Jakarta (ANTARA News) - Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Laksamana TNI (Purn) Sumardjono menegaskan tidak ada pembedaan dalam membina industri pertahanan antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS).

"Dalam membina industri pertahanan tidak membedakan antara BUMN dan BUMS,  keduanya bersinergi untuk kemajuan industri pertahanan dalam negeri," kata Sumardjono dalam diskusi di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Jumat.

Dia mencontohkan dalam pembuatan kapal KCR 60 M buatan PT PAL, beberapa komponennya dari BUMS sehingga BUMN berperan sebagai "lead integrator" dan bahannya dari industri swasta.

Menurut dia, untuk kapal kombatan, "lead integrator" harus dari BUMN sedangkan di kapal nonkombatan, BUMS bisa menjadi "lead integrator" seperti kapal patroli yang digunakan Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla).

"Tidak ada yang dianaktirikan untuk membangun teknologi pertahanan. KKIP bekerja berdasarkan perintah UU dan tidak berani keluar dari aturan," ujarnya.

Kepala Bidang Alih Teknologi dan Ofset KKIP Laksda TNI (Purn) Rahmat Lubis mengatakan dalam pembinaan BUMN dan BUMS dalam industri pertahanan telah diatur dalam Pasal 11 hingga 14 UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Dia mengatakan, dalam Pasal 11 UU itu ditegas bahwa dalam memproduksi Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) dilakukan BUMN sebagai "lead integrator", tetapi harus menghidupkan industri di bawahnya.

"Misalnya PT PAL dalam memproduksi kapal dilakukan evaluasi komponen dalam negerinya apakah dari perusahaan itu sendiri atau dari BUMS karena harus menghidupkan industri di bawahnya," katanya.

Dia mengatakan BUMS boleh membangun komponen utama dan bahan baku, tetapi tidak untuk Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhakam).

Karena itu, dia menilai BUMS boleh membuat kapal induk, tetapi belum diizinkan kalau diperuntukkan untuk angkatan bersenjata pertahanan dan keamanan.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2018