, namun eksekusi bukan jalan terbaik," jelasnya.
Penundaan Eksekusi
Secara terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Unand, Padang Khairul Fahmi menilai sikap Kejaksaan Negeri Painan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar menunda pelaksanaan eksekusi Rusma Yul Anwar sudah benar.
Menurutnya, faktor stabilitas keamanan daerah musti jadi pertimbangan, meski ada tanggungjawab dan perintah tugas terhadap pelaksanannya. Dengan demikian, azaz kemanfaatan sebagai salah satu bagian dari azaz hukum dapat tercapai.
"Pesisir Selatan punya sejarah ribut saat Pilkada 2005. Saya rasa pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pesisir Selatan sangat paham akan hal itu," ungkapnya.
Ia menegaskan harus ada solusi terbaik dari negara demi kelangsungan pembangunan di Pesisir Selatan, namun jika tidak, polemik akan tetap terjadi.
"Perdebatan hukumnya tidak akan pernah selesai, harus ada solusi hukum sehingga tidak ada yang tergadaikan. Aspek hukum tidak terlanggar dan kepentingan orang banyak pun tidak terabaikan," jelasnya.
Diingatkannya berdasarkan UUD 1945 NKRI, hukum bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial.
"Jadi, kita tentu berharap ada solusi terbaik, sehingga terwujud kemaslahatan bersama, sesuai tujuan negara," ujarnya.
"Fungsi hukum musti sejalan dengan tujuan penyelenggaraan negara dan tujuan negara itu sendiri, yakni mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial dan pelaksanannya jangan sampai membuat gaduh di tengah masyarakat," ujar Arteria ketika ditanya persoalan Bupati Pesisir Selatan Sumbar Rusma Yul Anwar di Painan, Jumat.
Seperti diketahui, Bupati Pesisir Selatan, Rusma Yul Anwar divonis 1 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider 3 bulan. Majelis hakim menilai Rusma bersalah melanggar pasal 109 UU nomor 32 tentang Lingkungan Hidup.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Padang memutusnya bersaIah membangun tanpa izin lingkungan.
"Penegak hukum dan penegakkan hukum harus orientasinya ke sana," ujar anggota DPR-RI dari dapil Jatim VI itu.
Persoalan hukum tersebut bermula dari laporan bupati petahana ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kejaksaan Agung pada 2018. Saat itu, Rusma wakil bupati.
Dalam laporannya, ada empat nama sebagai terlapor, tapi hanya Rusma yang sampai ke proses peradilan. Sedangkan tiga nama lainnya tidak.
Rusma dan tiga terlapor lainnya diduga telah melakukan perusakan mangrove di Mandeh Kecamatan Koto XI Tarusan. Namun, dalam persidangan tidak terbukti. Majelis hakim membebaskannya dari dakwaan perusakan lingkungan.
Arteria menegaskan, persoalan itu hanya sebatas administrasi. Kasus tersebut, menurutnya terlalu dipaksakan. Sanksi pidana dalam UU Lingkungan adalah jalan terakhir, apabila proses mediasi atau sanksi administrasi tidak terpenuhi.
"Nah, apalagi Pak Rusma ini sekarang beliau adalah mandataris rakyat. Dia adalah Bupati yang sah secara UU," tegas politisi PDIP itu.
Ia menjelaskan, di Pilkada 2020, Rusma menang telak dengan 128 ribu lebih suara atau 58 persen dari total suara sah.
Rusma unggul dari tiga kompetitor lainnya, termasuk petahana. Bahkan, menang di 14 kecamatan, dari 15 kecamatan di Pesisir Selatan.
Dari perolehan itu, ia tidak hanya sekedar pemenang Pilkada, akan tetapi, lebih pada pemegang kedaulatan rakyat.
Menurut alumni Fakultas Hukum UI itu dalam tatanan negara demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat. Keputusan politik rakyat adalah mutlak, sedangkan kehadiran hukum merupakan penjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat, bukan justeru membunuhnya.
Arteria yang juga berprofesi sebagai pengacara itu menegaskan di negara demokrasi, apabila sebuah pemerintahan telah mendapatkan mandat dari rakyat, maka pemerintahan itu sah.
"Suara rakyat suara Tuhan dan penghormatan pada hak azasi manusia adalah substansi serta esensi demokrasi. Konstitusi negara mengakomodirnya dan salah satu bentuknya hak suara, namun eksekusi bukan jalan terbaik," jelasnya.
Penundaan Eksekusi
Secara terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Unand, Padang Khairul Fahmi menilai sikap Kejaksaan Negeri Painan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar menunda pelaksanaan eksekusi Rusma Yul Anwar sudah benar.
Menurutnya, faktor stabilitas keamanan daerah musti jadi pertimbangan, meski ada tanggungjawab dan perintah tugas terhadap pelaksanannya. Dengan demikian, azaz kemanfaatan sebagai salah satu bagian dari azaz hukum dapat tercapai.
"Pesisir Selatan punya sejarah ribut saat Pilkada 2005. Saya rasa pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pesisir Selatan sangat paham akan hal itu," ungkapnya.
Ia menegaskan harus ada solusi terbaik dari negara demi kelangsungan pembangunan di Pesisir Selatan, namun jika tidak, polemik akan tetap terjadi.
"Perdebatan hukumnya tidak akan pernah selesai, harus ada solusi hukum sehingga tidak ada yang tergadaikan. Aspek hukum tidak terlanggar dan kepentingan orang banyak pun tidak terabaikan," jelasnya.
Diingatkannya berdasarkan UUD 1945 NKRI, hukum bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial.
"Jadi, kita tentu berharap ada solusi terbaik, sehingga terwujud kemaslahatan bersama, sesuai tujuan negara," ujarnya.