New York (ANTARA) - Korea Utara mempertahankan dan mengembangkan program rudal nuklir dan balistik sepanjang 2020 yang melanggar sanksi internasional.
Korea Utara juga membantu mendanai program rudal nuklir dan balistik dengan sekitar 300 juta dolar AS atau sekitar Rp4,2 triliun yang dicuri melalui peretasan dunia maya, menurut laporan rahasia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dilihat oleh Reuters pada Senin.
Laporan oleh pengawas sanksi independen mengatakan Pyongyang "memproduksi bahan fisil, memelihara fasilitas nuklir dan meningkatkan infrastruktur rudal balistik" sambil terus mencari bahan dan teknologi untuk program tersebut dari luar negeri.
Laporan tahunan kepada komite sanksi Korea Utara di Dewan Keamanan PBB datang hanya beberapa minggu setelah Presiden Amerika Serikat Joe Biden menjabat.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS pada Senin mengatakan bahwa pemerintah merencanakan pendekatan baru ke Korea Utara, termasuk tinjauan penuh dengan sekutu "pada opsi tekanan yang sedang berlangsung dan potensi diplomasi di masa depan."
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan mantan Presiden AS Donald Trump bertemu tiga kali pada 2018 dan 2019, tetapi gagal membuat kemajuan dalam seruan AS kepada Pyongyang untuk menyerahkan senjata nuklir dan tuntutan Korea Utara untuk mencabut sanksi.
Pada tahun lalu, Korea Utara menampilkan sistem rudal balistik jarak pendek, jarak menengah, kapal selam dan antarbenua baru di parade militer, kata laporan PBB.
Laporan PBB itu mengatakan negara anggota yang tidak disebutkan namanya telah menilai bahwa, dilihat dari ukuran rudal Korea Utara, "sangat mungkin bahwa perangkat nuklir" dapat dipasang ke rudal balistik jarak jauh, jarak menengah dan jarak pendek.
"Negara Anggota, bagaimanapun, menyatakan tidak pasti apakah Korea Utara telah mengembangkan rudal balistik yang tahan terhadap panas yang dihasilkan selama masuk kembali ke atmosfer," kata laporan itu.
Meskipun tidak ada uji coba rudal nuklir atau balistik pada 2020, Pyongyang "mengumumkan persiapan untuk pengujian dan produksi rudal balistik baru dan pengembangan senjata nuklir taktis."
Misi PBB Korea Utara di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar atas laporan tersebut.
Korea Utara telah dikenai sanksi PBB sejak 2006. Sanksi tersebut telah diperkuat oleh 15 anggota Dewan Keamanan selama bertahun-tahun dalam upaya untuk memotong dana bagi program rudal nuklir dan balistik Pyongyang.
Para pemantau PBB menilai bahwa pada 2020 para peretas yang terkait dengan Korea Utara "terus melakukan operasi terhadap lembaga keuangan dan lembaga penukaran mata uang virtual untuk menghasilkan pendapatan" guna mendukung program nuklir dan misil Korut.
"Menurut salah satu negara anggota, total pencurian aset virtual Korea Utara, dari 2019 hingga November 2020, bernilai sekitar 316,4 juta dolar AS atau sekitar Rp4,4 triliun," kata laporan itu.
Pada 2019, pengawas sanksi melaporkan bahwa Korea Utara menghasilkan setidaknya 370 juta dolar AS atau sekitar Rp5,1 triliun dengan mengekspor batu bara, yang dilarang berdasarkan sanksi PBB. Tetapi tahun lalu, mereka mengatakan pengiriman batu bara tampaknya sebagian besar telah ditangguhkan sejak Juli 2020.
Negara Asia yang terisolasi itu memberlakukan penguncian ketat tahun lalu di tengah pandemi virus corona yang telah memangkas perdagangan, menurunkan ekonomi yang sudah dibebani oleh sanksi internasional.
Sumber : Reuters
Korea Utara juga membantu mendanai program rudal nuklir dan balistik dengan sekitar 300 juta dolar AS atau sekitar Rp4,2 triliun yang dicuri melalui peretasan dunia maya, menurut laporan rahasia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dilihat oleh Reuters pada Senin.
Laporan oleh pengawas sanksi independen mengatakan Pyongyang "memproduksi bahan fisil, memelihara fasilitas nuklir dan meningkatkan infrastruktur rudal balistik" sambil terus mencari bahan dan teknologi untuk program tersebut dari luar negeri.
Laporan tahunan kepada komite sanksi Korea Utara di Dewan Keamanan PBB datang hanya beberapa minggu setelah Presiden Amerika Serikat Joe Biden menjabat.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS pada Senin mengatakan bahwa pemerintah merencanakan pendekatan baru ke Korea Utara, termasuk tinjauan penuh dengan sekutu "pada opsi tekanan yang sedang berlangsung dan potensi diplomasi di masa depan."
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan mantan Presiden AS Donald Trump bertemu tiga kali pada 2018 dan 2019, tetapi gagal membuat kemajuan dalam seruan AS kepada Pyongyang untuk menyerahkan senjata nuklir dan tuntutan Korea Utara untuk mencabut sanksi.
Pada tahun lalu, Korea Utara menampilkan sistem rudal balistik jarak pendek, jarak menengah, kapal selam dan antarbenua baru di parade militer, kata laporan PBB.
Laporan PBB itu mengatakan negara anggota yang tidak disebutkan namanya telah menilai bahwa, dilihat dari ukuran rudal Korea Utara, "sangat mungkin bahwa perangkat nuklir" dapat dipasang ke rudal balistik jarak jauh, jarak menengah dan jarak pendek.
"Negara Anggota, bagaimanapun, menyatakan tidak pasti apakah Korea Utara telah mengembangkan rudal balistik yang tahan terhadap panas yang dihasilkan selama masuk kembali ke atmosfer," kata laporan itu.
Meskipun tidak ada uji coba rudal nuklir atau balistik pada 2020, Pyongyang "mengumumkan persiapan untuk pengujian dan produksi rudal balistik baru dan pengembangan senjata nuklir taktis."
Misi PBB Korea Utara di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar atas laporan tersebut.
Korea Utara telah dikenai sanksi PBB sejak 2006. Sanksi tersebut telah diperkuat oleh 15 anggota Dewan Keamanan selama bertahun-tahun dalam upaya untuk memotong dana bagi program rudal nuklir dan balistik Pyongyang.
Para pemantau PBB menilai bahwa pada 2020 para peretas yang terkait dengan Korea Utara "terus melakukan operasi terhadap lembaga keuangan dan lembaga penukaran mata uang virtual untuk menghasilkan pendapatan" guna mendukung program nuklir dan misil Korut.
"Menurut salah satu negara anggota, total pencurian aset virtual Korea Utara, dari 2019 hingga November 2020, bernilai sekitar 316,4 juta dolar AS atau sekitar Rp4,4 triliun," kata laporan itu.
Pada 2019, pengawas sanksi melaporkan bahwa Korea Utara menghasilkan setidaknya 370 juta dolar AS atau sekitar Rp5,1 triliun dengan mengekspor batu bara, yang dilarang berdasarkan sanksi PBB. Tetapi tahun lalu, mereka mengatakan pengiriman batu bara tampaknya sebagian besar telah ditangguhkan sejak Juli 2020.
Negara Asia yang terisolasi itu memberlakukan penguncian ketat tahun lalu di tengah pandemi virus corona yang telah memangkas perdagangan, menurunkan ekonomi yang sudah dibebani oleh sanksi internasional.
Sumber : Reuters