Parit Malintang (ANTARA) - Besaran tagihan langganan perusahaan minuman kemasan merek Sumber Minuman Sehat (SMS) yang memiliki pabrik di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar) yang disegel oleh kepolisian daerah (Polda) setempat sekitar Rp100 juta perbulan.
"SMS memang merupakan pelanggan kami semenjak beberapa tahun lalu," kata Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Padang Pariaman Aminuddin di Parit Malintang, Kamis.
Sebagai pelanggan, lanjutnya pihak penyedia minuman kemasan itu membayar tagihannya melalui bank yang besarannya disesuaikan dengan penggunaan perusahaan itu yang diukur dengan meteran.
Ia mengatakan air yang digunakan untuk didistribusikan ke SMS tersebut merupakan air Lubuk Bonta yang terletak di Nagari Kapalo Koto, Kecamatan 2x11 Kayu Tanam.
"Tapi saya tidak mengetahui apakah pihak SMS memiliki pabrik lainnya selain di Padang Pariaman," katanya.
Namun ia memastikan air yang bersumber dari Lubuk Bonta tersebut memiliki kualitas yang baik dan telah teruji di laboratorium.
"Kami hanya menjual jasa, dan SMS ini hanya pelanggan kami seperti pada umumnya," ujarnya.
Sebelumnya Polda Sumbar menyegel pabrik minuman kemasan merek SMS di Kabupaten Padang Pariaman yang telah beroperasi di daerah itu hampir 15 tahun yang diduga melanggar Undang-Undang Pangan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen terkait sumber mata air di kemasan produk tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Sumbar Kombes Pol Juda Nusa Putra di Padang, Rabu mengatakan di label yang ada di produk mereka tertulis bahwa sumber mata air mereka berasal dari mata air Gunung Singgalang namun setelah diselidiki ternyata sumber mata air mereka berasal dari PDAM Padang Pariaman yang berasal dari Lubuk Bonta.
Ia mengatakan pihaknya telah melakukan penyidikan selama dua bulan terkait persoalan ini dan berawal dari laporan masyarakat. Selanjutnya pihaknya melakukan penyelidikan dan penyitaan terhadap beberapa barang bukti.
Ia mengatakan telah memanggil beberapa saksi maupun ahli terkait dugaan perkara yang disangkakan kepada perusahaan tersebut. Menurutnya untuk penetapan status tersangka terhadap pemilik perusahaan atas nama Soehinto Sadikin masih proses.
"SMS memang merupakan pelanggan kami semenjak beberapa tahun lalu," kata Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Padang Pariaman Aminuddin di Parit Malintang, Kamis.
Sebagai pelanggan, lanjutnya pihak penyedia minuman kemasan itu membayar tagihannya melalui bank yang besarannya disesuaikan dengan penggunaan perusahaan itu yang diukur dengan meteran.
Ia mengatakan air yang digunakan untuk didistribusikan ke SMS tersebut merupakan air Lubuk Bonta yang terletak di Nagari Kapalo Koto, Kecamatan 2x11 Kayu Tanam.
"Tapi saya tidak mengetahui apakah pihak SMS memiliki pabrik lainnya selain di Padang Pariaman," katanya.
Namun ia memastikan air yang bersumber dari Lubuk Bonta tersebut memiliki kualitas yang baik dan telah teruji di laboratorium.
"Kami hanya menjual jasa, dan SMS ini hanya pelanggan kami seperti pada umumnya," ujarnya.
Sebelumnya Polda Sumbar menyegel pabrik minuman kemasan merek SMS di Kabupaten Padang Pariaman yang telah beroperasi di daerah itu hampir 15 tahun yang diduga melanggar Undang-Undang Pangan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen terkait sumber mata air di kemasan produk tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Sumbar Kombes Pol Juda Nusa Putra di Padang, Rabu mengatakan di label yang ada di produk mereka tertulis bahwa sumber mata air mereka berasal dari mata air Gunung Singgalang namun setelah diselidiki ternyata sumber mata air mereka berasal dari PDAM Padang Pariaman yang berasal dari Lubuk Bonta.
Ia mengatakan pihaknya telah melakukan penyidikan selama dua bulan terkait persoalan ini dan berawal dari laporan masyarakat. Selanjutnya pihaknya melakukan penyelidikan dan penyitaan terhadap beberapa barang bukti.
Ia mengatakan telah memanggil beberapa saksi maupun ahli terkait dugaan perkara yang disangkakan kepada perusahaan tersebut. Menurutnya untuk penetapan status tersangka terhadap pemilik perusahaan atas nama Soehinto Sadikin masih proses.