Batusangkar, (ANTARA) - Tanaman kopi di Nagari Tabek Patah, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat mulai ditinggalkan sebagian petani yang dirasakan tidak produktif bagi petani di daerah itu.
"Tanaman kopi mulai ditinggalkan karena proses pengerjaan kopi yang memakan waktu cukup lama dan pokok kopi yang masih ada saat ini sudah tidak produktif lagi," kata salah seorang petani kopi Salfanizar, (53) di Nagari Tabek Patah Sabtu.
Ia mengatakan sebagai gantinya sebagian besar masyarakat di daerah itu sudah beralih ketanaman muda atau tanaman jenis sayur-sayuran.
Tanaman sayur-sayuran dinilai lebih simpel dan proses pengerjaan tidak memakan waktu lama hingga masa panen dan juga memenuhi permintaan pasar.
"Saat ini masyarakat lebih memilih tanaman muda atau tanaman holti karena lebih menguntungkan ketimbang tanaman kopi," katanya.
Ia mengaku hilangnya tanaman kopi di daerah itu cukup disayangkan mengingat dahulunya di Nagari Tabek Patah menjadi salah satu mata pencarian utama warga dalam memenuhi kebutuhan.
Kalaupun ada, tanaman kopi yang masih tersisa saat ini adalah pokok kopi yang sudah tidak produktif yang hanya digunakan untuk bahan pembuatan kawa daun.
Menurutnya tidak adanya peremajaan tanaman dan kurangnya perhatian dari pemerintah daerah setempat juga menjadi salah satu hilangnya tanaman kopi di daerah itu.
Seperti contoh pemasaran kopi dan sistem kerja, biasanya petani setelah memanen kopi maka kopi itu akan digiling atau ditumbuk untuk memisahkan kulit dengan isi setelah itu jemur.
Proses itu adalah proses yang masih manual dengan sistem kerja yang memakan waktu cukup lama dan tidak relevan lagi di masa saat ini.
Ia mengatakan jika pemerintah perhatian maka petani itu diberikan motifasi dan dilakukan peremajaan tanaman kopi serta datangkan alat untuk mengupas biji kopi sehingga prosespun lebih cepat.
"Saya rasa dengan cara seperti itu petani akan termotivasi, apalagi di Nagari Tabek Patah juga ada pabrik penggilingan kopi," katanya.
Teks foto:
"Tanaman kopi mulai ditinggalkan karena proses pengerjaan kopi yang memakan waktu cukup lama dan pokok kopi yang masih ada saat ini sudah tidak produktif lagi," kata salah seorang petani kopi Salfanizar, (53) di Nagari Tabek Patah Sabtu.
Ia mengatakan sebagai gantinya sebagian besar masyarakat di daerah itu sudah beralih ketanaman muda atau tanaman jenis sayur-sayuran.
Tanaman sayur-sayuran dinilai lebih simpel dan proses pengerjaan tidak memakan waktu lama hingga masa panen dan juga memenuhi permintaan pasar.
"Saat ini masyarakat lebih memilih tanaman muda atau tanaman holti karena lebih menguntungkan ketimbang tanaman kopi," katanya.
Ia mengaku hilangnya tanaman kopi di daerah itu cukup disayangkan mengingat dahulunya di Nagari Tabek Patah menjadi salah satu mata pencarian utama warga dalam memenuhi kebutuhan.
Kalaupun ada, tanaman kopi yang masih tersisa saat ini adalah pokok kopi yang sudah tidak produktif yang hanya digunakan untuk bahan pembuatan kawa daun.
Menurutnya tidak adanya peremajaan tanaman dan kurangnya perhatian dari pemerintah daerah setempat juga menjadi salah satu hilangnya tanaman kopi di daerah itu.
Seperti contoh pemasaran kopi dan sistem kerja, biasanya petani setelah memanen kopi maka kopi itu akan digiling atau ditumbuk untuk memisahkan kulit dengan isi setelah itu jemur.
Proses itu adalah proses yang masih manual dengan sistem kerja yang memakan waktu cukup lama dan tidak relevan lagi di masa saat ini.
Ia mengatakan jika pemerintah perhatian maka petani itu diberikan motifasi dan dilakukan peremajaan tanaman kopi serta datangkan alat untuk mengupas biji kopi sehingga prosespun lebih cepat.
"Saya rasa dengan cara seperti itu petani akan termotivasi, apalagi di Nagari Tabek Patah juga ada pabrik penggilingan kopi," katanya.
Teks foto: