Palu (ANTARA News) - Hunian sementara para pengungsi korban bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu tampaknya mulai disasar oleh para pengedar narkoba, khususnya sabu-sabu.

"Di sini ada, Pak. Mereka (pengguna narkoba) sering ngumpul di situ. Sudah kami laporkan kepada petugas, mudah-mudahan mereka sudah diringkus," kata seorang ibu yang ditemui di tenda penampungan pengungsi Petobo, Kota Palu, belum lama ini, sambil menunjuk ke arah tenda dimaksud.

Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Palu sendiri mengakui maraknya peredaran narkoba di tenda-tenda pengungsian dan hunian sementara.

Kepala BNN Kota Palu AKBP Abire Nusu kepada wartawan mengakui sudah meringkus sejumlah pengedar, pengguna, bahkan bandar narkoba di lokasi hunian sementara.

Pada pertengahan Januari 2019, kata Nusu, pihaknya menangkap bandar narkoba di Jalan Kebun Sari, Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, tiga orang pelaku diamankan, dua di antaranya merupakan sepasang kekasih.

Mereka berinisial R yang berperan sebagai bandar dan perempuan E alias V yang juga kekasih R berperan mengatur keuangan, sedangkan lelaki AW alias W sepupu dari R berperan melayani pembeli, menerima dan menyerahkan barang kepada pelanggan.

Saat ditangkap, R sedang berada di tenda pengungsian tempat tinggalnya. Di tenda itu, anggota BNN Kota Palu menemukan sembilan paket plastik bening berisi serbuk kristal yang diduga sabu-sabu seberat 5,70 gram.

Diamankan pula lima buah alat isap sabu-sabu, bong, 13 buah korek api gas, tiga pak plastik pembungkus sabu-sabu yang kosong, dua buah timbangan digital, satu HP lipat hitam, satu tas kosmetik warna pink, satu sendok sabu-sabu dari potongan pipet, dua jarum sumbu dan dua kaca pireks.

Selanjutnya, ditangan pelaku AW, petugas mengamankan 23 paket plastik klip bening narkotika jenis sabu-sabu seberat bruto 4,05 gram yang ditemukan dalam tas samping warna coklat loreng, satu bungkus plastik klip bening diduga daun ganja kering seberat bruto 1,30 gram dan uang tunai Rp500 ribu.

Setelah dilakukan interograsi, para tersangka mengaku mendapatkan barang itu dari HR alias U yang merupakan narapidana narkoba di Lapas Petobo yang melarikan saat gempa 28 September 2018.

R diduga sudah lama menjadi bandar narkoba, yakni sejak 2016, bahkan R pernah ditangkap BNN Sulteng dalam kasus narkoba dengan status penguna.

Kapolda Sulteng Brigjen Pol Ermi Widyatno sendiri mengakui bahwa pascabencana yang melanda Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Parigi Moutong, salah satu kejahatan yang paling diwaspadai kepolisian adalah peredaran narkoba.

"Mereka tampaknya mencoba memanfaatkan kesempatan dalam kesibukan aparat mengamankan kegiatan pemulihan dan rekonstruksi pascagempa, tetapi kita terus memerangi mereka," ujarnya.



Naik 18 Persen

Polda Sulawesi Tengah mencatat kasus penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) pada 2018 sebanyak 456 kasus, naik hampir 18 persen dibanding 2017.

"Ada kenaikan 17,82 persen atau 387 kasus dari tahun 2017," kata Wakil Kapolda Sulteng Kombes Polisi Setyo Boedi Moempoeni dalam siaran pers kinerja Polda Sulteng tahun 2018.

Dari kasus-kasus narkoba yang ditangani kepolisian itu, 359 kasus sudah masuk tahapan P.21, artinya berkas perkaranya sudah diserahkan ke kejaksaan, sementara sisanya 97 kasus masih dalam tahap penyidikan.

Peningkatan kasus itu diikuti peningkatan prosentase jumlah tersangka yakni sebesar 24,21 persen atau dari 482 tersangka di tahun 2017 menjadi 636 pada 2018.

Jumlah barang bukti narkotika jenis sabu-sabu di tahun 2018 sebanyak 5,1 kilogram naik dari tahun 2017 sebanyak 4,5 kilogram. Sedangkan obat-obatan terlarang jenis pil THD pada 2018 sebanyak 13.874 butir naik dari tahun 2017 sebanyak 804 butir.

Sementara itu Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) Sulawesi Tengah mengedepankan dua langkah dalam memberantas peredaran narkoba di daerah tersebut.

"Upaya pengurangan penyediaan dan permintaan terus dilakukan secara berimbang," kata Kepala BNNP Sulteng Brigadir Jenderal Polisi Andjar Dewanto pada kesempatan terpisah.

Pada sisi pengurangan persediaan, Andjar Dewanto mengatakan, hal itu dilakukan melalui upaya pemberantasan.

Dalam kegiatan ini, BNNP Sulteng selama 2018 mengungkap 23 kasus narkoba yang melibatkan 44 orang tersangka. Dari kasus tersebut, telah P21 atau dilimpahkan ke kajaksaan sebanyak 20 Kasus, sedangkan tiga kasus lainnya masih sedang dalam proses penyidikan.

"Pengungkapan kasus se-Sulawesi Tengah adalah sebanyak 37 kasus dengan jumlah tersangka 67 orang," ujar Andjar Dewanto.

Barang bukti yang telah disita oleh BNNP Se-Sulawesi Tengah yakni sabu sebanyak 1.162 gram, ganja 2.653 gram, uang tunai sebanyak Rp33,7 juta, kendaraan roda dua sebanyak tujuh unit, dan kendaraan roda empat tiga unit.

"BNNP Sulteng terus mengupayakan pemberantasan dengan sebaik-baiknya agar mampu menurunkan persediaa  narkoba," kata dia.

Namun langkah pemberantasan tidak akan menghasilkan dampak yang signifikan jika tidak diimbangi dengan pengurangan permintaan narkoba melalui langkah pencegahan, pemberdayaan masyarakat dan pemberantasan.

Untuk pencegahan, kata Andjar, BNNP Sulteng terus melakukan diseminasi informasi berupa sosialisasi bahaya narkoba ke berbagai lapisan masyarakat mulai dari instansi pemerintah.

Selanjutnya instansi swasta, kelompok organisasi masyarakat, instansi pendidikan dan perguruan tinggi, serta kelompok-kelompok masyarakat, termasuk di posko-posko pengungsian korban bencana.

Hal ini bertujuan agar masyarakat terdampak bencana, tidak sampai lengah menjaga diri, keluarga dan masyarakat dari penyalahgunaan narkoba.*


Baca juga: Mencegah sekolah jadi gudang narkotika

Baca juga: Akal bulus penyelundupan narkotika

Baca juga: Penggunaan Napza disebut masuk dalam masalah kesehatan



 

Pewarta: Rolex Malaha
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019