Padang (ANTARA) - Membahas soal kopi bukan hanya tentang cita rasa dan aromanya saja, tetapi juga mengenai ceritanya. Di Sumatera Barat cerita perkopian sudah lama hadir sejak abad ke- 18.

Sejak itu kopi Minangkabau menjadi primadona ekspor daerah ini. Popularitas kopi dan keuntungan yang diperoleh dari perdagangannya membuat Belanda memperkenalkan pula yang namanya "Tanam Paksa Kopi" pada tahun 1847 hingga 1908.

Dalam dokumen sejarah perkopian di Minangkabau tertulis, sekitar abad ke-18 masyarakat Minang hanya memanfaatkan daun kopi untuk minuman. Di zaman itu dikenal dengan sebutan "Melayu Kopi Daun".

Hal itu menunjukkan kopi di Indonesia merupakan komoditas memiliki sejarah panjang. Begitu juga memiliki peranan penting bagi pertumbuhan perekonomian masyarakat.

Indonesia diberkati dengan letak geografisnya yang cocok difungsikan sebagai lahan perkebunan kopi. Letak Indonesia sangat ideal bagi iklim mikro untuk pertumbuhan dan produksi kopi.

Jika dilihat dari produksi kopi Indonesia dengan rata-rata 640 ribu ton per tahun atau delapan persen dari produksi kopi dunia. Hal ini membuat Indonesia jadi negara nomor empat terbesar di dunia sebagai penghasil kopi setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia.

Kini bagi milenial duduk nongkrong tanpa ditemani kopi, terasa kurang lengkap. Usaha kafe minuman dengan sajian beragam kopi Nusantara pun tumbuh laksana jamur setelah hujan tiba.

Usaha kafe minuman kopi juga banyak dilakoni kaum milenial.




Membangkit Batang Tarandam

Kini salah satu komoditas spesifik Sumatera Barat itu sudah ekspor ke sejumlah negara dari dataran tinggi sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang kawasannya tak jauh dari Danau Kembar, Kabupaten Solok.

Digerakkan anak-anak milenial dalam pemberdayaan petani yang tergabung dalam Koperasi Produsen Serba Usaha (KPSU) Solok Radjo yang didirikan 2014 bersama petani setempat, antusiasme petani makin seirama dengan permintaan pasar dalam negeri dan luar negeri. Meski saat pandemi COVID-19 melanda sejak awal triwulan II tahun 2020, menjadi kerikil yang mengganjal untuk ekspor.

Salah seorang pengurus inti KPSU Solok Radjo Teuku Firmansyah menyebutkan selama pandemi ini dari sisi penjualan pada semester I masih bisa terpenuhi permintaan. Sedangkan semester II agak menurun, termasuk tujuan ekspor.

Tujuan ekspor produk Kopi Solok Radjo dalam bentuk Green Beans (GB) di antaranya ke Amerika Serikat, Australia, Jepang dan Taiwan. Beberapa negara lainnya yang masih dalam penjajakan.

Ia menyebutkan seiring permintaan berkurang, harga GB juga turun, kini berkisar antara Rp90 ribu sampai Rp100 ribu per kilogram (kualitas I).

Teuku Firmansyah mengatakan pemasaran, mulai dari untuk pasar lokal dan pasar nasional yang terbesar ke Jakarta, Yogyakarta, dan Bali. Namun pasar sebagian ada ke Pulau Jawa dan ke Tarakan. Papua juga sudah pernah, katanya.

Dalam tahun ini, tambah alumnus UNP Padang itu, juga dihubungkan dengan pembeli luar negeri melalui ajang virtual Bank Indonesia.

Teuku Firmansyah mengatakan koperasi Solok Radjo telah menjadi rumah bagi kopi terbaik dataran tinggi Solok dan Kerinci.

Berdiri pada 2014 oleh sekelompok petani Kopi Arabika di Solok Koperasi Solok Radjo bertujuan mewujudkan potensi sosial dan ekonomi di setiap rantai pasokan untuk membangun kembali hutan dan perkebunan kopi rakyat di wilayah Solok dan Kerinci.

Saat ini kurang labih 890 petani tergabung dalam program Koperasi Solok Radjo dan melakukan rangkaian kegiatan yang dihimpun oleh seluruh petani kopi.

Hingga tahun 2019 Koperasi Solok Radjo berhasil menghidupkan kembali antusiasme masyarakat sekitar untuk memelihara tanaman kopinya dan melestarikan hutan.

Meski secara permodalan capaian koperasi ini terbilang kecil, namun sudah mencapai semangat dan optimisme ke depan.

Sesuai dengan slogan kopi untuk rakyat dan bumi, koperasi dan anggotanya telah menjadikan pertanahan dan kehutanan berkelanjutan sebagai fokus utama dari kegiatan penanaman kopi mereka.

Koperasi yang berkantor di Kampuang baru, Jalan Lingkar Aie Dingin, Jorong Data, Nagari Aie Dingin, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, kini sudah memetakan lahan baru sekitar 180 hektare dari lahan yang sudah ada seluas 300 hektare.

Dalam sisi pengembangan produk, direncanakan pada November 2020, diluncurkan dalam bentuk bubuk atau roastery ukuran 1 kilogram dan 3 kilogram, guna memenuhi pasar tradisional dan dapat sebagai oleh-oleh.

Selain itu tengah dimulainya program perkebunan terintegrasi berupa kebun, budi daya, prosesing, sampai rosting dan kafe untuk mencicipi nanti akan tersedia.

"Kami sedang menyiapkan program kebun terintegrasi dari hulu hingga hilir. Juga bisa menjadi destinasi wisata minat khusus dan penelitian nantinya," ujarnya.


  Petani kopi di kawasan Danau Kembar Solok menyortir biji kopi. (Antara/Istimewa)


Binaan dan Pemberdayaan

Sebagai binaan BI Perwakilan Sumatera Barat, pada 2020 sudah empat kali diikutkan dalam ajang virtual, termasuk membuka akses pasar luar negeri tersebut.

Ia menceritakan menjadi binaan BI sudah sejak 2016 melalui Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) bantuan dalam bentuk kompetensi atau kapabilitas sumber daya manusia pengurus KPSU.

Tahun pertama itu dibawa pengurus studi tiru ke Brastagi, Sumatera Utara, untuk menimba pengetahuan bagaimana budidaya yang baik dan trik pemberdayaan.

"Ini semacam Training of Training (ToT) untuk bekal bagi pengurus dan selanjutnya ditransfer ilmu ke para petani di tahun ke kedua," ujarnya.

Pada 2017 KPSU mendapatkan bantuan lepas dari BI sebanyak lima unit pengeringan kopi atau seperti rumah kaca ukuran 4x16 meter per segi, dibangun di dua Kecamatan Lembah Gumanti sebanyak tiga unit, dan Kecamatan Danau Kembar dua unit.

Selanjutnya pada 2018 diikutkan oleh BI Perwakilan Sumatera Barat ke pameran ke Jakarta sekitar tiga kali.

Sedangkan pada 2019, KPSU Solok Radjo diikutkan dalam Program Local Ekonomi Development (LED), diajarkan manajemen koperasi, finansial dan penataan organisasi. Sedangkan pada 2020 para petani dibekali prospek membuka peluang pasar.

"Kami sangat bersyukur dengan BI langsung membantu kelompok. Kami yang orang muda-muda sudah berfikir sama, bahwa berinvestasi waktu dan tenaga saat muda," ujarnya.

Kepala BI Perwakilan Sumatera Barat Wahyu Purnama mengatakan Kopi Solok Radjo terus melakukan pemetaan perluasan lahan.

Sebagai binaan dari BI, tambahnya, selama pandemi COVID-19 tetap berjalan meski dalam bentuk virtual dibantu dalam pemasaran sampai ke Singapura.

Selain itu sebagai upaya agar produk Koperasi Produsen Serba Usaha (KPSU) itu tetap bisa ekspor dan dilibatkan pameran yang diselenggarakan kantor BI pusat, tentu terbatas pada UMKM binaan dan tidak bisa umum, tambah Wahyu.
 

Pewarta : Ikhwan Wahyudi/Siri Antoni
Editor : Miko Elfisha
Copyright © ANTARA 2024