Jakarta, (ANTARA) - Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengemukakan tiga pilar pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan jawaban atas dinamisnya tantangan dunia kerja di masa depan.
Dari siaran pers, Jakarta, Selasa, Menaker Hanif merinci tiga pilar pembangunan SDM itu. Pertama, meningkatkan investasi dalam kualitas SDM.
Menaker yakin, konsep pembelajaran seumur hidup (long life learning dan long life education) adalah kunci untuk menavigasi berbagai perubahan jenis pekerjaan di masa depan. Terlebih saat ini keahlian atau keterampilan menjadi hal wajib dalam menghadapi dunia ketenagakerjaan yang semakin dinamis.
"Semua orang harus bisa mengalami long life learning melalui berbagai bentuk skilling, upskilling, dan reskilling.
Saya ingin menekankan bahwa ini adalah tanggung jawab bersama, pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja. Selain itu, ini harus menjadi bagian integral dari proyek investasi di negara berkembang," kata Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri dalam pidatonya di Konferensi Perburuhan Internasional Ke-108, Jenewa, Swiss.
Menaker menjelaskan, pilar ini diwujudkan dengan revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia.
Menurut dia, Indonesia perlu pelatihan kerja yang masif untuk mewujudkan SDM berkualitas dalam jumlah memadai dan persebaran yang relatif merata di berbagai daerah. Ia pun mencontohkan dengan program pembangunan 1.000 lembaga pelatihan kerja dan program pemagangan yang bekerja sama dengan industri.
"Kami sedang mendirikan 1.000 pusat pelatihan kerja baru tahun ini untuk mengatasi skill mismatch dan pengangguran kaum muda," kata Menaker.
Kedua, penguatan institusi/lembaga kerja sama. Menaker menilai untuk meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan ketenagakerjaan maka institusi/lembaga dialog sosial harus diperkuat.
Menaker pun menjelaskan, Indonesia terus memperkuat institusi/lembaga kerja sama pemangku kepentingan ketenagakerjaan. Seperti memperkuat dialog sosial Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit baik di tingkat nasional maupun daerah, pembentukan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional dan pembentukan Dewan Produktivitas Nasional.
Meski begitu, situasi nasional masing-masing negara sangat berpengaruh terhadap pola dialog sosial yang dibangun antarpemangku kepentingan.
"Mekanisme dan bentuk dialog sosial nasional harus dikembangkan berdasarkan keadaan nasional," ujar Menaker.
Ketiga, meningkatkan investasi dalam mewujudkan pekerjaan yang layak dan berkelanjutan. Dalam hal ini, upaya tersebut dilakukan dengan memperkuat ekonomi pedesaan.
Menaker menyatakan Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memperkuat pembangunan ekonomi pedesaan dengan menyediakan Dana Desa.
"Kami juga telah mengembangkan Desa Migran Produktif (Desmigratif) yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi dan standar hidup para pekerja migran yang kembali beserta keluarga mereka di desa asal mereka," tuturnya.
Menaker juga mendesak International Labour Organization (ILO) untuk memainkan perannya dalam menciptakan kerja sama multilateral antar negara sehingga globalisasi ekonomi dapat memberi dampak positif bagi seluruh negara dunia.
"Kita harus mengambil momentum Konferensi Seratus Tahun ILO ini untuk menghidupkan kembali komitmen kita dan mengambil tindakan tegas untuk mencapai keadilan sosial, perdamaian abadi, dan stabilitas," kata Hanif. (*)
Dari siaran pers, Jakarta, Selasa, Menaker Hanif merinci tiga pilar pembangunan SDM itu. Pertama, meningkatkan investasi dalam kualitas SDM.
Menaker yakin, konsep pembelajaran seumur hidup (long life learning dan long life education) adalah kunci untuk menavigasi berbagai perubahan jenis pekerjaan di masa depan. Terlebih saat ini keahlian atau keterampilan menjadi hal wajib dalam menghadapi dunia ketenagakerjaan yang semakin dinamis.
"Semua orang harus bisa mengalami long life learning melalui berbagai bentuk skilling, upskilling, dan reskilling.
Saya ingin menekankan bahwa ini adalah tanggung jawab bersama, pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja. Selain itu, ini harus menjadi bagian integral dari proyek investasi di negara berkembang," kata Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri dalam pidatonya di Konferensi Perburuhan Internasional Ke-108, Jenewa, Swiss.
Menaker menjelaskan, pilar ini diwujudkan dengan revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia.
Menurut dia, Indonesia perlu pelatihan kerja yang masif untuk mewujudkan SDM berkualitas dalam jumlah memadai dan persebaran yang relatif merata di berbagai daerah. Ia pun mencontohkan dengan program pembangunan 1.000 lembaga pelatihan kerja dan program pemagangan yang bekerja sama dengan industri.
"Kami sedang mendirikan 1.000 pusat pelatihan kerja baru tahun ini untuk mengatasi skill mismatch dan pengangguran kaum muda," kata Menaker.
Kedua, penguatan institusi/lembaga kerja sama. Menaker menilai untuk meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan ketenagakerjaan maka institusi/lembaga dialog sosial harus diperkuat.
Menaker pun menjelaskan, Indonesia terus memperkuat institusi/lembaga kerja sama pemangku kepentingan ketenagakerjaan. Seperti memperkuat dialog sosial Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit baik di tingkat nasional maupun daerah, pembentukan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional dan pembentukan Dewan Produktivitas Nasional.
Meski begitu, situasi nasional masing-masing negara sangat berpengaruh terhadap pola dialog sosial yang dibangun antarpemangku kepentingan.
"Mekanisme dan bentuk dialog sosial nasional harus dikembangkan berdasarkan keadaan nasional," ujar Menaker.
Ketiga, meningkatkan investasi dalam mewujudkan pekerjaan yang layak dan berkelanjutan. Dalam hal ini, upaya tersebut dilakukan dengan memperkuat ekonomi pedesaan.
Menaker menyatakan Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memperkuat pembangunan ekonomi pedesaan dengan menyediakan Dana Desa.
"Kami juga telah mengembangkan Desa Migran Produktif (Desmigratif) yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi dan standar hidup para pekerja migran yang kembali beserta keluarga mereka di desa asal mereka," tuturnya.
Menaker juga mendesak International Labour Organization (ILO) untuk memainkan perannya dalam menciptakan kerja sama multilateral antar negara sehingga globalisasi ekonomi dapat memberi dampak positif bagi seluruh negara dunia.
"Kita harus mengambil momentum Konferensi Seratus Tahun ILO ini untuk menghidupkan kembali komitmen kita dan mengambil tindakan tegas untuk mencapai keadilan sosial, perdamaian abadi, dan stabilitas," kata Hanif. (*)