Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik The Initiative Institute Airlangga Pribadi mengatakan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy memiliki kapasitas intelektual tinggi, sehingga layak dipertimbangkan untuk menjadi pendamping Joko Widodo di Pilpres 2019.

"Dari survei yang kami lakukan terkait Pilpres 2019, responden yang memilih Romahurmuziy jadi cawapres lebih banyak dibandingkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Menurut mereka, pandangan Romahurmuziy terkait sejumlah persoalan, misalnya ekonomi dan politik, lebih berbobot," ujar Airlangga di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu.

Dia menambahkan walaupun Muhaimin Iskandar atau Cak Imin lebih banyak dikenal karena sering muncul di berbagai media.

Namun, terlihat dalam pemaparan hasil survei yang dilaksanakan The Initiative Institute pada 10 Juli 2018 hingga 15 Juli 2018, bahwa 46,1 persen responden menyatakan Romy lebih pantas menjadi cawapres dan hanya 42,9 persen responden yang menyuarakan Cak Imin.

"Ternyata banyak responden kami melihat bahwa faktor frekuensi tampil di publik bukan hal utama. Mereka lebih simpatik dengan figur yang kapasitas intelektualnya tinggi," terang Airlangga.

Kendati demikian, dia mengakui jika elektabilitas Romy sebagai cawapres Jokowi masih di bawah Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, yakni sebesar 52,1 persen.

Namun, melihat sikap Partai Golkar yang kini dikabarkan sedikit "abu-abu" terkait dukungannya terhadap Joko Widodo di pemilu mendatang, maka sosok Romy dianggap perlu dipertimbangkan Joko Widodo.

"Golkar saat ini lebih memainkan peran `zig- zag`. Kira-kira seperti itu, dia itu dekat tapi ada sikap yang menjaga jarak," kata Airlangga.

Peran "zig-zag" yang dimaksud, kata dia, merujuk pada tindakan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang beberapa kali melakukan safari politik ke pimpinan partai lainnya.

Partai Golkar juga sempat dikabarkan bakal mengevaluasi dukungannya terhadap Joko Widodo pada pemilu mendatang, jika ketua umum Airlangga Hartarto tidak ditunjuk sebagai calon wakil presiden Joko Widodo.

Pewarta: Agita Tarigan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018