Jakarta, (ANTARA) - Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai gagasan pemerintah tentang "tax amnesty" atau pengampunan pajak jilid II bisa menjadi terobosan lanjutan bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam menambah penerimaan negara.
"Kepercayaan publik terhadap Presiden Jokowi bisa menjadi modal kuat untuk menerapkan pengampunan pajak jilid kedua. Namun, konsep dan desainnya harus disusun secara matang guna menutupi kelemahan pada penerapan pengampunan pajak jilid pertama," kata Mukhamad Misbakhun melalui pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Senin.
Menurut Misbakhun, gagasan penerapan pengampunan pajak kedua ini merupakan gagasan yang bisa menjadi terobosan bagi pemerintah.
"Kami di DPR, menilai gagasan ini harus memperoleh dukungan politik dan dijelaskan ke publik secara baik,” ujar Misbakhun.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu menambahkan, pengampunan pajak kedua harus didasarkan atas pemikiran kuat dan alasan tepat, yakni perlunya pengampunan pajak kedua disampaikan kepada publik secara baik.
"Itulah yang menjadi tantangan besar bagi pemerintah yakni konsep dan desain pengampunan pajak kedua dapat dijelaskan dengan baik," katanya.
Politisi Partai Golkar ini mencontohkan, negara lain yang menerapkan beberapa kali pengampunan pajak, antara lain, Afrika Selatan, yakni melaksanakan dua kali pengampunan pajak sejak berakhirnya politik "apartheid" pada awal dekade 1990-an.
"Italia juga melaksanakan pengampunan pajak secara berkesinambungan. Beberapa negara bagian di Amerika Serikat juga melaksanakan pengampunan pajak tidak hanya sekali, tetapi tetapi berkali-kali,” paparnya.
Karena itu, Misbakhun memberikan sejumlah catatan, jika pemerintahan Presiden Jokowi hendak mengulangi program pengampunan pajak, agar mengevaluasi penerapan pengampunan pajak pertama, yang meskipun berhasil, tapi masih memiliki dua kelemahan.
Misbakhun menjelaskan, kelemahan pertama, jangka waktu pengampunan pajak relatif singkat, sehingga wajib pajak menjadi tergesa-gesa.
Kelemahan kedua, pada pengampunan pajak pertama, waktu sosialisasinya singkat sehingga memunculkan keraguan di kalangan pembayar pajak, terutama aspek kepastian hukumnya.
"Jika pemerintah serius hendak menggulirkan pengampunan pajak kedua, maka desain dan konsepnya harus bisa menutupi celah program pengampunan pajak pertama," katanya.
Menurut dia, bagaimanapun pengampunan pajak pertama telah memberi dampak besar bagi basis pajak di Indonesia.
"Jika pemerintah ingin menggulirkan pengampunan pajak kedua, itu langkah berani yang harus benar-benar disiapkan secara matang," katanya. (*)
"Kepercayaan publik terhadap Presiden Jokowi bisa menjadi modal kuat untuk menerapkan pengampunan pajak jilid kedua. Namun, konsep dan desainnya harus disusun secara matang guna menutupi kelemahan pada penerapan pengampunan pajak jilid pertama," kata Mukhamad Misbakhun melalui pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Senin.
Menurut Misbakhun, gagasan penerapan pengampunan pajak kedua ini merupakan gagasan yang bisa menjadi terobosan bagi pemerintah.
"Kami di DPR, menilai gagasan ini harus memperoleh dukungan politik dan dijelaskan ke publik secara baik,” ujar Misbakhun.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu menambahkan, pengampunan pajak kedua harus didasarkan atas pemikiran kuat dan alasan tepat, yakni perlunya pengampunan pajak kedua disampaikan kepada publik secara baik.
"Itulah yang menjadi tantangan besar bagi pemerintah yakni konsep dan desain pengampunan pajak kedua dapat dijelaskan dengan baik," katanya.
Politisi Partai Golkar ini mencontohkan, negara lain yang menerapkan beberapa kali pengampunan pajak, antara lain, Afrika Selatan, yakni melaksanakan dua kali pengampunan pajak sejak berakhirnya politik "apartheid" pada awal dekade 1990-an.
"Italia juga melaksanakan pengampunan pajak secara berkesinambungan. Beberapa negara bagian di Amerika Serikat juga melaksanakan pengampunan pajak tidak hanya sekali, tetapi tetapi berkali-kali,” paparnya.
Karena itu, Misbakhun memberikan sejumlah catatan, jika pemerintahan Presiden Jokowi hendak mengulangi program pengampunan pajak, agar mengevaluasi penerapan pengampunan pajak pertama, yang meskipun berhasil, tapi masih memiliki dua kelemahan.
Misbakhun menjelaskan, kelemahan pertama, jangka waktu pengampunan pajak relatif singkat, sehingga wajib pajak menjadi tergesa-gesa.
Kelemahan kedua, pada pengampunan pajak pertama, waktu sosialisasinya singkat sehingga memunculkan keraguan di kalangan pembayar pajak, terutama aspek kepastian hukumnya.
"Jika pemerintah serius hendak menggulirkan pengampunan pajak kedua, maka desain dan konsepnya harus bisa menutupi celah program pengampunan pajak pertama," katanya.
Menurut dia, bagaimanapun pengampunan pajak pertama telah memberi dampak besar bagi basis pajak di Indonesia.
"Jika pemerintah ingin menggulirkan pengampunan pajak kedua, itu langkah berani yang harus benar-benar disiapkan secara matang," katanya. (*)