Perempuan yang dianggap rentan, dilindungi dengan menegakkan penataan perilaku yang bermartabat dan memelihara tubuh sesuai aturan Sang Pencipta,
Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Rida Hesti Ratnasari mengatakan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual seharusnya lebih preventif menata perilaku untuk menutup pintu-pintu kekerasan dan kejahatan seksual.

"Perempuan yang dianggap rentan, dilindungi dengan menegakkan penataan perilaku yang bermartabat dan memelihara tubuh sesuai aturan Sang Pencipta," kata Rida dalam forum yang diadakan INSISTS di Jakarta, Sabtu.

Rida mengatakan kekerasan dan kejahatan seksual seharusnya dimaknai sebagai penggunaan organ seksual yang tidak sesuai dengan konsekuensi penciptaannya.

"Jadi lebih kepada 'pro-live' bukan pro-choice, untuk melestarikan jenis manusia bukan sekadar untuk pemuasan biologis, hiburan dan kesenangan," tuturnya.

Menurut Rida, kedaulatan tubuh dan kontrol seksual dengan klaim adanya pemaksaan sebagaimana diusung pihak-pihak pendukung naskah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual saat ini telah mengaburkan tindakan pelacuran dari jerat hukumnya.

Bahkan, pelarangan pelacuran digiring sebagai pelanggaran atas kedaulatan tubuh dan kontrol seksual dengan dalih pengarusutamaan gender.

"Ingat penolakan peraturan daerah tentang pelarangan pelacuran di Kota Tangerang pada 2005," katanya.

Rida mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual seharusnya memberikan kelompok rentan penguatan, pemahaman dan kesadaran bagaimana memperlakukan tubuh dan organ seksualnya.

"Bukan dengan memberikan 'senjata' berupa kedaulatan atas tubuh dan kontrol seksual," ujarnya. 

Baca juga: FPKS tolak draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Baca juga: PSI sayangkan petisi penolakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2019