Lubuksikaping (ANTARA) - Keberadaan Pertamini kian marak di Kabupaten Pasaman, namun penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) eceran dengan sistem digital itu mulai dikeluhkan masyarakat karena diduga tidak sesuai takaran kalau dibandingkan dengan SPBU.

Selain tidak mengantongi izin, penjualan BBM eceran di Pertamini  diduga tidak sesuai takaran. Jumlah takarannya (liter) berbeda saat konsumen membeli di SPBU, kata warga Padanggelugur Anto, Rabu.

"Saya pernah mencoba menakar minyak tersebut. Seliter di Pertamini dan seliter di SPBU dengan botol yang sama. Ternyata hasilnya beda jauh," ungkap dia. 

Ia pun berharap instansi terkait di Pemkab Pasaman, bertindak agar tidak semakin banyak konsumen dirugikan ketika membeli BBM di Pertamini tersebut. 

"Harapan kita, ya segera ditindak, agar tidak banyak konsumen yang dirugikan," ujarnya. 

Sementara, Kabid Perdagangan pada Dinas Perdaginnaker Kabupaten Pasaman Ishak menegaskan, penjualan minyak BBM di Pertamini itu merupakan usaha ilegal karena tidak mengantongi izin.

"Izin tidak ada, legalitas tidak ada. Kecuali mungkin izin usaha toko. Tapi izin penjualan minyak BBM di Pertamini itu memang tidak ada," tegas Ishak. 

Tapi, kata dia, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menertibkan penjualan minyak di Pertamini tersebut.

Sebab, peredaran barang dan jasa dalam bidang Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) itu diatur dalam Peraturan Gubernur. 

"Legalitas kita untuk menegur tidak ada. Tapi, kalau kita mau mengawasi bisa-bisa saja. Kita harus membentuk tim. Untuk membentuk tim ini sudah saya sampaikan ke Satmingkalnya di Bagian Ekonomi Pembangunan," katanya.  

Ishak pun setuju keberadaan Pom mini (Pertamini) di daerah itu ditertibkan segera. 

Karena usaha penjualan minyak eceran secara digital itu dapat merugikan masyarakat karena takarannya tidak sesuai standar. 

"Semoga Satmingkal kita, Bagian Ekonomi Pembangunan cepat tanggap akan hal ini. Sebab, kita di perdagangan hanya diberikan amanah perlindungan konsumen," ujarnya.

Pewarta : Wahyu
Editor : Siri Antoni
Copyright © ANTARA 2024