Sarilamak, (Antara Sumbar) - Yendri Tomas belum melaksanakan tugasnya sebagai Seretaris Daerah Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar) yang baru, meskipun jabatannya sudah dikembalikan oleh wakil bupati setempat Ferizal Ridwan pada Jumat (18/8).
Ia di Sarilamak, Senin, mengatakan hal tersebut mengingat kondisi internal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Limapuluh Kota masih belum stabil dan kewenangan itu diserahkan kepada pimpinan.
"Saya belum menjalankan tugas sebagai sekda hari ini. Jabatan itu amanah dari pimpinan, jadi saya serahkan semuanya kepada pimpinan. Kondisi internal sedang tidak stabil, itu alasan saya untuk tidak menjalankan peran sebagai sekda," kata dia.
Menurutnya hal itu dikarenakan dirinya tidak mau "ribut" sampai persolan tersebut selesai dan suasana di daerah kondusif.
"Saya ini orang Minangkabau, punya rasa malu dan harga diri. Tidak mau dicap aneh-ane oleh orang banyak," tambahnya.
Sementara ia tidak mau berkomentar saat disinggung rencana Menteri Dalam Negeri (Mendagri) akan mengambil alih Surat Keputusan (SK) pengukuhan oleh wakil bupati pada Jumat kemarin jika tidak terselesaikan oleh gubernur.
Sedangkan Pelaksana Tugas (Plt) Sekda Kabupaten Limapuluh Kota, M. Yunus masih mengakui bahwa dirinya sebagai sekda yang sah.
Hal itu dikuatkan dengan pengangkatannya dirinya sebagai Sekda Kabupaten Limapuluh Kota melalui SK bupati setempat.
Usai apel pagi yang digelar di halaman kantor bupati setempat di Kawasan Bukit Limau, Sarilamak Yendri justru tidak masuk ke ruangan kerja sekda. Sedangkan M.Yunus langsung masuk ke ruang kerja sekda seperti hari biasa.
Sebelumnya Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno mengatakan Pemprov Sumbar menunggu pulangnya Bupati Limapuluh Kota Irfendi Arbi yang sedang menunaikan ibadah haji untuk menyelesaikan polemik pelantikan pejabat oleh wakil bupati yang menyebabkan daerah itu "terpaksa" memiliki dua Sekretaris Daerah (Sekda).
"Kita sudah layangkan surat kepada Wakil Bupati Limapuluh Kota terkait pelantikan yang tidak sesuai aturan. Tetapi penyelesaiannya nanti menunggu bupati pulang dari Tanah Suci," ujarnya.
Menurutnya sesuai aturan wakil bupati bukanlah Pejabat Pembina Kepegawaian, sehingga tidak berwenang menerbitkan SK mutasi pegawai. Dengan demikian SK yang diterbitkan oleh wakil bupati adalah tidak sah.
"Artinya secara hukum, pengangkatan pejabat yang dilakukan dan segala akibatnya, dianggap tidak pernah ada," sebut dia.
Batasan kewenangan, prosedur dan keabsahan administrasi dan tindakan pejabat pemerintahan semuanya sudah diatur dengan jelas dalam UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. (*)