Menjelang 53 hari pemilihan umum serentak, KPU tengah menyiapkan logistik pemilu, seperti surat suara, bilik suara, sampul, segel, formulir, dan tinta, serta perlengkapan pemungutan dan penghitungan suara, misalnya bantalan surat suara, paku, dan pulpen.

Tidak hanya logistik pemilu, panitia pemungutan suara (PPS) juga tengah menyiapkan anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang akan bertugas di tempat pemungutan suara (TPS) pada hari-H pencoblosan, 17 April 2019.

Tujuh anggota KPPS yang bertugas di setiap TPS ini perlu menjaga kenetralan. Netralitas ini penting mengingat bangsa Indonesia yang beraneka suku, seperti suku Batak, Badui, Betawi, Jawa, Melayu, Sunda, serta ratusan bahasa daerah, di antaranya bahasa Aceh, Bali, Banjar, Batak, Bugis, Madura, Melayu, Minangkabau, Jawa, dan Sunda.

Oleh karena itu, semua pemangku kepentingan pemilu perlu menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan bersikap netral. Bahkan, regulasi terkait dengan penyelenggara pemilu menekankan pentingnya netralitas KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Jika melihat produk aturan main pemilu, penyelenggara pemilu tampaknya berupaya semaksimal mungkin menjaga kenetralan. Hal ini tercermin dalam regulasi pemilu.

Perekrutan anggota KPPS, misalnya, persyaratan yang termaktub di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 36 Tahun 2018 tentang Perubahan atas PKPU No. 3/2018 tentang Pembentukan dan Tata Kerja PPK, PPS, dan KPPS, antara lain, tidak menjadi anggota partai politik.

Hal itu dituangkan dalam surat pernyataan yang sah, atau paling singkat 5 tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan.

Mereka tidak menjadi tim kampanye peserta pemilu yang dicantumkan dengan surat pernyataan yang sah atau paling singkat 5 tahun tidak lagi menjadi tim kampanye peserta pemilu yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik dan tim kampanye sesuai dengan tingkatannya.

Ketika menyeleksi calon anggota KPPS, PPS di kabupaten/kota perlu memperhatikan kompetensi, kapasitas, integritas, dan kemandirian calon anggota KPPS, sebagaimana ketentuan di dalam PKPU.

Ketidakberpihakan tujuh anggota KPPS di setiap TPS ini akan memberikan kontribusi signifikan pada hari-H pencoblosan pemilu serentak, 17 April mendatang.

Dengan demikian, Pemilu Anggota DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan DPRD 2019 serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945, Pasal 22E Ayat (1).

Diharapkan pula, sebanyak 575 anggota DPR, 136 anggota DPD, 2.207 anggota DPRD provinsi, dan 17.610 anggota DPRD kabupaten/kota se-Indonesia produk Pemilu 2019 bakal menjadi wakil rakyat yang amanah.



Rembuk Kemah Budaya

Tidak saja penyelenggara pemilu yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, tetapi juga sejumlah elemen masyarakat yang memandang pentingnya menjaga keutuhan NKRI meski pilihan beda dalam pemilu.

Mereka menggelar "Kemah Budaya" di Desa Tirtasari, Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mulai 16 hingga 17 Februari 2019. Pesertanya berasal dari perwakilan kabupaten/kota di Jawa Tengah dan perwakilan dari Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pertemuan selama 2 hari itu menghasilkan rumusan Rembuk Kemah Budaya, antara lain, bahwa negara demokratis, seperti Indonesia, perbedaan, persamaan, keadilan, dan keberagaman merupakan keniscayaan.

Pemilihan umum menjadi alat mengelola perbedaan agar tidak menjadi konflik.

Pemilu merupakan salah satu kegiatan kenegaraan yang rutin pada negara-negara yang menganut sistem demokrasi.

Dengan demikian, pemilu tidak perlu disikapi dengan kecemasan atau ketakutan, tetapi hati-hati tetap perlu dengan menempatkan kemanusiaan di atas kepentingan politik.

Rumusan dalam Rembuk Kemah Budaya juga menyebutkan bahwa pemilu merupakan instrumen rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang baik untuk rakyat, bukan instrumen calon untuk mendapatkan suara dari pemilih.

Pemilihan umum yang sehat akan menghasilkan pemimpin yang sehat pula sesuai dengan hati nurani para pemilihnya.

Untuk mendapatkan pemimpin yang sesuai dengan nuraninya, calon pemilih harus mengetahui kriteria pemimpin ideal, yakni pemimpin mempunyai integritas, cinta Indonesia, berdaya guna, tidak diskriminatif, antiintoleransi, dan sudah selesai dengan urusan sendiri.

Agar dapat menggunakan instrumen yang menentukan hajat hidup orang banyak, calon pemilih harus tahu apa yang harus dilakukan, seperti mengawal proses gerakan kebudayaan, menghidupkan nilai-nilai lokal, menyinergikan sumber daya, dan upaya pendukung untuk pemenangan, menggerakkan pemilih, mengamankan hasil dan mengawal pemerintahan pasca-Pemilu 2019.

Rumusan Rembuk Kemah Budaya yang disampaikan oleh Ketua Kemah Budaya Edy Nasri di Magelang, Minggu (17/2), itu perlu diketahui seluruh pemangku kepentingan, termasuk partai politik peserta Pemilu 2019, setidaknya pengurus parpol tingkat Jateng.

Apalagi, Edy Nasri menyatakan bahwa Kemah Budaya menuju Indonesia bahagia ini menjadi penting karena masyarakat perlu tahu bahwa kebahagiaan ini adalah satu tujuan bersama terkait dengan Indonesia, bagaimana berperan menjaga NKRI ini.

Edy dan kawan-kawan berharap hasil rembuk ini bisa membangun masyarakat secara menyeluruh. Bukan hanya mengenai pilpres, pemilu anggota legislatif, dan pemilihan lainnya, melainkan lebih menekankan bagaimana membangun bangsa ini.

Apa yang dilakukan Edy dkk ini perlu ditiru oleh elemen masyarakat di daerah lain. Kalau perlu, meningkat menjadi rembuk nasional dengan pesertanya seluruh Indonesia.

Hal ini mengingat perbedaan dalam setiap pesta demokrasi lima tahunan adalah suatu keniscayaan, tidak bisa dihindari. Meski demikian, pemangku kepentingan perlu menyikapi beda pilihan pada pemilu secara dewasa.*


Baca juga: Bawaslu banyak terima laporan sumir

Baca juga: Ini konsekuensi jika pakai politik uang di Pemilu 2019


 

Pewarta: Kliwon
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019