Bukittinggi, (Antara) - Minyak tanah di Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Sabtu langka sehingga pemilik pangkalan membatasi maksimal 10 liter yang bisa dibeli setiap warga. Kios minyak tanah Masrial di Jorong Balai Panjang, Kecamatan Tilatang, Kabupaten Agam, misalnya, dipadati warga yang antre berjam-jam dan agar tidak ricuh mereka diminta menjejerkan jerigen. Pemilik pangkalan membatasi warga dalam mendapatkan minyak tanah hanya boleh mendapatkan 10 liter dengan harga Rp4.000 per liter. Masri, pengecer minyak tanah, mengatakan, pasokan minyak tanah sekarang subsidinya hampir habis, jadi sekarang meneruskan sampai habis masa subsidinya. "Entah kapan berakhirnya masa subsidi minyak tanah. Kita sekarang tergantung Pertamina atau agen, jadi kami harus memberikan minyak subsidi ini ke masyarakat rata-rata 10 liter," kata dia. Menurut dia, antrean warga untuk mendapatkan minyak tanah sering terjadi setiap minyak tanah dipasok ke kiosnya. "Sebelumnya saya mendapatkan pasokan minyak tanah 12 drum. Sejak dua bulan belakangan hanya mendapatkan sembilan drum per dua pekan," kata dia. Dia menyebutkan, minyak tanah sejumlah sembilan drum atau sekitar dua ribu liter tersebut ludes dalam waktu hanya 3 jam. Dia menduga, meskipun konversi minyak tanah ke gas yang direncanakan pemerintah Sumbar belum dimulai, namun rencana tersebut membuat para spekulan berulah dengan cara mencari keuntungan. "Perdagangan ilegal minyak tanah bersubsidi kabarnya banyak ke luar Provinsi Sumbar. Biasanya dibeking oknum aparat sehingga turut memperparah terjadinya kelangkaan minyak tanah," kata dia. Nety, salah seorang warga mengaku, telah lebih dari dua pekan tidak mendapatkan minyak tanah. "Minyak tanah bersubsidi ini susah masuknya sehingga terpaksa mengantre kalau minyak sudah datang," kata dia. Dia mengatakan akan tetap memasak menggunakan minyak tanah karena takut meledak jika menggunakan gas elpiji. "Konversi minyak tanah ke gas diwacanakan pemerintah itu membuat kami ketakutan. Soalnya, telah banyak kejadian terjadinya tabung gas meledak," kata dia. (*/ham/jno)