Padang, (Antaranews Sumbar) -  Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP ISI) mendesak  pemerintah melakukan moratorium pendirian pabrik semen di Indonesia karena saat ini produksi semen di Tanah Air berlebih.

     “Saat ini kelebihan semen secara nasional mencapai 40 ribu ton per tahun, dan kami sudah surati Presiden pada 2017 lalu,  harusnya Presiden melakukan moratorium pendirian pabrik semen baru di Indonesia,” kata  Ketua Umum FSP ISI, Widjajadi di Padang, Senin pada Worskhop Industri All Gobal Union.
 
  Menurutnya selain meminta Presiden Jokowi untuk melakukan moratorium,  pihaknya juga sudah menyurati Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Periindustrian, karena perusahaan semen yang baru saja berdiri di Indonesia, tidak mempedulikan aturan dan perundang-undangan tenaga kerja. 
 
  “Banyak dari perusahaan semen asing  yang melarang karyawan untuk mendirikan serikat pekerja, dan itu bertolak belakang pada aturan di Indonesia dan dunia, karena menjadi anggota serikat pekerja itu adalah bagian dari hak asasi manusia," katanya.
   
Ia menyayangkan  tidak ada tindakan nyata  di lapangan yang dilakukan oleh kementerian tersebut.

   FSI ISI lanjut Widjajadi, saat ini juga khawatir dengan kondisi industri semen  di Indonesia karena  perusahaan semen baru tersebut menjual  semen jauh di bawah harga pasar semen di Indonesia.

  " Hal itu membuat perusahaan semen yang sebelumnya eksis di Indonesia, terpaksa  perang harga di tingkat pemasaran," katanya. 
 
 Bahkan lanjut dia dampak dari perang harga itu,  juga membuat perusahaan semen Indonesia, baik swasta maupun semen milik BUMN, terpaksa melakukan langkah-langkah yang merugikan pekerja  hingga  pengurangan karyawan.

    Ia menambahkan  telah menjalin komunikasi dengan Asosiasi Semen Indonesia (ASI) untuk bersama-sama beraudiensi dengan pemerintah terkait kebijakan yang diambil.

     Bahkan, FSI ISI dan ASI telah menyamakan langkah bahwa ini adalah perjuangan bersama perusahaan dan Serikat Pekerja industri semen di Indonesia, kata dia. (*)

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor : Joko Nugroho
Copyright © ANTARA 2024