Saya mau katakan debat semalam itu terlalu Batavia sentris. Orang Jakarta betul cara berpikirnya. Tidak melihat republik ini banyak wilayah, pulau-pulau kecil, tersebar di pedalaman-pedalaman, bagaimana ke depan itu dalam lima tahun berikutnya?
Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai debat cawapres dengan tema pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial dan budaya masih sangat Jakarta sentris, belum membahas persoalan di kawasan luar Jawa.

"Saya mau katakan debat semalam itu terlalu Batavia sentris. Orang Jakarta betul cara berpikirnya. Tidak melihat republik ini banyak wilayah, pulau-pulau kecil, tersebar di pedalaman-pedalaman, bagaimana ke depan itu dalam lima tahun berikutnya?" ujar Komisioner Komnas HAM Amiruddin al Rahab di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin.

Dalam debat dengan tema yang menyangkut HAM, yakni pemenuhan kebutuhan dasar itu, prinsip pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya dinilai harus menjangkau dan terjangkau.

Pelayanan bidang-bidang itu, kata Amiruddin, harus menjangkau sebanyak mungkin rakyat di berbagai daerah dan dapat terjangkau.

"Nah itu yang saya lihat, prinsip ini tidak terelaborasi karena berpikirnya terlalu mengandaikan ini terjadi di Jakarta saja," ucap dia.

Menurut dia, kedua cawapres belum mendalami persoalan-persoalan yang menonjol dalam konteks pendidikan, seperti tenaga kerja di indonesia didominasi lulusan SMP. Upaya menghubungkan lulusan SMP ke dalam lapangan pekerjaan masih belum disampaikan kedua cawapres.

Sementara dalam konteks pendidikan dan kebudayaan, debat itu disebutnya tidak memaparkan rencana pembangunan kebudayaan dalam lima tahun ke depan.

"Kebudayaan mau bagaimana kita ke depan di Indonesia ini? Kalau mau dikatakan kebudayaan itu hanya sekadar untuk objek wisata itu bukan pengembangan kebudayaan," ujar Amiruddin.

Untuk itu, Komnas HAM mendorong dalam lima tahun ke depan capres-cawapres memiliki peta jalan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya, agar Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga dapat merancang pembangunan dengan perspektif Indonesia.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019