Padang Aro, (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat mengembangkan empat jenis ikan lokal yang saat ini sudah jarang sekali ditemui di berbagai sungai di daerah itu.
Kepala Bidang Perikanan Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Solok Selatan Denni Tri Putra di Padang Aro, Rabu, mengatakan empat jenis ikan lokal yang akan dikembangkan yaitu bawuang, kulari, malagung dan lampam.
"Ikan ini akan dikembalikan ke habitatnya yaitu sungai jadi setelah anaknya diproduksi akan kami bagikan ke kelompok lubuk larangan," katanya.
Dia menyebutkan, sekarang ini untuk jenis Malagung stok induk sudah ada empat ekor dan kulari delapan ekor yang sekarang berada di Balai Benih Induk (BBI) Bariang.
Sedangkan untuk jenis bawuang dan lampam sekarang belum ada induknya dan pihaknya masih mencarinya.
"Indukan Malagung dan kulari didapat dari petani dan jenis bawuang rencana akan kami beli dari Jambi," katanya.
Saat ini katanya, ikan kulari sudah sangat susah ditemukan dan jenis ini yang banyak dicari adalah telurnya sebab lebih enak dibanding dagingnya.
Dia mengatakan tahun lalu ada satu indukan kulari dan sudah dipijahkan hasilnya dapat anaknya sekitar seribu dan sudah dibagikan ke lubuk larangan di Bariang.
Lubuk larangan yang diberi bibit ikan katanya tidak sembarangan tetapi harus bersih sehingga selain membudidaya juga menjaga lingkungan.
"Anakan malagung juga sudah kami pijahkan dan anaknya dibagikan ke lubuk larangan karena memang habitatnya di sungai," ujarnya.
Selain empat jenis ini Pemkab Solok Selatan sudah terlebih dahulu mengembangkan ikan lokal jenis gariang dan sekarang sudah ada 110 ekor indukan.
Untuk pengembangan ikan jenis lokal ini difokuskan di BBI Bariang di Kecamatan Sangir karena kondisi air serta alam di sekitar BBI Bariang lebih cocok untuk pengembangan ikan lokal dibanding BBI Pakan Selasa.
Pengembangan jenis ikan lokal di BBI Bariang setelah dilakukan pengujian dan perbandingan dengan BBI Pakan Selasa.
Sedangkam BBI Pakan Selasa katanya, lebih fokus pengembangan ikan konsumsi sehari-hari seperti nila dan rayo.
"Kami pernah membawa anak ikan gariang dari Pakan Selasa ke sini dan dalam tiga bulan dibandingkan beratnya dan hasilnya di Bariang lebih cepat besar," ujarnya.
Untuk pengembangan ikan lokal ini pihaknya bekerja sama dengan peneliti dari Balai Riset air tawar Bogor.
Dia mengimbau, masyarakat tidak meracun maupun menggunakan setrum untuk menangkap ikan disungai sebab bisa memunah.
Tahun ini Pemerintah Daerah menarget bisa memproduksi bibit ikan dari dua BBI sebanyak 1,7 juta ekor.
Selain itu melalui Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) dan unit pembibitan rakyat (UPR) ditargetkan bisa memproduksi satu juta ekor anakan.
Untuk pengembangan ikan di Solok Selatan tahun ini ada bantuan bibit dan pakan melalui APBD untuk tujuh kelompok tani.
Selain itu juga ada bantuan induk untuk tiga UPR jenis ikan konsumsi yaitu rayo dan nila.
Pemerintah daerah juga akan menggalakkan lagi mina padi dan sekarang sudah ada satu proposal dari Padang Limau Sundai dengan luas 18 hektare.
Selain itu pihaknya juga bekerjasama dengan Nagari Padang Limau Sundai membuat keramba jaring apung sebanyak enam unit melalui dana desa. (*)
Kepala Bidang Perikanan Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Solok Selatan Denni Tri Putra di Padang Aro, Rabu, mengatakan empat jenis ikan lokal yang akan dikembangkan yaitu bawuang, kulari, malagung dan lampam.
"Ikan ini akan dikembalikan ke habitatnya yaitu sungai jadi setelah anaknya diproduksi akan kami bagikan ke kelompok lubuk larangan," katanya.
Dia menyebutkan, sekarang ini untuk jenis Malagung stok induk sudah ada empat ekor dan kulari delapan ekor yang sekarang berada di Balai Benih Induk (BBI) Bariang.
Sedangkan untuk jenis bawuang dan lampam sekarang belum ada induknya dan pihaknya masih mencarinya.
"Indukan Malagung dan kulari didapat dari petani dan jenis bawuang rencana akan kami beli dari Jambi," katanya.
Saat ini katanya, ikan kulari sudah sangat susah ditemukan dan jenis ini yang banyak dicari adalah telurnya sebab lebih enak dibanding dagingnya.
Dia mengatakan tahun lalu ada satu indukan kulari dan sudah dipijahkan hasilnya dapat anaknya sekitar seribu dan sudah dibagikan ke lubuk larangan di Bariang.
Lubuk larangan yang diberi bibit ikan katanya tidak sembarangan tetapi harus bersih sehingga selain membudidaya juga menjaga lingkungan.
"Anakan malagung juga sudah kami pijahkan dan anaknya dibagikan ke lubuk larangan karena memang habitatnya di sungai," ujarnya.
Selain empat jenis ini Pemkab Solok Selatan sudah terlebih dahulu mengembangkan ikan lokal jenis gariang dan sekarang sudah ada 110 ekor indukan.
Untuk pengembangan ikan jenis lokal ini difokuskan di BBI Bariang di Kecamatan Sangir karena kondisi air serta alam di sekitar BBI Bariang lebih cocok untuk pengembangan ikan lokal dibanding BBI Pakan Selasa.
Pengembangan jenis ikan lokal di BBI Bariang setelah dilakukan pengujian dan perbandingan dengan BBI Pakan Selasa.
Sedangkam BBI Pakan Selasa katanya, lebih fokus pengembangan ikan konsumsi sehari-hari seperti nila dan rayo.
"Kami pernah membawa anak ikan gariang dari Pakan Selasa ke sini dan dalam tiga bulan dibandingkan beratnya dan hasilnya di Bariang lebih cepat besar," ujarnya.
Untuk pengembangan ikan lokal ini pihaknya bekerja sama dengan peneliti dari Balai Riset air tawar Bogor.
Dia mengimbau, masyarakat tidak meracun maupun menggunakan setrum untuk menangkap ikan disungai sebab bisa memunah.
Tahun ini Pemerintah Daerah menarget bisa memproduksi bibit ikan dari dua BBI sebanyak 1,7 juta ekor.
Selain itu melalui Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) dan unit pembibitan rakyat (UPR) ditargetkan bisa memproduksi satu juta ekor anakan.
Untuk pengembangan ikan di Solok Selatan tahun ini ada bantuan bibit dan pakan melalui APBD untuk tujuh kelompok tani.
Selain itu juga ada bantuan induk untuk tiga UPR jenis ikan konsumsi yaitu rayo dan nila.
Pemerintah daerah juga akan menggalakkan lagi mina padi dan sekarang sudah ada satu proposal dari Padang Limau Sundai dengan luas 18 hektare.
Selain itu pihaknya juga bekerjasama dengan Nagari Padang Limau Sundai membuat keramba jaring apung sebanyak enam unit melalui dana desa. (*)