Jakarta (ANTARA) - Pengacara untuk perawat yang sedang diselidiki dalam kematian Diego Maradona mengatakan dokter "membunuh" legenda sepak bola Argentina itu karena kelalaian.
"Mereka membunuh Diego," kata pengacara Rodolfo Baque dikutip dari AFP, Kamis, setelah kliennya, perawat Dahiana Gisela Madrid, diinterogasi oleh jaksa.
Maradona meninggal karena serangan jantung November lalu dalam usia 60 tahun, beberapa pekan setelah menjalani operasi otak karena pembekuan darah.
Madrid (36) adalah salah satu dari tujuh orang yang diinvestigasi karena dugaan pembunuhan setelah dewan ahli yang menyelidiki kematian Maradona menemukan ia telah menerima perawatan yang tidak memadai serta mengalami "periode yang berkepanjangan dan menyiksa."
Baque bersikeras dokter yang merawat Maradona saat dia pulih dari operasi otak, bukan kliennya, yang harus disalahkan atas kematian legenda sepak bola tersebut.
Dia mengatakan Maradona sedang dirawat karena masalah jantung, tetapi pada saat yang sama juga menjalani pengobatan psikiatri yang mempercepat detak jantungnya.
Baque mengatakan Maradona juga sempat jatuh saat berada di rumah sakit, dan ketika Madrid meminta agar dilakukan pemindaian CAT, seorang ajudan Maradona menolak dengan alasan jika pers mengetahuinya, maka itu akan terlihat buruk.
"Pada akhirnya, ada banyak tanda peringatan bahwa Maradona akan mati... Dan tidak ada dokter yang melakukan apa pun untuk mencegahnya," kata Baque saat jeda interogasi Madrid, yang berlangsung selama lebih dari delapan jam.
Madrid adalah perawat shift siang Maradona dan salah satu orang terakhir yang melihatnya hidup.
Investigasi itu dilakukan menyusul aduan yang diajukan oleh dua dari lima anak Maradona terhadap ahli bedah saraf Leopoldo Luque, yang mereka salahkan atas kondisi ayah mereka yang memburuk setelah operasi otak.
Panel yang terdiri dari 20 ahli medis, yang dibentuk oleh jaksa penuntut umum bulan lalu, mengatakan perawatan Maradona penuh dengan "kekurangan dan ketidakberesan."
Jika terbukti bersalah, maka tujuh orang yang dilarang meninggalkan negara itu terancam menghadapi hukuman antara delapan hingga 25 tahun penjara.
Sebelumnya dalam pernyataan saksi, Madrid menjadi salah satu orang yang menemukan Maradona tanpa tanda-tanda kehidupan, dan ia sudah mencoba untuk mengambil tindakan penyelamatan.
Pada Senin (14/6), perawat malam Maradona, Ricardo Almiron (37), menjadi yang pertama dari tujuh orang yang diinterogasi oleh jaksa.
Staf medis lain yang terlibat dalam perawatan Maradona akan diperiksa oleh jaksa selama dua pekan ke depan.
Selanjutnya hakim akan memutuskan apakah masalah tersebut harus diselesaikan dalam proses yang diperkirakan akan berlangsung berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, atau tidak.
Maradona telah berjuang melawan kecanduan kokain dan alkohol. Mantan bintang Boca Juniors, Barcelona dan Napoli itu menderita gangguan hati, ginjal, dan kardiovaskular saat meninggal.
Maradona adalah idola bagi jutaan orang Argentina setelah dia menginspirasi negara Amerika Selatan itu untuk meraih kemenangan Piala Dunia kedua mereka pada 1986.
Kematiannya mengejutkan penggemar di seluruh dunia, dan puluhan ribu orang mengantri untuk melihat peti matinya yang terbungkus bendera Argentina di istana presiden di Buenos Aires dalam masa tiga hari berkabung nasional.
"Mereka membunuh Diego," kata pengacara Rodolfo Baque dikutip dari AFP, Kamis, setelah kliennya, perawat Dahiana Gisela Madrid, diinterogasi oleh jaksa.
Maradona meninggal karena serangan jantung November lalu dalam usia 60 tahun, beberapa pekan setelah menjalani operasi otak karena pembekuan darah.
Madrid (36) adalah salah satu dari tujuh orang yang diinvestigasi karena dugaan pembunuhan setelah dewan ahli yang menyelidiki kematian Maradona menemukan ia telah menerima perawatan yang tidak memadai serta mengalami "periode yang berkepanjangan dan menyiksa."
Baque bersikeras dokter yang merawat Maradona saat dia pulih dari operasi otak, bukan kliennya, yang harus disalahkan atas kematian legenda sepak bola tersebut.
Dia mengatakan Maradona sedang dirawat karena masalah jantung, tetapi pada saat yang sama juga menjalani pengobatan psikiatri yang mempercepat detak jantungnya.
Baque mengatakan Maradona juga sempat jatuh saat berada di rumah sakit, dan ketika Madrid meminta agar dilakukan pemindaian CAT, seorang ajudan Maradona menolak dengan alasan jika pers mengetahuinya, maka itu akan terlihat buruk.
"Pada akhirnya, ada banyak tanda peringatan bahwa Maradona akan mati... Dan tidak ada dokter yang melakukan apa pun untuk mencegahnya," kata Baque saat jeda interogasi Madrid, yang berlangsung selama lebih dari delapan jam.
Madrid adalah perawat shift siang Maradona dan salah satu orang terakhir yang melihatnya hidup.
Investigasi itu dilakukan menyusul aduan yang diajukan oleh dua dari lima anak Maradona terhadap ahli bedah saraf Leopoldo Luque, yang mereka salahkan atas kondisi ayah mereka yang memburuk setelah operasi otak.
Panel yang terdiri dari 20 ahli medis, yang dibentuk oleh jaksa penuntut umum bulan lalu, mengatakan perawatan Maradona penuh dengan "kekurangan dan ketidakberesan."
Jika terbukti bersalah, maka tujuh orang yang dilarang meninggalkan negara itu terancam menghadapi hukuman antara delapan hingga 25 tahun penjara.
Sebelumnya dalam pernyataan saksi, Madrid menjadi salah satu orang yang menemukan Maradona tanpa tanda-tanda kehidupan, dan ia sudah mencoba untuk mengambil tindakan penyelamatan.
Pada Senin (14/6), perawat malam Maradona, Ricardo Almiron (37), menjadi yang pertama dari tujuh orang yang diinterogasi oleh jaksa.
Staf medis lain yang terlibat dalam perawatan Maradona akan diperiksa oleh jaksa selama dua pekan ke depan.
Selanjutnya hakim akan memutuskan apakah masalah tersebut harus diselesaikan dalam proses yang diperkirakan akan berlangsung berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, atau tidak.
Maradona telah berjuang melawan kecanduan kokain dan alkohol. Mantan bintang Boca Juniors, Barcelona dan Napoli itu menderita gangguan hati, ginjal, dan kardiovaskular saat meninggal.
Maradona adalah idola bagi jutaan orang Argentina setelah dia menginspirasi negara Amerika Selatan itu untuk meraih kemenangan Piala Dunia kedua mereka pada 1986.
Kematiannya mengejutkan penggemar di seluruh dunia, dan puluhan ribu orang mengantri untuk melihat peti matinya yang terbungkus bendera Argentina di istana presiden di Buenos Aires dalam masa tiga hari berkabung nasional.