Jakarta (ANTARA) - Program kesehatan yang disampaikan kedua calon wakil presiden pada debat ketiga, Minggu (17/3) malam dinilai belum menawarkan hal yang baru.

Peneliti Puslit Kependudukan LIPI Puguh Prasetyo Putra mengatakan, sebenarnya keduanya menawarkan program yang sudah ada dengan memperbaiki permasalahan yang ada.

"Seperti Ma'ruf Amin mengatakan akan melanjutkan program yang ada, dia juga menawarkan perbaikan pusat kesehatan yang bisa digunakan oleh masyarakat di seluruh Indonesia. Kemudian pemerataan kesehatan, redistribusi," kata Puguh di Jakarta, Senin.

Terkait defisit BPJS Kesehatan, Ma'ruf mengatakan pihaknya akan mencoba memperbaiki dan mengevaluasi kembali.

Sementara rival Ma'ruf, Sandiaga Uno cukup optimis dengan menawarkan penyelesaian masalah BPJS dalam dua ratus hari pertama pemerintahan jika terpilih nanti.

Dia juga menawarkan program 22 menit berolahraga  setiap hari sebagai langkah proaktif dan preventif untuk menjaga kesehatan masyarakat.

Menurut Puguh, apa yang ditawarkan Sandi tak beda dengan program-program pemerintah yang sudah ada yaitu program Germas (gerakan masyarakat sehat).

Malah menurut Puguh program Germas lebih komprehensif dibandingkan program 22 menit berolahraga yang ditawarkan oleh koalisi Adil-Makmur.

"Secara tidak langsung mereka setuju dengan program Jokowi-Ma'ruf," kata dia.

Meski demikian, Puguh juga menilai kalau program Germas tetap perlu dicermati terutama di daerah mengingat sistemnya yang terdesentralisasi.

"Sesuatu yang dirancang di pusat itu belum tentu baik di daerah. Ini terkait dengan komitmen kepala daerah yang berbeda. Kapasitas daerah juga berbeda-beda. Ini yang harus diperhatikan," ucap dia.

Terkait program Sedekah Putih yang ditawarkan Sandi, Puguh tak memungkiri program ini bisa dilakukan, namun keberlanjutannya diragukan.

Menurut Puguh pemerintah tetap harus memiliki program yang pokok untuk program peningkatan gizi seperti yang telah dilakukan SD Tani di Jogja yang mengajak siswanya bertani dan berkebun yang hasilnya digunakan untuk membeli makanan tambahan yang bergizi.

"Kebetulan mereka juga tinggal di daerah pertanian. Kemudian mereka mendapatkan makanan yang organik, bebas dari hama dan pestisida di samping mengajarkan anak kembali ke alam, bertani dan berkebun. Jadi makanan tambahan itu harus jelas, bukan hanya mengandalkan dari susu, kacang hijau, dari pihak non-pemerintah," ucapnya.

Baca juga: YLKI sebut visi misi bidang kesehatan cawapres masih sektoral
Baca juga: Dipertanyakan, cawapres tidak singgung pengendalian tembakau
Baca juga: Debat Capres- HPTKes minta evaluasi uji kompetensi mahasiswa kesehatan

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019