Tapi dua-duanya (pariwisata dan padat karya, red.) akan kami kembangkan.
Banyumas (ANTARA News) - Kawasan Wisata Baturraden merupakan ikon pariwisata di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, karena objek yang berada di kaki Gunung Slamet itu memiliki berbagai keindahan alam yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Keberadaan Kawasan Wisata Baturraden pun tidak lepas dari peran 12 desa penyangga objek andalan Kabupaten Banyumas itu, salah satunya Desa Karangsalam yang berada di sebelah tenggara Lokawisata Baturraden.

Karangsalam merupakan salah satu desa di Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, dengan jumlah penduduk pada tahun 2018 mencapai 2.865 jiwa yang sebagian besar bermata pencarian sebagai buruh tani dan buruh bangunan.

Namun sejak Dana Desa dikucurkan pemerintah pada tahun 2015, Desa Karangsalam yang berada pada ketinggian 500 meter di atas permukaan laut dengan kondisi geografis yang berbukit-bukit itu makin memantapkan posisinya sebagai salah satu penyangga Kawasan Wisata Baturraden.

Hal itu disebabkan Pemerintah Desa Karangsalam memanfaatkan Dana Desa yang diterima sejak tahun 2015 untuk pengembangan pariwisata di wilayah setempat.

"Pada tahun 2015, kami menerima Dana Desa sekitar Rp300 juta, kemudian tahun 2016 meningkat jadi Rp600 juta, tahun 2017 sebesar Rp814 juta, dan tahun 2018 mencapai Rp841 juta," kata Kepala Desa Karangsalam Daryono di Karangsalam.

Ia mengatakan dalam pengelolaan Dana Desa tersebut, pihaknya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Karangsalam yang difokuskan pada pengelolaan objek wisata, terutama Curug Telu.

Menurut dia, RPJM Desa Karangsalam diprioritaskan untuk pengelolaan dan pengembangan pariwisata itu bukan tanpa alasan.

"Pariwisata memberikan dampak yang sangat positif kepada warga, baik itu dampak untuk peningkatan ekonomi, menjadikan sumber pendapatan asli desa (PADes)," katanya.

Saat pertama menerima Dana Desa pada tahun 2015, Pemdes Karangsalam memanfaatkannya untuk penataan di kompleks objek wisata Curug Telu, termasuk akses jalan dan jaringan air bersih serta penyediaan fasilitas yang dibutuhan di objek tersebut.

Sementara pada tahun 2018, Pemdes Karangsalam menggandeng pihak ketiga untuk mengembangkan objek wisata baru berupa "Camp Area Umbul Bengkok (CAUB)".

Daryono mengatakan lahan seluas 450 ubin yang digunakan untuk CAUB merupakan tanah kas desa (bengkok) dengan nilai lelangan sebelum kontrak hanya sebesar Rp750 ribu per tahun.

"Kemudian kami kerja sama (dengan pihak ketiga), nilai kontrak awal menjadi Rp1,4 juta per tahun. Di samping itu, ada peningkatan bagi hasil dari pengelolaan CAUB," katanya.

Ia mengatakan hingga bulan Oktober 2018, tiket masuk CAUB yang sebesar Rp2.000 per orang sudah terjual sebanyak 2.449 lembar.

Dari bagi hasil atas penjualan tiket tersebut, Pemdes Karangsalam memperoleh pendapatan sebesar Rp500 ribu ditambah biaya sewa lahan sebesar Rp1,4 juta.

Dalam perkembangannya, kata dia, Pemdes Karangsalam telah membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) "Dekade Maju" yang mengandung makna "Derap Langkah Kaki Desa Maju".

"Ada tiga unit kegiatan yang ditangani BUMDes `Dekade Maju`, yakni unit pengelolaan pariwisata, unit saprodi (sarana produksi), dan unit simpan pinjam. Unit pengelolaan pariwisata telah membentuk Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Tirta Kamulyan yang menangani objek wisata," katanya.

Menurut dia, Desa Karangsalam pada tahun 2018 menerima bantuan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi sebesar Rp460 juta untuk pengembangan sarana dan prasarana objek wisata berupa pembangunan toilet, gazebo, dan akses jalan.

Terkait dengan PADes yang diperoleh sejak adanya Dana Desa, dia mengatakan pendapatan yang diterima pada tahun 2015 langsung dikembalikan ke desa untuk perbaikan sarana dan prasana.

Selanjutnya pada tahun 2016, mendapatkan PADes sebesar Rp6,5 juta, tahun 2017 meningkat menjadi Rp14 juta, sedangkan pada tahun 2018 ditargetkan sebesar Rp17 juta dan telah tercapai sebanyak Rp15 juta.

"Kami berharap, Karangsalam ke depan bisa menjadi desa yang mandiri sehingga tidak lagi mengandalkan dana dari pemerintah pusat. Apalagi objek wisata yang kami kembangkan dengan menggunakan Dana Desa telah menumbuhkan perekonomian warga dengan membuka warung makan, termasuk objek wisata baru, sehingga makin banyak wisatawan yang datang ke Karangsalam," katanya.

Salah seorang warga Desa Karangsalam, Kusnanto mengaku senang dengan adanya Dana Desa yang dikelola Pemdes Karangsalam untuk mengembangkan potensi wisata setempat sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara berkesinambungan.

Warga Desa Karangsalam saat sekarang tidak hanya mengandalkan penghasilan sebagai petani karena banyak di antara mereka yang berdagang dengan membuka warung di sekitar objek wisata.

"Kami bersyukur karena bisa turut merasakan manfaat dari pengembangan pariwisata di Desa Karangsalam yang menggunakan Dana Desa. Alhamdulillah, istri saya sekarang bisa buka warung rica-rica di dekat objek wisata," kata Kusnanto yang berprofesi sebagai pekerja bangunan.

Dalam kesempatan terpisah, Bupati Banyumas Achmad Husein mengatakan Karangsalam merupakan salah satu desa di Kabupaten Banyumas yang tergolong sukses dalam mengelola Dana Desa.

"Sebenarnya bisa lebih dari itu dan tergantung dari kepala desanya. Kalau kepala desa kreatif dan berani, sebetulnya bisa lebih maju," katanya.

Kendati demikian, dia mengatakan dalam mengelola Dana Desa, harus didampingi aparat penegak hukum karena akan berisiko jika pembangunan yang menggunakan anggaran tersebut dilakukan tanpa adanya pendampingan.

"Kalau menurut saya, harus berani tapi tetap harus berhati-hati, harus tetap dengan pendampingan aparat penegak hukum supaya tidak salah langkah. Kita harus memotivasi mereka agar jangan sampai ada masalah hukum di belakangnya," kata Bupati.

Terkait dengan penggunaan Dana Desa yang lebih ditujukan untuk pengembangan pariwisata, dia mengakui sektor pariwisata paling berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Banyumas.

Menurut dia, penggunaan Dana Desa untuk pembangunan infrastruktur dengan sistem padat karya sebenarnya bagus, namun bukan merupakan pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh, melainkan hanya terhadap sekelompok orang yang terlibat dalam kegiatan itu.

"Tapi dua-duanya (pariwisata dan padat karya, red.) akan kami kembangkan," katanya.



Baca juga: Kerugian negara kasus dana desa di Tolikara Rp302 miliar

Baca juga: Membangun infrastruktur melalui dana desa




 


 

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018