Baubau (ANTARA) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Profesor Doktor Jimly Asshiddiqi memberikan kuliah umum di hadapan mahasiswa dan dosen Universitas Muhammadiyah (UM) Buton di Kota Baubau, Rabu.

Dengan tema kuliah umum "Negara, Konstitusi, dan Kedaulatan Rakyat", Jimly memaparkan bahwa di tengah pemerintahan negara yang dibalut oleh sistem demokrasi, liberal, dan kedaulatan rakyat, biasanya sistem politik membuat orang berpikir selalu pragmatis jangka pendek.

Oleh karena itu, kata dia, peran dunia perguruan tinggi yang terisi orang-orang dengna intelektualnya memberi bimbingan intelektual agar keputusan-keputusan jangka pendek itu mempunyai perspektif jangka panjang.

Pada kuliah umum sekaligus penandatanganan nota kesepahaman antara Wali Kota Baubau dan Rektor UM Buton itu, Jimly juga mengatakan bahwa kaum intelektual semestinya tidak membiarkan pemerintahan berjalan sendiri. Kemitraan keduanya sebagai hal penting.

Jimly yang juga Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu, menerangkan bahwa dalam kemitraan itu dunia kampus tidak larut kekuasaan dan tidak jauh dari kekuasaan.

Dalam artian, katainya, dunia kampus mempunyai independensi dalam keputusan-keputusan politik yang selalu berorientasi jangka pendek.

"Kalau di Amerika dunia kampus terpisah antara dunia politik dan pemerintahan. Mengapa? karena akumulasi kemajuan peradaban bangsa Amerika sudah sangat maju, sehingga dunia kampus tidak ikut-ikutan urusan politik maupun pemerintahan," ujarnya.
Prof.Dr Jimly (foto ANTARA/ Azis Senong)


Wali Kota Baubau A.S. Tamrin memberikan kuliah umum dengan tema "Mandat konstitusi yang tersandera konflik Agraria, Menanti solusi kehadiran Kemenko Agraria".

Wali Kota Baubau dua periode itu, mengatakan persoalan agraria bukan sekadar persoalan tanah. Oleh karena itu, tugas portofolio agraria dalam payung besar-nya harus dan layak ditangani oleh Kementerian Kooordinator Agraria yang mengoordinasikan.

"Kebetulan Bapak Presiden akan menyusun kabinet, yang menurut saya ada hal yang sangat mendasar yang perlu kita saling mengingatkan sehingga saya ambil judul ini," ujarnya.

Dia mengatakan bahwa egosektoral yang selama ini terjadi sering menimbulkan konflik yang sulit diurai masalahnya.

Merujuk pada Prof Dr Maria S.W. Sumardjono, SH, MCL, MPA, ahli hukum agraria/pertanahan, hukum yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam, pengadaan tanah dan pemukiman kembali serta hukum terkait dengan hak-hak masyarakat hukum adat, ia menyebutkan sekurangnya ada empat sumber konflik agraria, yakni konflik kepentingan, konflik data, konflik nilai, dan konflik struktural.

Baca juga: Mahasiswa kuliah lapangan di perusahaan tambang di Malut
Baca juga: STAIN Meulaboh Aceh gelar kuliah daring internasional perdana

Pewarta: Abdul Azis Senong
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019