Bandarlampung (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Bupati Lampung Selatan nonaktif Zainudin Hasan dengan pasal tindak pidana pencucian uang serta pasal tindak pidana korupsi.

Di persidangan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Bandarlampung, Senin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebutkan peran Zainudin Hasan sebagai pengendali atas perkara suap "fee" proyek infrastruktur di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) di lingkungan Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel), Provinsi Lampung.

"Patut dapat menduga bahwa harta kekayaan terdakwa tersebut merupakan hasil dari tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Lampung Selatan periode 2016-2021 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 131.18-293 Tahun 2016," kata JPU Wawan Yunarwanto di Bandarlampung.

Sebelumnya, Zainudin pernah menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada tanggal 10 Juli 2013 dan 3 Agustus 2015.

Zainudin juga menyatakan memiliki penghasilan kekayaan per tahun di antaranya sebesar Rp1.150.000.000 untuk dua ruko, dua rumah dan satu apartemen.

Di samping itu, Zainudin juga menyatakan pernah memiliki penghasilan profesi per tahun sebesar Rp3.136.000.000 dari perusahaan PD Nadia Tamaraya Group Jakarta, PT Arta Sugih Abadi, PT Mitra Trans Sugih Abadi, konsultan dan jasa profesi.

"Sedangkan untuk penghasilan terdakwa selaku Bupati Lamsel hanya sebesar Rp1.435.534.325," kata JPU menjelaskan dalam dakwaanya.

Pada kurun waktu tahun 2016 sampai dengan Juli 2018, Zainudin selaku Bupati Lampung Selatan telah menerima uang sejumlah Rp72.742.792.145,00 dari dana "fee" proyek di Dinas PUPR Kabupaten Lamsel melalui Syahrono, Agus Bhakti Nugroho, Anjar Asmara, Ahmad Bastian dan Rusman Effendi.

Zainudin juga mendapatkan keuntungan secara tidak sah dari perbuatannya untuk ikut serta dalam pekerjaan pemborongan dengan cara melalui Perusahaan PT Krakatau Karya Indonesia (KKI) yang dikelola oleh Boby Zulhaidir untuk mengerjakan proyek yang dibiayai Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Lamsel TA 2017.

"Atas perbuatan terdakwa ikut serta secara langsung maupun tidak langsung dalam proyek di Kabupaten Lamsel melalui perusahaan miliknya telah memperoleh keuntungan pada tahun 2017 sebesar Rp.9.000.000.000,00 dan tahun 2018 sebesar Rp.18.000.000.000.

Di samping menerima "fee" serta keuntungan itu, terdakwa juga menerima gratifikasi melalui rekening milik Gatoet Soeseno di Bank Mandiri dengan nomor rekening 1010006541450 sebesar Rp3.162.500.000,00, PT Baramega Citra Mulia Persada dan PT Johnlin serta rekening Mandiri 1660001075142 atas nama Sudarman dari PT Estari Cipta Persada sebesar Rp4.000.000.000,00.

Uang yang berasal dari penerimaan imbalan (fee), gratifikasi maupun keuntungan yang diperoleh dari pelaksanaan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Lamsel tersebut diketahui atau patut diduga merupakan hasiltindak pidana korupsi yang berkaitan dengan jabatan Zainudin selaku Bupati Lamsel periode 2016-2021.

"Selanjutnya uang tersebut, terdakwa dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Uang yang diterima terdakwa disimpan di rekening atas nama Gatot Soeseno," katanya.

Baca juga: Sidang perdana Zainudin Hasan digelar 17 Desember

Kemudian juga digunakan untuk belanja beberapa aset seperti membeli New Xpander 1.5L (4x2) Ultimate AT, New Xpander 1.5L (4x2) Ultimate AT, Mitsubishi All New Pajero Sport Dakar 4x4 A/T (2.4L 8A/T) dua Mercedes Benz CLA 200 AMG dan S400 L AT dan Harley Davidson.

Selain itu berupa tanah, vila, pabrik beras CV Sarana Karya Abadi,? perawatan kapal Krakatau, membeli saham di Rumah Sakit Airan, pembayaran uang muka "leasing" mobil Toyota Vellfire 2G 2,5 AT, sebesar 30 persen dari harga Rp1.400.000.000,00 dan membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian tanah? dan properti milik M Alzier Dianis T," kata JPU memaparkan.

Pewarta: Triono Subagyo/Damiri
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018