Malang (ANTARA) - Ketua Himpunan Indonesia untuk Perkembangan Ilmu-ilmu Sosial (HIPIIS) Prof Dr Muhadjir Effendi mengemukakan pembangunan manusia (SDM) taruhannya lebih besar ketimbang pembangunan infrastruktur.

Menurut Muhadjir, fokus pembangunan SDM taruhannya lebih besar daripada pembangunan infrastruktur, karena membangun manusia, tidak bisa "dipanen" dalam waktu yang singkat. Dan, mungkin baru akan bisa dipanen satu atau dua dekade ke depan.

"Tentu saja pembangunan ini akan menjadi masalah ketika pembangunan SDM ini ditunggu-tunggu tidak ada umpan balik atau feedback dari apa yang kita lakukan," kata Muhadjir Effendi di sela Konvensi Nasional pertama HIPIIS di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Rabu (7/8) malam.

Muhadjir yang juga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini berharap konvensi pertama ini betul-betul bisa memberikan masukan, kritik, dan saran yang sifatnya konstruktif untuk masyarakat Indonesia, khususnya masukan untuk kabinet kerja periode kedua agar betul-betul bisa sejalan dengan cita-cita nasional, yakni menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sesuai dengan cita-cita dari kemerdekaan.

Lebih lanjut, Muhadjir mengatakan pembangunan SDM yang diharapkan pada pemerintah Joko Widodo yang kedua adalah dalam konteks bagaimana mengoptimalkan, mengapitalisasi, memultiplayerkan, serta melipatgandakan manfaat infrastruktur yang sudah ada.

Sebab, lanjut Muhadjir, infrastruktur pada dasarnya baru prasyarat pembangunan. Sedangkan pembangunan sesungguhnya, ketika sudah menyentuh dan menangani manusianya.

"Karena itu kita bisa katakan bahwa pembangunan infrastruktur adalah prasyarat dari pembangunan yang sesungguhnya. Ibarat shalat, infrastruktur itu baru wudlunya, baru menutup auratnya, tapi belum shalat itu sendiri. Dan shalatnya itu, ketika membangun SDM-nya," ujarnya.

Tema yang diangkat dalam Konvensi Nasional HIPIIS adalah "Sumbangan Ilmu-ilmu Sosial dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia bagi Kemajuan Bangsa" yang sengaja disinkronkan dengan program pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo periode kedua.

"Saya kira ini momentum bagus, mumpung pembangunan insfrastruktur sedang berjalan. Sebaiknya kita (HIPIIS) juga segera memberikan masukan terhadap perkembangan-perkembangan yang sudah terjadi dan yang akan terjadi dengan adanya pembangunan infrastruktur yang bisa dibilang besar-besaran pada periode kepemimpinan Presiden Jokowi yang pertama," paparnya.

Pada kesempatan itu Muhadjir juga meminta maaf selama dua tahun menjadi Ketua Umum HIPIIS vakum kegiatan karena kesibukan sebagai menteri. "Setelah ini fokus pada program-program yang kongkrit," kata Muhadjir.

Menurut dia, sumbangan ilmu-ilmu sosial dalam pembangunan SDM sangat diperlukan selain infrastruktur.

Sementara itu, Ketua Badan Harian UMM Prof Dr A Malik Fadjar mengatakan sudah saatnya Indonesia Investasi pengembangan SDM unggul

Negara yang maju tidak hanya memprioritaskan pembangunan fisik semata, pembangunan SDM juga dimasifkan.

"Kita punya bermacam-macam sumber daya alam yang tidak semua negara-negara maju miliki. Manusianya musti mampu mengolahnya untuk kemajuan negara," ucapnya.

Malik Fadjar menyatakan sudah saatnya Indonesia berani berinvestasi pada target pengembangan SDM. Hal ini dilakukan dengan bercermin pada negara-negara maju, seperti Singapura dan Jepang. Dua negara ini jelas tidak memiliki banyak sumber daya alam, namun mampu menaklukan dunia.

Mereka dapat berkembang pesat karena berani berinvestasi besar untuk SDM.

Majunya negara-negara besar saat ini juga dilatari penguatan identitas yang telah dilakukan melalui budaya.

"Betapa kuatnya kultur Jepang mempengaruhi dunia seiring dengan perkembangan kecanggihan teknologinya. Indonesia yang memiliki beragam budaya sebenarnya punya kesempatan besar lebih maju daripada negara-negara yang hanya memiliki satu macam budaya saja," tuturnya.

Baca juga: Menakertrans sebut pemerintah prioritaskan investasi pembangunan SDM
Baca juga: Presiden bahas pergeseran investasi ke bidang SDM
Baca juga: IDI minta pembangunan kesehatan dilihat sebagai investasi SDM

 

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019