Yogyakarta (ANTARA News) - Kecamatan Kotagede di Kota Yogyakarta sudah lama dikenal sebagai sentra kerajinan perak.

Seni kerajinan perak di Kotagede sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-16 dan pada 1940 perusahaan kerajinan perak bermunculan di kawasan itu.

Namun, setelah sempat mengalami kejayaan pada era 80 hingga 90-an, pesona Kotagede sebagai penghasil kerajinan perak terus meredup.

Yuli, pemilik toko Dewi Silver di Kotagede, menuturkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir penjualan produk kerajinan peraknya terus turun hingga 75 persen.

Kalau beberapa tahun lalu dia masih mampu mengantongi omzet puluhan juta rupiah dalam sebulan, kini hasil penjualannya kurang dari Rp10 juta per bulan.

Penyusutan omzet itu, menurut dia, berbanding lurus dengan penurunan aktivitas produksi.

Kegiatan produksi ditekan karena masih banyak stok perak yang belum laku terjual di tokonya.

Jika dahulu Yuli memproduksi kerajinan perak hingga ratusan gram per minggu, sekarang dia hanya memproduksi sekitar 20 hingga 35 gram saja dalam sepekan.

Usaha kerajinan perak yang dirintis oleh Yuli telah berdiri sejak tahun 60-an dan kini telah memasuki generasi ketiga.

Pada tahun 1960-an, pengusaha kerajinan perak yang menghasilkan barang seperti cincin, kalung, gelang, serta bros bisa mengekspor produknya ke mancanegara seperti Malaysia, Pakistan, Arab, dan Romania.

Kini, umumnya perajin perak Kotagede hanya memasarkan produk di Yogyakarta dan wilayah sekitar Pulau Jawa, atau bahkan hanya mengandalkan pembeli yang datang ke toko mereka saja.

Penurunan penjualan kerajinan perak dalam beberapa tahun terakhir sangat berdampak terhadap masyarakat Kotagede yang sebagian besar mengandalkan perak sebagai sumber penghasilan utama.

Sebagian pemilik toko kerajinan perak kini memilih tidak mempekerjakan karyawan, dan beberapa bahkan memilih menutup toko karena sudah tidak mampu membayar sewa tempat usaha.



Berharap pada pemerintah

Dalam upaya meningkatkan penjualan, beberapa pemilik toko perak di Kotagede menjalin kerja sama dengan para pemandu wisata, hotel, dan sopir taksi untuk menarik wisatawan ke Kotagede.

Namun, upaya itu saja menurut para perajin belum cukup mendongkrak penjualan. Mereka membutuhkan peran pemerintah untuk membangkitkan kembali usaha kerajinan perak Kotagede.

Pasalnya, menurut pemilik toko perak YK Gold&SIlver 925 di Kotagede, Purwanto, lesunya perdagangan perak juga dipengaruhi oleh masuknya produk impor dengan harga yang lebih rendah.

Ia mencontohkan produk cincin perak dari Korea dan China hanya dijual Rp15.000 per gram, sedangkan di Kotagede ongkos untuk memasang satu batu pada cincin saja Rp3.000.

Selain itu, ia menambahkan, penjualan langsung produk kerajinan menurun karena kini banyak konsumen yang membeli produk lewat layanan perniagaan elektronik.

Pengusaha perak Kotagede lainnya, Priyo Salim, mengatakan permasalahan usaha kerajinan perak sekarang ini cukup rumit, mencakup beberapa hal.

Pemilik toko "Salim Silver" itu mengatakan pembenahan dalam penyediaan dan pengelolaan bahan baku, teknik produksi, dan pemasaran harus dilakukan kalau ingin memperbaiki penjualan kerajinan perak.

Dalam hal ini, menurut dia, pemerintah bisa membantu perajin dengan menyediakan bahan baku berkualitas baik yang harganya terjangkau, sehingga ongkos produksi perajin bisa ditekan.

Pemerintah, ia melanjutkan, juga perlu membantu para perajin membenahi teknik produksi dan pemasaran serta melakukan regenerasi dengan menjalankan program-program pelatihan kerajinan perak bagi murid sekolah kejuruan.

Menurut Priyo, yang berinisiatif memberi kesempatan murid SMK Yogyakarta magang selama sekitar dua bulan di bengkel kerjanya, pemerintah juga perlu mendukung pelaku usaha kerajinan perak mengikuti pameran kerajinan di dalam maupun luar negeri untuk mempromosikan produk.

Dukungan-dukungan semacam itu diharapkan bisa membantu para perajin memoles kembali produk perak mereka, dan membawa kembali kejayaan perak ke Kotagede.*


Baca juga: Perak Bali dipamerkan di tiga kota besar China

Baca juga: Saat cincin nikah Airlangga Hartarto digosok secara tradisional



 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019